Lencana Facebook

Sabtu, 08 Mei 2010

Kemalangan Menuju Malang (2)


Dalam keadaan setengah menggigil karena dingin akibat basah oleh air hujan dan mobil yang ber a-ce, seorang ibu rombonganku menawarkan kain sarung untuk menggantikan celanaku yang memang kuyup oleh hujan. Aku mengambil posisi di ruang yang disediakan untuk merokok karena di situ tidak ber a ce. Perasaanku beragam. Serba salah. Serba susah. Tak tahu mau berbuat apa. Teman yang lainpun tak dapat berbuat banyak. Mereka semua pasrah tentang apa yang akan terjadi. Semua berharap sama, anak gadis yang tinggal, dapat bertemu dengan bu Ning dengan selamat. Hampir pukul 23.00, hapeku berdering, “Ya assalamu’alaikum” sahutku membuka percakapan dengan salam.”Wa’alaikum salam, Pak Fuad ini kak Naning, saya cuma mau menyampaikan bahwa si A sudah ada sama saya sekarang” sahut suara diseberang telepon. “Alhamdulillah bu. Hati-hati ya buk. Mudah-mudahan kita bisa barengan di Malang. ”. Terus terang, bulu kudukku merinding. Subhanallah. Allahu akbar, puja dan puji syukur ke hadiratMu ya Allah. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengabulkan permohonan kami. Mempersatukan si A dengan kak Naning, orang yang memang diberi tanggung jawab untuk menjaganya Tak putus-putus aku mengucapkan puji syukur atas keajaiban yang diberikan Allah swt kepada kami. Segera berita gembira ini kusampaikan kepada rombonganku. Semua mengucapkan puji syukur. Alhamdulillah. Penumpang lain malah ada juga yang bersimpati, turut menyampaikan kegembiraannya. Mereka bersimpati padaku. Masalahnya, aku telah mampu (paling tidak demikian penilaian mereka) mengkoordinasikan rombongan yang sebahagian besar para manula dan ibu-ibu lagi.

Bayangkan, seorang anak gadis yang masih hijau konon belum pernah ke Jakarta terlantar di tanjung periuk., sendirian. Belakangan dari cerita-cerita yang kudengar , ternyata dalam sikapnya yang agak lasak di kapal ia berkenalan dengan seorang ibu. Si A memang lebih suka dan lebih sering bergabung dengan teman sekapal yang lain ketimbang dengan rombongannya dari Binjai.. Barangkali dia punya pertimbangan tersendiri. Begitu sampai ke darat, langsung si A mencari wartel dan menelepon ke keluarganya. Kepergiannya ke wartel tanpa permisi dan tanpa sepengetahuan anggota rombongan lainnya. Aku sendiri, karena tegesa-gesa akibat konfirmasi dari awak bus kramat jati tentang kegelisahan penumpang yang menunggu kami, tidak lagi mencek anggota. Siapa sangka, si A nyelonong pergi mencari wartel tanpa pemberitahuan ke temannya yang lain dalam rombongan ?. Nah begitu selesai dari wartel, dia kaget dan pucat pasi melihat tidak satupun rombongannya ada. Dia celingak celinguk sendirian. Dalam kepanikannya dia menelepon keluarganya di Binjai seperti kuceritakan di atas. Saat itulah, si ibu yang dikenalnya di kapal menanyai keberadaannya. Sungguh, aku merasakan kasih sayang Allah swt saat itu terhadap kami sungguh luar biasa. Aku sendiri belum pernah menyampaikan informasi ke anak gadis ini akan bus yang kami tumpangi menuju Malang . Analisaku, karena bu Ning lain bus denganku dari tanjung periuk ke terminal kramat jati, terjadi komunikasi antara si A dengan buk Ning. Karena di tanjung periuk, aku sudah menerima 17 tiket bus kramat jati yang diurus keluargaku. Allahu akbar, secara kebetulan, ternyata rumah si ibu persis berseberangan dengan terminal bus kramat jati. Seterusnya sudah dapat diterka, mereka menginap di rumah ibu itu. Menurut informasi mereka berangkat keesokan paginya. Hebatnya lagi, ibu itu adalah penganut nashrani. Masya allah.Luar biasa. Sampai sekarangpun, jika mengingat kejadian ini, rasa syukur senantiasa saya ucapkan. Saya tak dapat bayangkan, apa kejadian yang bakal menimpa saya jika saja si A ini tercecer dan hilang ditelan belantara Jakarta .

Teman sebangku saya di bus Kramat jati mas Edi Priyono. Beliau menyampaikan rasa simpatinya kesaya dan memberi saya card-name nya. Beliau mengundang saya jika ada masalah, jangan sungkan menghubungi dia di Malang . Seyogyanya, menurut jadwal bus masuk kota Malang bakda shubuh, tapi karena berangkatnyapun sudah lewat jauh, bus yang seyogyanya berhenti di mesjid memberi kesempatan penumpang untuk sholat, ini tidak terjadi dan tidak biasanya. Bus terus melaju. Saat itu, saya lihat mas Edi tayamum dan sholat di bus. Terus terang, saya malu. Saya mengakunya kader Muhammadiyah, tapi hal seperti ini koq kayaknya masih terlalu asing bagi saya. Akhirnya, sayapun ikut melaksanakan seperti apa yang dia lakukan. Tayamum dengan media jok bus dan sholat duduk dengan kebimbangan karena belum pernah melaksanakan. Saya lihat beberapa penumpang lain juga berbuat demikian.

Bakda jum’at bus masuk terminal. Mas Priyono panitia, menjemput kami. Saya bergabung dengan mobil beliau dengan beberapa kawan yang lain. Sementara yang lainnya disediakan L-300. L-300 tahunya pusat kegiatan Muktamar di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), langsung saja membawa rombongan saya ke UMM. Sementara oleh Mas Priyono kami dibawa ke Perumahan Bukit Cemara Tidar. Terpaksa, lagi-lagi saya dihebohkan akibat ulah L-300 yang langsung saja terbang begitu dapat penumpang.Jaket kulit yang saya pinjam tercecer di terminal bersama kain sarung ibu yang meminjamkan. Karena begitu turun pegangan saya di bus saya letakkan di atas pagar dan mengurus yang lain.Kain sarung saya dapatkan lagi dari sebuah kedai minuman di terminal itu sementara jaket kulit pinjaman kakak saya lenyap.. Menjelang ashar, rombongan baru berkumpul semua. Setelah mendapat tempat istirahat, sebahagian teman langsung melepaskan rasa penatnya.

Hari sabtu, hari ke dua di Malang bakda sholat shubuh saya diajak mas Priyono melihat rombongan yang baru tiba. Ternyata dari Sibolga (Sumatera Utara). Lebih hebat lagi, mereka menggunakan L-300 ke Malang dan busnya full. 5 hari 4 malam ditempuh dalam posisi duduk. Ini lebih luar biasa lagi. Rombongan ini hanya semalam di Malang , karena mereka melanjutkan perjalanan ke Bali begitu usai acara pembukaan. Sebahagian teman-teman langsung membuat acara jalan-jalan. Setelah mendapat sewaan mobil dari warga komplek mereka pergi melancong. Khabarnya mereka ke Batu Malang. Badan saya masih sangat lelah. Saya tinggal sendirian di komplek. Saya masih ingin istirahat. Menjelang siang, saya mendapat telepon dari Buk Ning agar menjemput dia dengan si A di terminal. Atas bantuan mas Priyono, kami berangkat ke terminal. Dalam perjalanan menuju terminal saya ditelepon teman penggembira yang berangkat naik pesawat, agar saya tak usah pusing mengurus bu Ning dan si A lagi karena ke dua orang ini akan bergabung dengan penggembira lain dari Binjai yang naik pesawat dan menginap di rumah keluarga bu Wirda di Malang. Terlepas ada apa dibalik semua ini, yang jelas sampai detik ini saya tidak dapat membayangkan bagaimana wajah si A karena sampai kembali ke Binjai usai Muktamar dan selama di Malang saya tidak pernah ketemu. Tas kopernya yang terbawa dalam rombongan saya, dijemput anak bu Wirda yang di Malang . Akhirnya, dari menjelang siang sampai malam saya dibawa jalan-jalan sama Mas Priyono yang juga membawa keluarganya sekalian mengambil tanda penggembira. Ketika mampir di komplek UMM tempat pusat kegiatan Muktamar, di depan pintu masuk bazaar saya lihat seorang rombongan saya letoy tak bertenaga. Tampak, wajah tua itu sangat kelelahan. Bayangkan, usianya sudah 60-an tahun. Karena semangat dan rasa cintanya pada persyarikatan diusahakan untuk ikut jadi penggembira muktamar. Yang lain sibuk shooping, si ibu kelelahan. Dengan ditemani beberapa teman satu rombongan, ibu Jamilah kami bawa pulang ke penginapan di Bukit Cemara Tidar. Setelah gagal menghubungi posko kesehatan, ibu Jamilah kami bawa ke balai pengobatan yang ada di komplek untuk melakukan check up. Kesimpulan diagnosa, ibu Jamilah kelelahan dan perlu istirahat. Tinggalah beliau dibalai pengobatan itu ditemani rombongan ibu-ibu yang lain. Bakda magrib, saya membezoek ibu Jamilah. Disini beliau merengek minta pulang. Beliau meminta saya agar saya menghubungi anaknya yang ada di Binjai. Terpaksa hal ini tidak saya penuhi. Saya hanya memberikan pengertian ke beliau dan meminta beliau agar sabar serta berpikir dengan jernih. Akhirnya beliau pasrah dengarkan penjelasan saya dan dikuatkan dengan kawan-kawan lain. Hampir tengah, malam tanggung jawab saya bertambah dengan masuknya dua penggembira baru nenek-nenek dari Binjai yang datang belakangan naik pesawat. Keluarganya yang menghantarkan, mengantar ke Bukit Cemara Tidar karena rombongan Binjai menurut panitia yang dihubunginya tercatat tinggal di situ. Apa boleh buat.

Hari Minggu pagi sesuai kesepakatan,kami rekkreasi ke air terjun Cuban Rondo. Semua ikut termasuk dua nenek-nenek yang baru masuk tadi malam dan Ibu Jamilah yanf terpaksa tinggal. Beliau ditemani ibu yang lain yang tidak ikut sengaja ingin menemani ibu Jamilah. Diareal rekreasi ini saya diberi 4 undangan masuk oleh seorang ibu rombongan saya. Menurut beliau dia diberi oleh panitita sebanyak 8 undangan. Kebetulan rumahnya persis disebelah rumah tempat pemondokan ibu-ibu rombongan dari Binjai. Jadi untuk gampangnya, diberinya ke saya 4 (karena saya kordinator, mungkin) dan yyang 4 di dia, katanya akan diberikan ke dua gadis penggembira rombongan kami dengan tujuan agar meningkat rasa keorganisasiannya. Saya setuju-setuju saja. Otomatis, dalam rombongan saya ibu-ibu yang tua, tidak satupun mendapat undangan masuk. Padahal dalam perhelatan muktamar, acara pembukaan adalah peristiwa yang ditunggu-tunggu penggembira dan peserta lain. Jangan harap dapat masuk jika tidak ada undangan. Konon, waktu pembukaan muktamar Muhammadiyah di Yogya seorang anggota PP Muhammadiyah yang terlambat datang karena baru tiba dari Malaysia terpaksa tidak dapat masuk karena tidak ada undangan. Saya sendiri bingung bagaimana membagi yang 4 yang ada di saya. Masalahnya dengan saya ada 4 orang, 3 bapak-bapak yang satu diantaranya beristeri jadi pas 4. Dibagi semua, saya tidak dapat. Akhirnya yang beristeri tidak saya libatkan. Beliau yang dari awal, di Binjai mencabut pendaftarannya karena akan berangkat naik pesawat kemudian mendaftar lagi sekaligus dengan isterinya. Beliau pula yang komplain akan fasilitas bus yang membawa rombongan dari Binjai ke Belawan. Beliau pula yang ngotot ingin kejelasan harga tiket saat di kapal. Kepada dua yang mendapat tiket saya wanti-wanti agar hal ini jangan sampai diketahui oleh si Bapak yang beristeri. Sisa yang satu saya niatkan untuk ibu yang memberi saya tambahan uang saku saat di kapal.

Usai dari coban rondo, rombongan membubarkan diri di sekitar stadion Gajayana tempat pembukaan muktamar akan digelar bakda magrib. Masing-masing dengan kegiatannya. Saya hubungi Mas Edy Priono, saya katakan saya akan ke rumahnya dan saya belum makan. Ternyata dia ada di rumah. Setelah dibimbingnya melalui hape saya sampai ke rumah mas Edy Priono. Ketika sholat zhuhur di mesjid Siti Khadijah dekat rumah Mas Edy, terdapat puluhan penggembira dari Sulawesi Selatan yang menginap di situ dengan segala keterbatasan fasilitas MCK nya, sangat beda jauh dengan kami. Di rumah mas Edy saya disuguhi nasi goring dengan porsi jumbo, kemudian ditambahi lagi dengan cake ringan dan sebotol aqua.Saat itu saya dapat telepon dari teman rombongan pesawat menanyakan dimana posisi saya. Karena lokasi stadion Gajayana tak jauh dari rumah mas Edy, dengan berjalan kaki saya pergi ke Gajayana. Karena pintu stadion akan ditutup pukul 16.00. Disekitar stadion, orang sudah ramai. Badan saya rasanya tidak bertulang. Kelelahan akrab dengan saya saat itu. Saya rebahkan badan dipinggir jalan tak jauh dari pintu masuk stadion Gajayana persis di bawah billboard Presiden SBY dan loga Muhammadiyah. Saat bersamaan hembusan angin menerbangkan selembar plastik agak tebal ke arah saya. Saya sambar plastik itu.dan menjadikannya alas kemudian saya rebahan dan saya tertidur lelap seperti orang mati dan itu berlangsung hanya lima menit. Begitu saya tersentak, saya lihat jam, ya tidak lebih dari lima menit. Badan saya ringan, yang tadinya lelah luar biasa, sekarang agak ringan. Saya pandangi orang sekeliling dengan kegiatan masing-masing. Di sisi saya satu keluarga beranak kecil kebingungan entah mau kemana karena tidak memiliki undangan masuk. Saya hubungi mas Priono, menanyakan di mana posisi beliau. Tak lama kemudian, saya lihat ibu-ibu rombongan saya sudah berpakaian seragam organisasi didampingi mas Priono. Saya tanyakan perihal ibu Jamilah. Saya mendapat jawaban bahwa ibu Jamilah masih perlu istirahat. Saya bingung, masing-masing ibu-ibu sudah memegang undangan masuk. Belakangan saya ketahui, ternyata undangan itu diberi panitia sebagai tambahan yang kebetulan tinggal bersebelahan dengan ibu-ibu di Bukit Cemara Tidar. Termasuk dua nenek-nenek yang datang belakangan. Sebenarnya ketika ibu Kartini (salah seorang rombongan yang memberi saya tambahan uang saku di kapal) ditawarkan undangan, setelah menyebut jumlah yang diperlukan, hitungan beliau tidak masuk kepada dua yang datang belakangan. Kenapa akhirnya yang dua bisa dapat ?. Rupanya ketika ibu-ibu menjemput ke tempat penginapan bapak-bapak, bapak yang dicari bareng isterinya tidak ada. Jadi mereka tinggalkan saja, karena memang tidak ada di rumah. Alhamdulillah, semua rombongan saya, kecuali ibu Jamilah dan bapak beserta isterinya yang tertinggal, semua dapat berkumpul karena pintu gerbang masuk undangan kami sama. Bekal penganan yang diberi mas Edy langsung habis. Posisi kami persis berseberangan dengan podium tempat Presiden menyampaikan amanah pembukaannya. Jauh sekali. Tapi kami tetap bergembira, paling tidak karena kami dapat masuk. Belakangan saya dapat informasi tidak satupun rombongan penggembira dari Binjai yang berangkat dengan pesawat udara dapat masuk. Bahkan dengan bertengkar sekalipun dengan penjaga pintu stadion, mereka tetap tidak dapat izin untuk masuk karena tidak memiliki undangan.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops