Lencana Facebook

Sabtu, 08 Mei 2010

Kemalangan Menuju Malang (3)


Usai acara pembukaan, saya dimarahi habis-habisan oleh Bapak yang berangkat dengan isterinya karena menganggap saya tidak transparan dalam pembagian undangan masuk. Saya kaget, tidak menyangka sama sekali kenapa bapak ini tiba-tiba ada di situ, persis setelah kami menyeberang jalan. Sepertinya memang sengaja menunggu saya. Saya tidak bisa berikan alasan. Saya cuma diam menerima umpatan dan kejengkelan beliau. Isterinya coba menenangkan suaminya yang kalap. Malah isterinya bilang, “Bersyukur kita tidak dapat undangan dari si Fuad, karena dengan begitu kita malah dapat masuk lewat gerbang VIP”. Rupanya ketika mereka sadar ditinggal oleh rombongan, mereka berinisiatif berangkat berdua saja ke Gajayana. Saat celingak-celinguk itu, mereka bertemu dengan ibu Mahyunas, peserta utusan dari Binjai. Jadi oleh penjaga gerbang, dikira bapak dan ibu suami isteri ini juga utusan/pesera dengan alasan undangan tertinggal. Sungguh demikian, beliau tetap kecewa dengan sikap saya yang disebutkan beliau tidak transparan. Malah beliau menuduh saya menerima sejumlah uang dari dua bapak-bapak yang saya beri undangan. Situasi seperti in, jelas tidak enak. Karena kami satu penginapan. Saya hubungi mas Edy Priono, agar menjemput saya dan ingin tidur di tempat beliau. Secara kebetulan, mas Edy memang sedang berada diseputar Gajayana. Tak lama beliau datang menjemput dengan mobilnya. Saya pamit dengan teman-teman yang lain dan mohon pengertian mereka. Menjelang rumah mas Edy, pendirian saya beubah. Biarlah ini saya tanggung. Ini adalah konsekwensi dari tugas saya. Saya minta mas Edy menghantar saya ke Bukit Cemara Tidar. Tapi saya tidak pulang ke penginapan. Saya bergabung dengan ibu-ibu yang juga diantaranya ada seorang bapak.. kami tidur di sofa, ruangan tamu.

Hari senin pagi selesai sarapan, bapak yang tadi malam memarahi saya habis-habisan pamitan. Beliau akan ke rumah keluarganya di Bogor Tinggalah saya dengan dua bapak yang lain, pak Mawardi dan pak Ahamdsjah. Perasaan saya sedikit tenang. Dalam satu kesempatan, saya keluarkan uneg-uneg hati saya kepada kedua bapak-bapak ini. Saya kecewa dan penasaran, kenapa koq bapak itu bisa tahu kalau ada pembahagian undangan. Padahal sewaktu di air terjun Coban Rondo, saya sudah wanti-wanti betul bagaimana supaya pembagian undangan itu tidak diketahuinya. Karena kenyataannya, kalau bapak dan isterinya dapat berarti satu diantara bapak bapak itu pasti tidak dapat. Bapak itu satu kesatuan tapi kenyataan berdua dengan isterinya. Dua tapi satu atau satu tapi dua. Bahkan sampai keluar ungkapan dari mulut saya omongan yang seharusnya tidak pantas saya keluarkan. Lebih-lebih pada ke dua bapak-bapak ini. Hal itu menyebabkan komunikasi antar kamipun jadi tersendat.

Senin pagi kesehata ibu Jamilah sudah membaik. Beliau sudah kembali bersama rombongan lain. Menjelang siang, beberapa ibu-ibu pamitan ke saya untuk ke rumah keluarga mereka. Dengan kenderaan mas Priono, saya menghantarkan ibu jamilah beserta beberapa ibu yang ikut dengannya, ke rumah keluarganya di perumahan mewah Puncak Dieng. Kemenakan ibu Jamilah mengurus rumah mewah ini. Pemiliknya sendiri, khabarnya pejabat di Jawa Tengah. Di rumah ini, malah ada fasilitas kolam renangnya. Saya dan kawan-kawan yang ikut sempat beristirahan di rumah ini. Pada hari yang sama. Ibu Jamilah memberitahu saya, bahwa hari Sabtu beliau sudah harus tiba di Binjai. Karena hari itu ada acara di rumah Beliau. Jadi beliau menyuruh saya mencari informasi tiket Surabaya-Medan. Sepulang dari Perumahan Puncak Dieng menuju Bukit Cemara Tidar bareng mas Priono beberapa travel kami singgahi hasilnya nihil..

Dua anak gadis yang mendapat jatah undangan, malah pamitan ke Surabaya . Dengan modal informasi seadanya dan melibatkan arahan dari mas Edy Priono, Sugria Kurniawaty dan temannya berangkat dengan menggunakan taxi. Mas Edy menyesalkan sikap saya yang melepaskan kedua anak gadis ini pergi. Tapi, saya tidak pula bisa menghalangi niat mereka. Dengan Bismillah dan Tawakal’alallaahi, menjelang malam mereka sampai ke tempat yang dituju dengan selamat. Alhamdulillah.

Hari Selasa bakda shubuh, saya jalan-jalan mengitari perumahan Bukit Cemara Tidar. Dari ketinggian di perumahan ini, wajah kota Malang terlihat dengan jelas. Diketinggian sekitar 600-an meter dpl. perumahan ini memiliki hawa sejuk. Tak jauh dari perumahan, tanpa sengaja kami menemukan situs sejarah Candi Badut. Menururt informasi Mas Priono, keberadaannya sudah ada sejak masa kerajaan singosari. Dari penelusuran kami, candi ini cukup terawat walau di sana-sini terdapat kerusakan karena ulah tangan jahil pengunjung. Hari ini rombongan Binjai semakin berkurang.

Ketika mengikuti salah satu sesi acara bareng ibu-ibu seorang teman memberitahu saya ada tiket city link Surabaya-Medan. Dia akan booking jika saya mau. Sayangnya saya tidak bisa mengiyakan kemauannya, karena harus konfirmasi dulu ke ibu Jamilah. Saya hubungi ibu Jamilah dan teman serombongan beliau di Perumahan Puncak Dieng, hasilnya satupun tidak dapat dihubungi. Dengan bantuan mas Priono, saya datangi bu Jamilah dan menjelaskan apa yang saya alami. Beliau awalnya menyesalkan saya kenapa tidak membooking tiket city link, tapi akhirnya memaklumi karena ibu Jamilah belum memberikan uang beli tiket ke saya. Kemudain beliau memberi saya sejumlah uang untuk beli tiket Dengan uang yang ada di saya pemburuan tiket dilaksanakan, tapi hasilnya nihil. Sementara beliau tetap bersikeras agar saya dapat mengupayakan tiket Surabaya-Medan. Saya jelaskan, agak sulit menceri tiket Surabaya-Medan. Tapi kalaupun ada, Jakarta-Medan.Kalau Jakarta-Medan, Insya allah tiket akan mudah didapat. Ibu Jamilah keberatan, karena merasa tidak memiliki keluarga di Jakarta . Saya jelaskan, bahwa saya adalah anak ibu, jadi kakak saya di Jakarta juga anak ibu, Insya Allah mereka dapat membatu. Saya hubungi keluarga di Jakarta , dan mereka siap membantu. Akhirnya Ibu Jamilah menyerahkan segalanya kesaya dan beliau hanya manut saja, setelah saya jelaskan segala sesuatunya tentang rencana yang akan saya jalankan. Sebagai konsekwensi dari pernyataan saya ini, saya harus pulang lebih awal dari rencana semula yakni sampai penutupan muktamar. Ibu Jamilah juga menyampaikan keinginannya untuk mendatangi keluarganya di luar kota dan rencananya menginap di sana .

Hari Rabu hanya tinggal kami bertiga di perumahan Bukit Cemara Tidar. Atas permintaan keluarga saya transfer uang ke Jakarta untuk biaya beli dua tiket Jakarta-Medan dengan jadwal keberangkatan Sabtu pagi. Karena salah pilih angkot dan tidak pula tanya sana-sini, pulang dari bank turun dari angkot terpaksa saya naik taxi. Jelas biaya jadi berkali lipat, apa boleh buat. Tak lama pulang dari bank, saya dan dua bapak-bapak yang masih tinggal, Pak Mawardi dan pak Ahmadsjah mendapat kunjungan dari Mas Edi Priono dan keluarganya. Dengan senang hati beliau mengajak kami jalan-jalan dan makan siang di satu resto lesehan yang bernuansa alami. Saya lupa nama resto dan lokasinya. Kami juga mampir di lokasi bazaar muktamar dan membeli beberapa buah tangan. Saya juga membelikan satu set pulpen dengan logo muktamar dan diukir nama untuk puteri Mas Edi Priono, Lala. Ketika berjalan-jalan itu, pak Mawardi minta dicarikan tempat penjualan tiket.Saat beliau menanyakan menanyakan tiket kereta api ke suatu daerah, di travel yang letaknya berseberangan dengan tempat penjualan tiket kerta api saya iseng menanyakan ada tidak sheet Jakarta-Medan untuk penerbangan hari Kamis. Kebetulan ada. Setelah tahu harga tiketnya, dan menururt saya tidak terlalu mahal langsung saja saya booking. Saya ajak Pak Ahmadsjah untuk berbuat yang sama, seraya mengingatkan paling tidak untuk pulang kita sudah aman. Akhirnya beliau setuju. Setelah pulang jalan-jalan, pak Mawardi setengah memaksa agar kami singgah ditempat penjualan tiket tadi. Untung tiket dengan penerbangan yang sama masih ada tersisa satu. Terang saja keadaan ini tak disia-siakan beliau dan membuat beliau senang. Niat naik kereta api ke keluarganya batal dengan alasan keluarganya tak dapat dihubungi.

Hari Kamis dengan bus kramat jati, diantar mas Priono saya dan ibu Jamilah beserta adik beliau meninggalkan kota Malang menuju Jakarta . Kami tiba di rumah kakak saya di perumahan Larangan Indah, Ciledug menjelang magrib hari jumat tanpa halangan berarti. Adik saya menginformasikan bahwa pesawat yang bakal ditumpangi adalah pesawat transit dari Malaysia dan berangkat pukul 05.30 dari Cengkareng. Setelah makan malam dan berbasa-basi, ibu Jamilah istirahat. Pukul 03.00 dinihari mereka sudah bersiap-siap. Saya pastikan beliau-beliau ini tidak tidur. Dengan bantuan adik saya Fadly, dengan taxi kami menuju bandara Cengkareng. Saya sholat shubuh di salah satu sudut ruangan di bandara. Saya hubungi keluarga ibu Jamilah di Binjai tentang pesawat yang ditumpangi ibu Jamilah. Ketika saya kembali ke rumah kakak di Larangan, semua yang saya alami kembali menarik dipelupuk mata saya. Bapak yang mengundurkan diri, kemudian mendaftar lagi karena melonjaknya harga tiket pesawat, bahkan mendaftar ulang bareng isterinya. Kemudian komplain dengan fasilitas bus yang disediakan pihak travel ketika akan berangkat ke Belawan, kemudian bus L-300 nya yang mengalami kerusakan, kemudian mencari kejelasan harga tiket saat di kapal, kemudian tercecernya seorang anak gadis di tanjung priuk akibatnya saya dimarahi habis-habisan oleh orang tua sigadis, kemudian dituduh menerima uang saat membagi undangan masuk acara pembukaan, kemudian pulang lebih awal dari jadwal yang direncanakan, kemudian, kemudian, kemudian.

Akhirnya sesuai jadwal, kami berkumpul kembali di Cengkareng bareng pak Ahmadsjah, pak Mawardi. Ketika kami tiba di bandara polonia medan , mobil Toyota kijang putih punya anak pak Mawardi sudah menanti kami untuk membawa kami kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops