Lencana Facebook

Sabtu, 02 Juni 2012

Sejarah Perjuangan Oedin Selaku Perintis Pejuang Kemerdekaan Indonesia Disusun oleh : Drs. Paman NIP 1700003453


Sejarah Perjuangan Oedin Sebagai Perintis Kemerdekaan Nomor Pol : 603/67/PK
Pendahuluan
                Semenjak abad XVI rakyat Indonesia dibawah pimpinan Raja-raja atau pemuka-pemuka agama terus menerus berusaha melepaskan diri dari penjajahan.
                Keinginan untuk melepaskan diri dari penjajahan disebabkan rasa tidak enaknya dijajah, ditindas dan diperas.
                Perjuangan bersenjata atau secara fisik saja oleh raja-raja atau pemuka masyarakat dan agama tidaklah mempan, hal ini disebabkan antara lain perjuangan itu sama lain masih terpisah-pisah sesuai sesuai dengan kondisi geografis. Indonesia yang teridir dari banyak pulau pulau. Bahkan perjuangan yang terpisah pisah itu tidak berhasil, yang semakin lama semakin lemah kedudukan raja-raja dan kewibawaan para pemimpin agama itu sendiri.
                Kemudian semenjak abad XX, strategi perjuangan rakyat Indonesia disamping perjuangan fisik juga menggunakan organisasi yang teratur. Mulai abad XX tumbuhlah organisasi yang secara tersembunyi mempunyai tujuan perjuangan politik yaitu mengusir penjajahan.
                Pada mulanya organisasi itu menamakan dirinya menurut kedaerahan antara lain dikenal Yong Java, Yong Ambon, Yong Selebes, Yong Sumatera dan lain-lain.
                Organisasi anti penjajahan ini semakin berkembang dan semakin dihayati oleh rakyat Indonesia terutama pemudanya yang selain aktif memperkuat organisasi dengan tujuan melenyapkan penjajah. Akhirnya organisasi organisasi tumbuh dan berkembang sampai kepelosok daerah di Indonesia, termasuk Minangkabau yang sekarang Sumatera Barat sampai kenegariannya.
                Tujuan organisasi jelas bertentangan dengan kehendak kaum penjajah yang berkeinginan kedudukannya di daerah jajahan bertahan untuk selama lamanya. Untuk mewujudkan kehendak kaum penjajah ini, maka mulailah sipenjajah mengancam organisasi organisasi dengan cara menangkap, menyiksa pengurusnya dengan maksud kegiatan organisasi berhenti.
                Dilihat dari pase perjuangan Rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, maka mereka yang berjuang menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dinamakan Perintis Kemerdekaan Rakyat Indonesia.
                Perintis Kemeredekaan Rakyat Indonesia ini tersebar hampir seluruh pelosok Tanah Air Indonesia, sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan organisasi yang telah disebutkan di atas.
                Bagi daerah Sumatera Barat jumlah Pejuan Perintis Kemerdekaan tidaklah dapat dihitung dengan jumlah bilangan jari karena mencapai beberapa puluhan. Satu diantaranya akan ditulis dibawah ini riwayat perjuangannya sesuai dengan bahan yang diberikannya kepada penulis melalui wawancara dengan yang bersangkutan.
Identitas :
1.       Nama                                                    : Oedin.
2.       Tempat dan tanggal lahir              : Lubuk Alung, tahun 1907
3.       Pendidikan                                         : Sekolah Desa (Kelas 3)
4.       Alamat                                                  : Kuraitaji
5.       Nama isteri                                         : Rafiah Jakfar
6.       Tahun Perkawinan                          : 1928
7.       Pendidikan                                         : Thawalib kelas V
8.       Jumlah anak                                       : 9 orang, dengan identitas :
a.       Nama                                            : Saadah
Pendidikan                                 : Diniyah
Pekerjaan                                   : Almarhumah
Jumlah anak                               : 8 orang
b.      Nama                                            : Syafinah BA
Pendidikan                                 : Sarjana Muda
Pekerjaan                                   : Anggota DPR Tk I Sumatera Barat
Jumlah anak                               : 2 orang
c.       Nama                                            : Bachrudin BA (Fachrudin BA)
Pendidikan                                 : Sarjana Muda
Pekerjaan                                   : Kepala SMP
Jumlah anak                               : 6 orang
d.      Nama                                            : Drs. Asdie
Pendidikan                                 : Sarjana
Pekerjaan                                   : Pegawai Bank International Jakarta
Jumlah anak                               : 2 orang
e.      Nama                                            : Asnah
Pendidikan                                 : SMA
Pekerjaan                                   : Rumah tangga
Jumlah anak                               : 8 orang
f.        Nama                                            : Drs. Hizbullah
Pendidkan                                  : Sarjana
Pekerjaan                                   : Pegawai Dinas Pertanian
Jumlah anak                               : 1 orang
g.       Nama                                            : Sumarman
Pendidikan                                 : Fakultas Hukum
Pekerjaan                                   : Mahasiswa
Jumlah anak                               : -
h.      Nama                                            : Uriah
Pendidikan                                 : SMP
Pekerjaan                                   : Rumah tangga
Jumlah anak                               : -
i.         Nama                                            : Hakimah
Pendidikan                                 : SMP
Pekerjaan                                   : Rumah tangga
                Jumlah cucu Peintis Kemerdekaan Oedin pada saat penulisan ini adalah 27 orang. Melihat identitas anak-anak Perintis Kemerdekaan Oedin lebih 50 % menduduki perguruan tinggi, ini suatu bukti bahwa perjuangan Beliau ingin dilanjutkan oleh generasi sesudah Beliau.
Riwayat Perjuangan Oedin Sebagai Perintis Kemerdekaan
Masa penjajahan Belanda
                Perintis Kemerdekaan Oedin sejak remaja sudah tidak senang dengan penjajahanBelanda. Beliau berjuan tidak melalui perjuangan fisik, melainkan melalui jalur politik. Organisasi politik yang dimasuki Oedin adalah Komunis. Pada masa permulaan perjuangan Perintis Kemerdekaan Oedin oleh pihak Belanda semua kelompok yang menantang penjajah dinamakan Kaum atau Kelompok Komunis. Sedangkan organisasi keagamaan Perintis Kemerdekaan Oedin adalah Muhammadiyah.
                Dalam perjuangan organisasi ini Perintis Kemerdekaan Oedin mendapat dukungan dari teman-temannya dan masyarakat, sehingga Beliau menjadi pengurus dimana organisasi yang dimasukinya. Beliau sering mengadakan pertemuan pertemuan dan dikunjungi oleh teman temannya untuk membicarakan langkah langkah menghasut masyarakat agar benci dan engkar kepada Belanda.
                Kegiatan Perintis Kemerdekaan Oedin ini diketahui oleh pihak Belanda dan Beliau ditangkap Belanda dikampungnya sendiri yaitu di Kuraitaji pada tahun 1926. Beliau ditangkap baru berumur 19 tahun.
                Pada hari pertama Beliau ditangkap, Beliau ditahan di Kantor Kepala Nagari Kuraitaji. Pada malam harinya Perintis Kemerdekaan Oedin dapat melarikan diri melalui jendela kamar tahanan yang kebetulan tidak terkunci.
                Beliau lari dari tahanan dan dan pergi ke rumah teman dan bersembunyi di rumah tersebut sampai pagi. Besok paginya Beliau meninggalkan Kuraitaji menjuju Sicincin dengan diantar oleh teman yang punya rumah tempat bermalam. Dari Sicincin Beliau meneruskan perjalanannya ke Solok. Setelah satu minggu di Solok , Beliau merencanakan hendak pergi ke Palembang dengan mampir lebih dahulu di beberapa tempat antara lain Sijunjung dan Muara Tebo.
                Di Muaro Tebo Perintis Kemerdekaan Oedin tinggal satu bulan. Selama satu bulan itu Beliau menumpang  di rumah seorang China Komunis dan China itulah yang memberi makan yang dibelikannya dari kedai nasi. Dari Muara Tebo Perintis Kemerdekaan Oedin meneruskan perjalanannya ke Jambi. Di Jambi Beliau tinggal satu bulan dan menumpang di rumah teman.
                Pada saat  Perintis Kemerdekaan Oedin di Jambi, Belanda telah menyebar marsosenya di seluruh Pulau Sumatera. Tugas marsose Belanda ini antara lain mengawasi rakyat Pribumi, kalau kalau ada yang engkar menentang Belanda. Juga menjadi tugas marsose adalah mencari orang-orang yang melarikan diri dari tahanan Belanda, terutama yang mempunyai kesalahan menentang dan memberontak terhadap Belanda.
                Berita tentang melarikan diri Perintis Kemerdekaan Oedin dari tahanan Belanda di Kurai taji sudah ada pada marsose di beberapa daerah dan begitu juga di Jambi. Hal ini terdengar oleh Perintis Kemerdekaan Oedin. Mendengar berita tentang adanya marsose mencari di Jambi, maka Beliau ingin berangkat atau meneruskan perjalanannya ke Palembang.
                Sewaktu akan naik kapal yang hendak pergi ke Palembang, maka diketahuilah oleh marsose Belanda bahwa salah seorang yang akan naik kapal adalah orang yang melarikan diri dari tahanan Belanda yang bernama Oedin. Dia langsung ditangkap. Perintis Kemerdekaan Oedin ditahan dalam bui Jambi selama satu bulan. Selama dalam bui Jambi Perintis Kemerdekaan Oedin tidak mengalami siksaan fisik.
                Peristiwa tertangkapnya kembali Perintis Kemerdekaan Oedin di Jambi, maka kontroler Pariaman meminta kepada kontroler Jambi agar tahanan yang bernama Oedin berasal dari daerah Pariaman dapat dikirim kembali ke Pariaman. Permintaan itu dikabulkan oleh kontroler Jambi dan mempersiapkan pengawal untuk mengantar Oedin agar jangan lari dalam perjalanan menuju Sijunjung, dan terlebih dahulu mampir dulu di Muaro Tebo. Dalam perjalanan kembali ke Pariaman banyak juga peristiwa yang dialami oleh Perintis Kemerdekaan Oedin baik yang merupakan siksaan maupun ujian terhadap agama.
                Peristiwa-peristiwa Sewaktu Kembali ke Pariaman
                Dari bui Jambi dikirim oleh kontroler Jambi ke Muaro Tebo, dan ditahan di sana selama lima hari. Kemudian dari Muaro Tebo diantar oleh militer Belanda ke Sijunjung. Perjalanan menuju Sijunjung dengan jalan kaki dan kaki satu dipasang rantai yang cukup panjang. Dalam perjalanan ini Perintis Kemerdekaan Oedin dikawal oleh militer Belanda sebanyak sebelas orang.
                Setelah tiga kilo meter berjalan kaki dari Muaro Tebo Perintis Kemerdekaan Oedin meminta kepada pengawal agar belenggu rantai yang terpasang dikaki dapat dibuka. Mula mula militer Belandayang mengawal tidak mau. Perintis Kemerdekaan Oedin mendesak terus akhirnya pengawal mau dengan syarat jika menjauhi pengawal seratus meter tanpa memberi tahukan akan ditembak. Syarat tersebut diterima oleh Perintis Kemerdekaan Oedin dan belenggu rantai dibuka.
                Selama dalam perjalanan Perintis Kemerdekaan Oedin disamping siksaan fisik, juga keimanannya terhadap agama juga diuji. Peristiwa ini terjadi sewaktu sampai di Teluk Kuali, saat itu pengawal menembak babi hutan, kemudian dimasak. Masakan babi itu disuruh makan oleh Perintis Kemerdekaan Oedin, dan Beliau tidak mau dan dikatakannya dilarang oleh orang tua. Dijawab oleh pengawal bukan orang tua yang melarang melainkan agama. Perintis Kemerdekaan Oedin tetap tidak mau.
                Lama perjalanan dari Muaro Tebo menuju Pulau Punjung dilaksanakan/memakan waktu selama sepuluh hari. Sampailah Perintis Kemerdekaan Oedin yang dikawal sebelas militer di Pulau Punjung pada malam hari. Keesokan harinya Perintis Kemerdekaan Oedin minta pada pengawal agar dapat membicarakan dengan Asisten Demang supaya perjalanan ke Sijunjung dapat dengan mobil. Mobil ada di Sawahlunto.  Perintis Kemerdekaan Oedin minta agar Asisten Demang menelepon ke Sawahlunto. Asisten Demang tidak mau dan akhirnya Oedin sendiri yang menelepon.
                Besok paginya datanglah prah oto dari Sawahlunto membawa rombongan ke Sijunjung. Sampai di  Sijunjung Perintis Kemerdekaan Oedin diserah terimakan kepada Jaksa Sijunjung yang bernama Sildo. Oleh jaksa Sijunjung ditahan dalam bui selama lima hari, kemudian dibawa ke Sawahlunto dan dikawal oleh dua orang polisi. Setibanya di Sawahlunto, ternyata bui di Sawahlunto penuh dengan orang orang yang memberontak kepada Belanda di Silungkang. Akhirnya Perintis Kemerdekaan Oedin ditahan dalam kantor polisi selama satu minggu, kemudian melanjutkan perjalanan ke Pariaman.
                Dalam perjalanan menuju Pariaman Perintis Kemerdekaan Oedin tangannya dibelenggu dan dikawal oleh dua orang polisi. Perjalanan dengan menggunakan kereta api. Sejak mulai berangkat dari Sawahlunto, Perintis Kemerdekaan Oedin memperhatikan logat bahasa polisi pengawal dan menerka polisi ini pasti orang Pariaman. Kemudian  Perintis Kemerdekaan Oedin bertanya pada polisi pengawal, “Komandan kedengarannya seperti orang Pariaman ?”. langsung dijawab, “Ya”. Pertanyaan dilanjutkan dimana Pariamannya. Dijawab: “Sikapak”. “Kalau begitu sama sama orang Sikapak kita.
                Setelah perkenalan demikian maka Perintis Kemerdekaan Oedin minta agar belenggu yang terpasang ditangannya dibuka. Permintaan ini dikabulkan, sehingga sampai di Pariaman tidak terbelenggu lagi. Sampailah di Pariaman kira-kira jam 17.30, langsung diserahkan kepada kontroler. Dan kontroler berkata, “Sudah telat ini”. Maka dijawab langsung oleh Perintis Kemerdekaan Oedin, “Buka saya yang telat tuan”. Kemudian langsung masuk bui Pariaman. Kejadian ini terjadi dalam tahun 1927.
                Di Bui Pariaman
                Perintis Kemerdekaan Oedin ditahan dalam bui Pariaman selama satu tahun delapan bulan. Menurut peraturan bui Pariaman, para tahanan tidak diperkenankan keluar bui. Peraturan ini memang tidak enak bagi Perintis Kemerdekaan Oedin dan berfikir bagaimana cara dapat keluar penjara atau bui. Kemudian Oedin minta kepada penjaga penjara agar dapat bertugas membersihkan pekarangan. Kalau membersihkan pekarangan berarti membuangkan sampah harus keluar pekarangan yaitu ke kali yaitu ke jembatan. Permintaan ini dikabulkan oleh penjaga bui.
                Hampir setiap hari Perintis Kemerdekaan Oedin membuang sampah ke jembatan. Di jembatan tersebut Beliau beristirahat dan sering bertemu dengan teman teman atau orang orang yang berasal dari Kuraitaji. Pada umumnya teman teman yang bertemu itu memberi uang untuk belanja. Tetapi uang yang diberikan oleh teman itu tidak dibelanjakan tetapi diberikan kepada kepada penjaga bui dengan demikian Perintis Kemerdekaan Oedin banyak dapat kebebasan dalam bui serta keringanan dalam pekerjaan. Selama dalam bui Pariaman Perintis Kemerdekaan Oedin tidak ada mengalami siksaan fisik atau dipukuli.
                Setelah satu tahun delapan bulan dalam tahanan bui Pariaman datanglah Prof. Skrike dari Batavia Centrum untuk memeriksa tahanan yang disebabkan masalah politik. Teman teman Perintis Kemerdekaan Oedin yang sama sama ditahan dalam bui Pariaman adalah:
1.       Mantari Juli
2.       Rum dari Paingan
3.       Bakar Ongkang dari Kampung Dalam
Pemeriksaan Perintis Kemerdekaan Oedin dilakukan oleh Prof. Skrike dengan pertanyaan : “Betul mau perang, memberontak kepada Belanda”. Dijawab oleh Oedin, : “Saya tidak mengerti tuan, perkara itu”. Setelah pemeriksaan, maka Prof. Skrike berbicara dengan kontroler dan akhirnya,
-          Oedin
-          Rum
-          Mantari Juli, bebas dari tahanan.
Khusus untuk Perintis Kemerdekaan Oedin yang menyebabkan bebas dati tahanan adalah karena masih kecil, yang pada saat itu berumur 21 tahun. Sedangkan Bakar Ongkang dibuang ke Digul.
                Setelah Keluar Dari Tahanan
                Selama satu minggu dirumah setelah keluar dari bui, Perintis Kemerdekaan Oedin selalu dikunjungi oleh teman-temannya. Melihat keadaan yang demikian orangtuanya menjadi gelisah, takut kalau kalau anaknya ditangkap lagi oleh Belanda. Orang tua Perintis Kemerdekaan Oedin menganjurkan agar anaknya pergi ke daerah lain. Anjuran ini diterima oleh Oedin dan pergi ke Payakumbuh. Dari Payakumbuh terus ke Pekanbaru. Dari Pekanbaru terus ke Singapura dan berada di Singpur selama enam bulan. Di Singapur berinduk semang dengan seorang keling dan bekerja sebagai penjual roti. Sesudah enam bulan di Singapur Beliau tidak merasa enak lagi di sana dan ingin kembali ke Sumatera. Untuk kembali ke Sumatera tentu memerlukan biaya untuk menyewa kapal yang jumlahnya cukup besar kalau dibanding dengan kemampuan Perintis Kemerdekaan Oedin pada waktu itu. Maka timbulah akal bagi Perintis Kemerdekaan Oedin untuk menyewa pakaian klasi kapal yang akan berangkat ke Belawan. Rencana ini dilaksanakannya dan berhasil membawanya ke Belawan dan turun dengan selamat.
                Turun di Belawan Perintis Kemerdekaan Oedin terus ke Medan. Sampai di Medan menumpang di rumah Ketua Muhammadiyah di Kampung Keling. Beliau tinggal di rumah Ketua Muhammadiyah itu selama satu bulan. Kemudian Perintis Kemerdekaan Oedin mendengar bahwa kontroler yang menangkapnya dulu di Pariaman sudah pindah. Mendengar hal itu Perintis Kemerdekaan Oedin berangkat pulang ke Pariaman, ke kampung halamannya di Kurai taji.
                Di Kurai taji, Perintis Kemerdekaan Oedin mulai memimpin organisasi Muhammadiyah dan kemudian menjadi Direktur Rumah Yatim Muhammadiyah di Kurai taji pada tahun 1935. Dalam tahun itu juga (1935) Perintis Kemerdekaan Oedin pindah ke Padang Panjang dan menjadi anggota Majelis Konsul Muhammadiyah Minangkabau. Sebagai anggota Majelis Perintis Kemerdekaan Oedin ditugaskan oleh Pengurus Muhammadiyah Minangkabau untuk menghadiri kongkes ke-27 Muhammadiyah di Malang. Beliau ditugaskan sebagai Wakil Pemuda Muhammadiyah Minangkabau. Sewaktu mengikuti kongres, Perintis Kemerdekaan Oedin berkenalan dengan Soedirman, yang kemudian menjadi Jenderal soedirman.
                Pada tahun 1942, Perintis Kemerdekaan Oedin menjadi utusan Muhammadiyah Minangkabau untuk menghadiri konfrensi Konsul Konsul Muhammadiyah di Bengkulu. Waktu konfrensi konsul-konsul itu Perintis Kemerdekaan Oedin berkenalan dengan K. H. Mas Mansyur, ketua Muhammadiyah seluruh Indonesia dan Bung Karno. Dalam konfrensi tersebut, Perintis Kemerdekaan Oedin terpilih sebagai Ketua sidang dan Bung Karno sebagai Sekretaris. Sewaktu itulah perkenalan Perintis Kemerdekaan Oedin dengan Bung Karno. Perkenalan itu menjadi erat sehingga Bung Karno mengundang makan Perintis Kemerdekaan Oedin ke rumahnya.
Masa Penjajahan Jepang
                Dasar perjuangan Perintis Kemerdekaan Oedin memang anti penjajahan. Hal ini terbukti pula pada masa penjajahan Jepang. Juga Beliau membenci pemerintahan Jepang.
Jepang mempunyai taktik mempergunakan dan mengikut sertakan pemimpin masyarakat untuk membantu pelaksanaan usaha dan mempertahankan jajahannya. Maka dari itu Jepang sebelum masuk suatu daerah mempelajari lebih dahulu pemuka-pemuka masyarakat setempat yang berpengaruh. Untuk daerah Pariaman tercatatlah Perintis Kemerdekaan Oedin.
                Kemudian Perintis Kemerdekaan Oedin dipanggil oleh Pemerintahan Jepang. Sewaktu menghadap Pimpinan Jepang di Padang Panjang maka Perintis Kemerdekaan Oedin mendapat tugas kehormatan sebagai Penasehat Pemerintahan Jepang di bidang penyelesaian masalah masalah sosial. Tugas itu diberikan dengan suatu surat penunjukan. Perintis Kemerdekaan Oedin tetap tidak senang akan tindakan dan perbuatan orang Jepang yang tidak sesuai dengan adat dan agama. Perintis Kemerdekaan Oedin tetap menentang sehingga ada beberapa peristiwa yang dialaminya masa Pemerintahan Jepang antara lain :
a.       Penertiban sikap dan perbuatan orang Jepang.
Perintis Kemerdekaan Oedin memang anti penjajah dan menegakkan agama dan mempertahankan adat. Pada waktu serdadu orang Jepang tinggal di daerah Kurai taji, serdadu tersebut tidak memperhatikan ajaran agama dan adat setempat. Perintis Kemerdekaan Oedin dan masyarakat Kurai taji melihat serdadu Jepang mandi di surau Muhammadiyah tanpa kain basahan atau celana mandi. Kemudian naik surau tanpa kain sediktpun dan bersuka ria dalam surau.
Melihat keadaan yang demikian Perintis Kemerdekaan Oedin dan masyarakat tidak merasa senang, karena keadaan demikian jelas merusak agama dan adat. Perintis Kemerdekaan Oedin bertindak untuk mencegah sikap dan perbuatan serdadu Jepang tersebut dengan menemui komandan serdadu Jepang. Sewaktu menemui Komandan dan membicarakan tentang perbuatan serdadu Jepang di Kurai taji yang melanggar agama, adat yang mengakibatkan masyarakat tidak senang.
Mendengar pembicaraan Perintis Kemerdekaan Oedin yang menyalahkan serdadu Jepang yangtidak punya tata tertib, maka komandan serdadu jepang merasa tersinggung, maka komandan marah kepada Perintis Kemerdekaan Oedin dan diancam dengan meletakan pedangnya di meja dengan menghadapkan mata pedang kepada Oedin. Pada saat itulah Perintis Kemerdekaan Oedin mengeluarkan surat yang diberikan pimpinan Jepang di Padang Panjang dulu. Surat itu dibaca komandan Jepang, tiba tiba wajah komandan Jepang jadi pucat dan langsung hormat kepada surat itu tiga kali. Dan komandan serdadu Jepang memerintahkan kepada anggotanya agar menjaga ketertiban di Kurai taji.
Setelah itu serdadu Jepang tidak ada mandi tanpa kain atau celana mandi di surau Muhammadiyah Kuraitaji. Mulai saat itu  Perintis Kemerdekaan Oedin digelari oleh serdadu Jepang “Tuan Besar”. Adapun pertolongan dari surat yang diberikan oleh pimpinan Jepang, maka Perintis Kemerdekaan Oedin menamakan surat itu “surat wasiat”.
(Tidak semua orang Jepang mengetahui perihal Buya mendapat surat berhuruf kanji itu. Dilain peristiwa, dengan beberapa anak negeri Buya berbaur dalam satu truk. Disamping supir, komandannya tertidur pulas. Rombongan Buya, anak negeri rebut, berisik. Ricuh. Buya sudah mengingatkan, bahwa dengan sikap anak negeri itu berarti menganggu tidur komandan yang pulas di samping supir. Peringatan Buya tidak digubris. Benar saja, komandan yang merasa terganggu tidurnya karena berisiknya para penumpang truk, menyuruh supir memberhentikan truk. Setiap penumpang disuruh turun satu persatu dan menerima tendangan telak dari kaki komandan Jepang. Ketika giliran Buya, Buya mengeluarkan surat itu dari sakunya. Sebelum turun, Buya memperlihatkan surat sakti itu. Komandan terkejut, hormat tiga kali dan mempersilahkan Buya menggantikannya duduk disamping supir.
Stasiun kereta api Lubuk Alung Pariaman. Surat sakti ini kembali menyelesaikan masalah. Seorang anak negeri yang karena mabuk tidak menyadari sedang berhadapan dengan seorang serdadu Jepang. Serdadu yang merasa tuan yang perlu dilayani, dihormati, akhirnya menjadi emosi melihat sianak negeri yang mabuk ini. Sebelum terjadi peristiwa lebih lanjut yang tidak diinginkan, Buya yang kebetulan berada di sana mencoba melerai perselisihan. Si Jepang tidak menerima. Kemudian Buya mengeluarkan surat sakti itu. Hasilnya sama seperti dengan dua peristiwa di atas. Tentera Jepang hormat tiga kali seraya ngeluyur pergi meninggalkan Buya.
Ramli seorang tukang jahit yang merasa bagak mengajak berkelahi seorang tentera Jepang. Perbuatan diluar pertimbangan akal sehat itu berbuntut dengan dianiayanya Ramli dengan beberapa tentera Jepang. Ramli diikat di batang pohon dadak. Di pohon itu kebetulan sarang semut merah. Bisa dibayangkan bagaimana menderitanya Ramli yang merasa bagak tadi, dengan menghiba orangtua Ramli datang ke Buya. Syukur, penderitaan Ramli tidak berkelanjutan lebih lama. Surat yang membawa Buya ke dalam kejadian-kejadian luar biasa itu, dibakar ketika dalam satu perjalanan Belanda melakukan razia disaat untuk kedua kalinya Belanda masuk ke Indonesia.

B. Membantu Bung Karno.
Pada tahun 1944 Bung Karno dipindahkan dari Bangkahulu ke Jakarta,untuk berangkat ke Jakarta Bung Karno dibawa terlebih dahulu ke Padang. Di padang Bung Karno dibantu oleh Perintis Kemerdekaan Oedin untuk mengurus keberangkatannya.
Perintis Kemerdekaan Oedin menemui pembesar Jepang, untuk meminjam mobil. Usaha Perintis Kemerdekaan Oedin berhasil yaitu dapat pinjaman mobil untuk membawa bung karno ke Palembang dan dari palembang akan terus kejakarta.
C. Akan mendirikan Hizbullah.
Pada tahun 1944 Perintis Kemerdekaan Oedin bermaksud akan mendirikan organisasi Hizbullah bersama sama dengan teman temannya. Maksudnya ini dibicarakan terlebih dahulu dengan pembesar jepang, dengan hasil bahwa Jepang tidak dapat menetujui berdirinya Hizbullah.
Pada saat itu isteri Perintis Kemerdekaan Oedin sedang hamil tua karena keadaan isterinya sudah hamil tua beliau pulang ke kuraitaji. Setelah beberapa hari dirumah isterinya maka isterinya melahirkan anak laki laki. Oleh karena usahanya gagal untuk mendirikan organisasi maka nama organisasi itu dinamakannya pada anak yang baru lahir. Setelah beberapa hari anak beliau lahir maka beliau berangkat kembali ke padang panjang. Sesampai di padang panjang bertemu dengan temannya AR Sutan Mansur, dan dikatakannya bahwa dikuraitaji sudah ada Hizbullah. AR Sutan Mansur mendesak apakah benar saudara sudah mendirikan Hizbullah di kuraitaji ? Perintis Kemerdekaan Oedin menjawab : “betul dikuraitaji sudah ada hizbullah”, yaitu anak saya yang baru lahir dinamakan Hizbullah.
Sesudah 17 Agustus 1945
Perintis Kemerdekaan Oedin tidak saja sebagai perintis tetapi juga pejuang kemerdekaan dan pengisi kemerdekaan. Sebagai pejuang kemerdekaan banyak mempunyai kegiatan hal ini dapat dilihat dari kegiatan kegiatan sebagai berikut :
Pada tanggal 10 Nopember 1945 Perintis Kemerdekaan Oedin bersama Bagindo Aziz Chan menghadiri kongres pemuda, beliau hadir sebagai wakil pemuda Muhammadiyah Minangkabau. Kongres diadakan di Yogyakarta. Hadir dalam kongres antara lain Bung karno dan Bung Hatta. Kongres dihadiri oleh lebih kurang 300 orang pemuda Indonesia. Pada akhir kongres dipimpin oleh Perintis Kemerdekaan Oedin dan kongres dapat berjalan dengan lancar dengan pokok pembicaraan menghadapi masalah “Surabaya”. Suatu akan menutup kongres jam 5 pagi  Perintis Kemerdekaan Oedin berpantun :
Lancang kuning berlayar malam/angin ribut haripun kelam/kalau nahkoda paham tak dalam/dipinggir pantai kapal tenggelam/.
Tanggal 11 Nopember 1945 di Yogyakarta diadakan rapat akbar pada umumnya dihadiri oleh wanita. Pada kesempatan ini Perintis Kemerdekaan Oedin berpidato yang isinya menggerakan kaum wanita untuk ikut berjuang dengan memberikan sumbangan berupa nasi bungkus. Sebagai hasil pidatonya adalah kaum wanita menyumbangkan nasi bungkus untuk dibawa ke Surabaya.
Perintis Kemerdekaan Oedin berada di Yogyakarta selama 1 minggu. Selama 1 minggu itu Perintis Kemerdekaan Oedin setiap jam 1 siang selalu dijemput Panglima Soedirman untuk makan siang. Pada waktu Perintis Kemerdekaan Oedin akan pulang diberi tugas oleh Panglima Soedirman sebagai Penasihat Panglima Sumatera di Bungkit Tinggi. Penunjukkan itu dengan surat yang dibuat sendiri Panglima Soedirman.
Sesampai di Bukittinggi Perintis Kemerdekaan Oedin menemui panglima di Bukit tinggi dan memperlihatkan surat yang diberikan oleh panglima Soedirman. Pembesar militer di Bukit tinggi yang bertemu berkata : “sudah dapat pangkat saja” dan dijawab oleh Perintis Kemerdekaan Oedin  :”saya tidak tahu,  ini yang buat adalah panglima Soedirman”. Pada tahun 1946 Perintis Kemerdekaan Oedin dipanggil oleh Dr. Jamil agar datang ke Padang menemuinya. Sewaktu pertemuan Perintis Kemerdekaan Oedin dengan dokter Jamil maka Dr jamil menunjuk Oedin sebagai Kepala Dewan Polisi Sumatera Tengah di Padang. Kemudian pindah ke Bukittinggi karena sekutu sudah mengadakan penyerangan.
Kemudian di Bukittinggi Bung Hatta membentuk Front Pertahanan Nasional. Dalam sidang pembentukkan maka terpilih sebanyak 5 orang yaitu :
1.       Hamka sebagai ketua
2.       Chatib Sulaiman sebagai wakil ketua
3.       Oedin sebagai pemimpin laskar
4.       KariHalin / Karim Halim sebagai wakil pemuda
5.       Rasuna said sebagai wakil wanita.
Pada tanggal 1 januari 1947 Perintis Kemerdekaan Oedin terpilih sebagai anggota komite nasional indonesia pusat (KNIP). Pada hari itu juga langsung berangkat ke Malang untuk menghadiri sidang KNIP. Sidang membicarakan perjanjian linggarjati. Selesai sidang maka Perintis Kemerdekaan Oedin langsung pulang ke Bukittinggi. Dalam tahun 1947 itu juga Bung karno datang ke Padang. Perintis Kemerdekaan Oedin dibawa bung karno ke Pariaman, solok dan maninjau.
Sewaktu Bung karno akan berangkat ke Jakarta Perintis Kemerdekaan Oedin ikut mengantar ke Tabing. Dipelabuhan udara Tabing Bung Karno berkata kepada Oedin, saya dengar saudara menolak jadi Bupati. Dan dijawab oleh Oedin iya, karena di hati saya tidak ada keinginan. Kemudian Bung Karno memerintahkan kepada Perintis Kemerdekaan Oedin agar dari lapangan ini terus ke kantor Gubernur di Bukittinggi.
Di kantor Gubernur Perintis Kemerdekaan Oedin dibujuk agar mau jadi Bupati. Atas nasehat Dokter Rahim maka jabatan Bupati diterima. Tetapi panggilan Bupati ditolak dan ditukar sebagai pegawai tinggi yang ditugaskan di Kabupaten Pariaman. Kemudian dipindahkan ke Batusangkar sebagai Patih, dan ke Rengat sebagai Bupati kemudian ke Pesisir Selatan sebagai Bupati.
Penutup
Demikianlah riwayat perjuangan Perintis Kemerdekaan Oedin yang berasal dari Kuraitaji Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera barat. Beliau bukan saja sebagai Perintis Kemerdekaan  tetapi juga sebagai pejuang dan pengisi kemerdekaan bangsa indonesia.
Mudah mudahan penulisan ini ada manfaatnya bagi generasi sesudah beliau.

                                                                                                Lubuk Alung, juli 1980.
                                                                                                Penulis ..

Selasa, 29 Mei 2012

kakak


Selasa, 10 April 2012

Sudahkah Anak-Anak Siap Memandikan dan Mengkafani Kita Kelak?


March 16, 2012

JIKA Anda seorang ayah, dan mengenal Islam, dan pernah mendengar ayat ini, maka Anda perlu takjub dengan diri Anda.

رَبَّÙ†َا Ù‡َبْ Ù„َÙ†َا Ù…ِÙ†ْ Ø£َزْÙˆَاجِÙ†َا ÙˆَØ°ُرِّÙŠَّاتِÙ†َا Ù‚ُرَّØ©َ Ø£َعْÙŠُÙ†ٍ ÙˆَاجْعَÙ„ْÙ†َا Ù„ِÙ„ْÙ…ُتَّÙ‚ِينَ Ø¥ِÙ…َامًا
Wahai Robb kami, karuniakanlah pada kami dan keturunan kami serta istri-istri kami penyejuk mata kami. Jadikanlah pula kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Furqon:74)

Coba perhatikan makna ayat di atas sekali lagi. Ayat di atas adalah berbicara tentang seorang lelaki atau suami yang mengangkat tangannya dan berdoa kepada Allah mengharapkan agar istri dan anak-anaknya selamat di dunia dan akhirat. Kenapa bukan seorang wanita atau anak-anak? Itulah hebatnya seorang lelaki. Perjuangan hidupnya Allah torehkan dalam kitab yang mulia, Al-Quran. Ia menjadi pemimpin bagi keluarganya. Ia tidak boleh direndahkan oleh dirinya sendiri atau oleh orang lain, karena Allah telah memuliakannya. Ia tidak boleh di belakang wanita sebagai makmum. Ia tetap menjadi pemimpin walaupun berada di kerumunan sepuluh, seratus, atau seribu wanita sekali pun. Bahkan seandainya ada satu milyar wanita, dan ia laki-laki seorang diri. Ia tetap menjadi imam di depan para wanita. Suatu aturan fiqih yang memang benar-benar luar biasa!

Sekali lagi, kalau anda seorang ayah atau laki-laki, maka bersyukurlah.

Tahukah Anda, bahwa doa kita tidak hanya untuk kebahagiaan di dunia ini? Kita berdoa kepada Allah sebenarnya meminta agar kelak di akhirat dimuliakan oleh-Nya.

Bagi orangtua, menjadi Muslim yang baik mungkin tidak sulit, karena sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah. Walaupun kita terkadang malas untuk mengikuti yang benar, tapi sebenarnya kita tahu bahwa itu adalah yang benar. Bagaimana dengan anak-anak kita?

Jasad Kita, Keturunan Kita

Tidaklah perlu berbicara masalah akhirat. Mari kita berbicara masalah yang benar-benar riil. Yaitu kematian. Setiap orang akan mati.

Pertanyaannya adalah, sudahkah anak-anak Anda siap memandikan dan mengkafani Anda kelak? Siapa nanti yang menurunkan badan Anda ke liang kubur? Pak Modin? Pak Lurah ? Atau pak Carik? Atau seorang polisi dengan pistol di pinggang?

Lihatlah nuansa yang ada di keluarga sendiri, insyaAllah kita akan tahu seperti apa kelak anak-anak kita meilhat jasad kita? Ia akan ngeri karena terlalu banyak melihat film hantu dan zombie atau ia akan mencium dan mengelusnya penuh kasih sayang?

Kita semua sering berdoa meminta Allah agar dikaruniai anak-anak yang sholeh. Di antaranya ada do’a yang berasal dari para Nabi Ibrahim ‘alaihi salaam.

رَبِّ Ù‡َبْ Ù„ِÙŠ Ù…ِÙ†َ الصَّالِØ­ِينَ
“Robbi hablii minash shoolihiin,” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100). Ini juga termasuk do’a yang bisa dipanjatkan untuk meminta keturunan, terutama keturunan yang sholeh.

Atau doa Nabi Dzakariya ‘alaihis salaam,

رَبِّ Ù‡َبْ Ù„ِÙŠ Ù…ِÙ†ْ Ù„َدُÙ†ْÙƒَ Ø°ُرِّÙŠَّØ©ً Ø·َÙŠِّبَØ©ً Ø¥ِÙ†َّÙƒَ سَÙ…ِيعُ الدُّعَاءِ
“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa] (QS. Ali Imron: 38).

Al Qurtubhi rahimahullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” Perkataan semacam ini juga dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/333)

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendo’akan anak Ummu Sulaim, yaitu Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma dengan do’a, “Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan padanya.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480).

Dari Abu Hurairah (ra), berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW: Apabila wafat seorang hamba (manusia) maka terputuslah segala amalannya kecuali 3 perkara: shodaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang salih yg mendoakannya.” (HR Muslim)

Kenapa doa anak yang sholeh mudah di dengar oleh Allah? Karena ketika ia memandikannya, benar-benar ia “elus” kulit dan wajahnya dengan rasa kasih sayang. Ia menangis mengenang kebaikan-kebaikannya.

Kenapa doa anak yang sholeh mudah dikabulkan oleh Allah? Karena ketika ia menjadi imam shalat jenazah di depan jasad ibunya, ia akan bersungguh-sungguh berdoa dengan melinangkan air matanya. Mengenang kebaikan dan keluhuran orangtuanya. Ia akan sangat dan sangat berharap agar Allah benar-benar memuliakan dan menempatkannya di sisi ke Maha Kemulian-Nya.

Ketika ia menurunkan jasad ayah atau ibunya, ia akan menurunkan dengan penuh perasaan dan pelan. Ia pelankan gerakan tangannya, seolah agar tanah yang keras dan bola tanah itu tidak menyakiti jasad yang sudah terbujur. Ia akan pastikan bahwa orangtuanya benar-benar akan mendapatkan posisi tidur yang sangat nyaman.

Sekali lagi, pastikan bahwa nuansa keluarga Anda adalah mereka yang akan mengurus dan menolong kita, setelah kematian nanti.

Nabi tidak pernah mengajarkan kata terlambat. Jika ada benih di tangan, tanam benih itu segera. Perbaiki diri tidak ada kata terlambat, selama nafas masih di dada, dan darah terus mengalir, serta jantung terus berdetak. Kecewa dan menangis dalam masalah dunia adalah biasa. Yang kita kejar adalah akhirat, sedangkan dunia adalah wasilah atau sarana. Silakan mencoba.!.*

Jumat, 20 Januari 2012

Seminggu di Padang

Jum’at sore, 23 Desember 2011, iseng kutanya di Paranoma travel, ada tidak tiket promosi pesawat Medan-Padang untuk 25 Desember dan atau 26 Desember. Pegawainya setelah mencek mengatakan ada, lion pukul 05.30, rp 380 rb sementara sriwijaya rp 400 ribu untuk pukul 16.00 wib. Terimakasih, jawabku seraya meninggalkan Panorama travel yang terletak di komplek pertokoan Ramayana Binjai tersebut. Dirumah, niatku ke Padang kusampaikan ke isteriku, tentang keinginanku pergi ke Padang. Ada dua alasan yang kuajukan,
1. Mengurus tanah “peninggalan” di Gunung Panggilun, Padang.
2. Mencari reverensi tulisan untuk melengkapi data pembuatan biografi Buya Oedin.
Alhamdulillah, isteriku mengizinkan dengan harapan mudah-mudahan urusan tanah selesai dan ada “jatah” buat kami. Sabtu sore, aku ke Panorama Travel, waduuhhh, sudah tutup. Aku segera ke travel lain, yakni Formula Travel. Waduhhh, tiketnya meledak rp 525.000,- GILAAAAAAAAAAA.
Apa boleh baut, ehh apa boleh buat, ambillah. Berangkat tanggal 26 Desember, Senin dengan Sriwijaya air. Karena kegoblokan dan mau maunya digoblokin, jam 14.00 sudah chek in. Padahal pesawatnya take off pukul 16.00. walah walahhhhh.
Sebelum berangkat, aku sempat nitip hadiah ultah buat bungsuku, Fajrul Azmi Syahputra yang berultah tanggal 27 Desember lalu. Sekedar uang jajan. Demikian juga untuk abangnya Teguh Maliki Ramadhan dan Dika alias Fadlun Rahmandika. Demikian juga untuk mamanya, sekedar tambahan beli cemilan sore-sore. Pukul 17.05 Sriwijaya air mendarat dengan manis di Bandara Internasional Minangkabau. Uni, kakakku dari Kisaran, ngebell. Rumahnya kemasukan lagi tamu tak diundang. Dari Bandara Internasional Minangkabau, kuputuskan ke Pariaman dulu, tempat Fadillah. Dengan Damri Bandara aku keluar sampai kesimpang yang ternyata tidak begitu jauh (Pengalaman untuk yang akan datang) dan dari simpang naik Alisma ke Pariaman. Fadilah menjemput aku di Simpang Tabuik. Makan malam dulu, ikan bakar dan beli kue bika, langsung ke Padang Kunik, Padusunan, rumah Fadilah. Istirahat.
Selasa pagi, 27 Desember angin kencang dan hujan melanda lokasi tempat tinggal Fadillah, ada badai katanya. Di Batam (menurut Tuti Sri Rahayu), malah ada rumah pinggir laut yang rubuh. Niat naik kereta api Pariaman – Padang, batal. Menjelang siang bareng Fadillah ke rumah anak Engku Kasim Munafy melacak informasi. Awalnya mau ke rumah Buya Johar Muis, mengklarifikasi sambutan Beliau saat Mak Unchu (Sumarman Oedin) meninggal, “Bung Karno pernah menjadi Sekretaris Buya dalam rapat internal Muhammadiyah di Bengkulu”. Ternyata beliau di Jakarta. Dari anak engku Kasim Munafy, aku dapat nomor HP buya Johar. Setelah sms-an, aku telepon Beliau. Sekilas beliau menjelaskan sedikit hubungan Buya Oedin dan Bung Karno. Setelah makan siang, bareng Fadillah berangkat dan singgah dulu ke DPD PKS Pariaman, niatnya naik kereta api pukul 16.00 dari Pariaman ke Padang. Ternyata ada yang mau ke Padang naik mobil pribadi dan perlu juga teman bicara. Akhirnya aku barengan dengannya. Aktifis juga rupanya, pernah di PWM Muhammadiyah Majelis Dikdasmen, sayangnya beliau tak pernah mendengar tentang Buya Oedin. Aduhhh. Setelah diperlihatkan beberapa referensi, beliau termangu. Menjelang pukul 18.00 sore, sampai di Wisma Indah, akhirnya sampai ke rumah Tachi. Unchu lagi belajar, Tachi lagi baca al qur’an. Malam, bakda isya aku mampir ke rumah Leni, sepupu sahabat istimewaku es em pe, Tuti Sri Rahayu. Menurut informasi, mamanya Tuti lagi di sana. Sayang, enggak ketemu karena Beliau istirahat. Sebelumnya menjelang Isya, isteriku ngingatin bahwa hari itu si Bungsu Ultah. Langsung ku sms. Malam itu, istirahat dengan damai, lantai dua.
Rabu pagi, bakda shubuh kami jalan keliling bareng Tachi dan Unchu. Mencari ikan segar melalui nelayan yang baru pulang melaut. Tidak banyak, karena musim badai. Air laut beberapa hari ini pasang dan meluap sampai ke jalan di depan rumah. Rumah yang ditempati Tachi ini asyiiik. Dekat dengan laut, dekat dengan Universitas Bung Hatta. Setelah dapat ikan, kami sarapan. Ternyata ikannya enggak bisa dimasak, masalahnya tabung gasnya kosong. Oleh tachi ikan itu diserahkan saja ke anak kos di rumah itu. Setelah mandi, aku langsung ke Perpustakaan, naik angkot. Ternyata lokasi perpustakaannya sudah pindah. Perpustakaan lama rata dihantam gempa tempo hari. Kuputuskan ke PWM, mencari buku Muhammadiyah dari Masa ke Masa di Sumatera Barat yang tanpa sengaja kubaca di Elsa Elsi (?) Blog tulisan tentang Buya Marjohan. Di PWM Sumatera Barat, awalnya aku tidak menemukan apa yang kuharapkan. Ternyata buku itu sudah tidak ada lagi gantinya buku Muhammadiyah di Minangkabau tulisan Buya Marjohan dan Buya R. Khatib Pahlawan Kayo. Buku itu ada, dan penerbitnya Suara Muhammadiyah Yogya. Langsung kuhubungi Mbak Wiji di Yogya. Dari Beliau aku dapat nomor telepon Buya Marjohan. Setelah sms-an dan berhubungan aku dapat nomor telepon Buya Khatib yang akhirnya aku dapat juga email Beliau. Di toko buku komplek Mesjid Taqwa Muhammadiyah di Padang itu, fadil menelepon aku. Janjian ketemu di BPN. Dia barengan sama Unchu dan Tachi. Dari toko buku ini, aku membeli satu buku tulisan Buya Marjohan dengan Buya R. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammadiyah di Minangkabau. Di situ ada juga tulisan tentang Buya Oedin.
Achirnya ketemuan kami di BPN. Setelah mendapat informasi yang signifikan, disepakati tanah akan diurus lewat teman kuliah Unchu, Syaiful Azri yang juga Notaris. Dari BPN, melihat lokasi tanah dan makan siang di komplek Pasar Alai Padang. Makannya nikmat sekali. Berasnya beras solok. Selesai makan siang, kembali ke Wisma Indah. Selesai istirah sebentar, aku barengan ke perpustakaan di komplek GOR Agus Salim, Padang. Fadilah dan Tachi ke Pasar, sementara Unchu main badminton.
Di perpustakaan, beberapa referensi kubaca. Ada satu buku yang banyak menyebut nama Oedin, yakni buku tulisan Buya HAMKA, Perjalanan Hidupku. Menjelang masuk waktu Ashar dan jam kunjungan perpustakaan berachir, kubell Fadil. Masih sama Tachi dia. Janjian ketemu di Mesjid Taqwa Muhammadiyah Pasar Raya Padang. Setelah menikmati cendol durian, kami pulang bareng. Tachi turun duluan. Mau beli cabe dia. Aku turun kedua dan Fadil langsung ke Pariaman.
Kamis pagi, tachi dan unchu ke Bukititnggi. Aku diajak, niatnya ke Perpustakaan di Padang Panjang. Ada teman smp disitu. Nurfahmi Wiastuti. Kutelepon dia, niatnya biar ketemu. Sayangnya dia mau ke Pekanbaru. Aku batal ikut. Tinggalah aku sendirian. Selesai sarapan, aku kembali ke Perpustakaan. Dari satu buku tentang Pariaman, aku berkenalan dengan penulisnya. Bahkan malam itu juga silaturahmi ke rumahnya di Siteba, berboncengan dengan anak kos di rumah Tachi. Beliau Bagindo Armaidi Tanjung, S.SOS. Tulisan beliau tentang Kota Pariaman, tapi tak satupun nama Oedin masuk. Demikian juga buku Beliau Sejarah Perjuangan Rakyat Padang Pariaman dalam Perang Kemerdekaan 1945-1950, tidak satupun nama Buya Oedin ada, kecuali cuma keterlibatan Beliau di Fron Pertahanan Nasional bareng HAMKA, Rasuna Said, Karim Halim dan Chatib Suleiman. Dari beliau saya dapat souvenir 4 buku tulisan beliau. Pulang dari Siteba, singgah di lesehan pinggir jalan, makan Ketan dengan Durian. Duriannya besar sekali, harganya saja rp. 40 ribu setelah ditawar akhirnya deal rp. 30 rb. Makan berdua tidak habis. Pulang istirahat terganggu karena Tachi dan Unchu belum pulang. Sore harinya, Iseng, kutanyakan ke travel di komplek Wisma Indah, PT Kanos Minang tours and Travel, tiket promo Padang-Medan. Rp 352.000 naik Sriwijaya. Tanpa pikir panjang lansung aku booking. Berangkat tanggal 01 Januari 2012. Tidak terasa satu tahun juga aku di Padang. Sebelumnya, sempat menikmati jus pokat favoritku ditemani sepiring mie goreng hangat, menikmati serunya sore-sore ditepi laut.
Jum’at pagi, mengejar kereta api pagi ke Pariaman. Bakda shubuh, Wisma Indah tepi laut kutelusuri. Dengan angkot ke stasiun kereta api di Tabing. Dari Tabing naik kereta api ke Kuraitaji. Duduk dimeja ruangan resto yang nyaman, semeja dengan H. Murlis Muhammad, SH.Mhum, salah seorang staf di Dinas Perikanan dan Kelautan (?) di Pariaman. Ternyata beliau juga penulis dan mantan camat 2 periode dan 2 lokasi. Orangnya smart. Sampai di lubuk alung, ku bell Marjohan teman se es em pe di SMP Negeri 3 Pariaman. Di stasiun kereta api Kuraitaji, Marjohan tidak ada. Aku buang air kecil di kamar mandi Mesjid Sejarah Muhammadiyah Kuraitaji, Marjohan ngebell aku dan menyusul ke mesjid. Barengan kami sarapan katupek gulai jangek. Marjohan sempat ngebell Nia Daniati nya SMP 3 Pariaman versi Marjohan yakni Tuti Sri Rahayu. Dari situ, terus ke rumah si Apuak Jasril. Sempat ngebell Afnan. Menjelang siang, kami bubaran. Marjohan panen. Aku janji ketemu Fadil di Mesjid tapi lauik setelah aku singgah ke perpustakaan di tapi lauik itu dan MEMINJAM buku karangan Bagindo, Sejarah Perjuangan Rakyat Padang Pariaman. Agak lama juga menunggu Fadil. Bakda sholat Jum’at, makan bareng dengan teman teman Fadill, anggota Dewan dari PKS disebelah kantor DPD PKS Pariaman. Tak disangka, aku dapat sms dari Buya Khatib menanggapi email yang kukirim kemaren. Beliau bercerita sekilas tentang Buya Oedin dan referensinya ada di rumah Beliau. Setelah kuhubungi, ternyata rumah Beliau di Tabing, di belakang Asrama Haji Tabing. Aku janji besok ketemu di rumah beliau, karena aku akan naik kereta api pagi ke Padang. Sampai menjelang Maqrib di sana. Istirahat di rumah Fadill.
Sabtu pagi, selesai sarapan naik ojeg ke Kuraitaji. Niatnya naik kereta api ke Padang. Di balai kuraitaji, kulihat mobil Pak Camat. Kubell. Ternyata dia ngeteh di warung depan mesjid sejarah Muhammmadiyah. Akupun ikut nimbrung. Setelah minum teh plus sarapan kedua, aku langsung ke stasiun kereta api. Munardi kutelepon, janji mau nyusul ke stasiun, ternyata tidak ada. Hampir pukul 11.00 kereta api sampai ke Tabing, naik angkot, turun di depan gerbang asrama haji dan setelah bertanya, langsung mampir ke rumah Buya Khatib. Dari beliau, aku mendapat buku tulisan beliau dan referensi perjuangan Buya Oedin yang ditulis Drs. Paman, NIP 1700003453 berjudul ”Sejarah Perjuan Oedin Selaku Perintis Perjuangan Kemerdekaan”. Menurut Buya Khatib, penulis draf ini terakhir sebagai Kepala Dinas Sosial di Tanah Datar (?). draf dimaksudkan untuk kelengkapan data diakuinya sepak terjang Beliau Buya Oedin sebagai Perintis Perjuangan Kemerdekaan RI untuk daerah Pariaman khususnya dan Sumatera Tengah umumnya. SK tersebut telah turun. Setelah berfoto yang diambil isteri beliau yang juga dosen, aku pamit dan berjanji memulangkan buku yang dipinjaminya nanti sore.





Buya Khatib menuliskan sesuatu di buku yang Beliau berikan ke aku dan menandatangi buku tersebut.-










Aku dan Buya Khatib, dipojok depan rumah Beliau, 31 Desember 2011. Foto diambil isteri Beliau disela kesibukannya melayani mahasiswi yang perlu bimbingan Beliau.-Isteri beliau mengaku bahwa dia adalah Kader Safinah Oedin, Tante Ning (adik ibuku). Beliau kaget dan tidak menyangka kalau Tante Ning sudah meninggal.









Fotoku hari terakhir di bibir laut sekitar Wisma Indah Padang, beberapa saat setelah azan Maqrib berkumandang.-






. Sesampai di Wisma Indah, aku sibuk cari rental di sekitar Kampus Bung Hatta, ternyata tidak ada yang mau menerima ketikan. Akhirnya aku foto copy saja rangkap dua, satu untuk Tachi. Waktu dirumah, saat Tachi dan Unchu keluar untuk beli oleh-oleh, sebagian bahan sudah kuketik ke blog aku, eh ketika di save ternyata tidak nyambung internetnya. Kesel banget gue. Dengan honda revo anak kost, kukembalikan bahan-bahan yang kupinjam. Ada juga niat ke rumah ibu Septimaharni, guru favorit kami waktu di SMP. Sudah menjelang ke rumah beliau, aku balik arah. Masalahnya, nggak enak juga bersilaturrahmi tangan kosong. Menjelang magrib, akhir tahun 2011 itu aku sengaja sholat maqribnya dilambatkan, demi menikmati sunset akhir tahun di belakang Universitas Bung Hatta. Sayang, mataharinya malu-malu. Dia bersembunyi dibalik awan yang tipis. Malam menyelimuti muara sungai sekitar Wisma Indah. Ada beberapa orang yang memancing. Ada beberapa pasangan muda yang menikmati senja menjelang malam itu. aku beli sate. Lumayan nikmatnya. Puas menikmati hembusan angin menjelang malam, selesai sholat maqrib dijamak dengan isya, pulang, makan malam, nonton tv dan sliping. Tuti Sri Rahayu menikmati malam akhir tahun diatas perahu sambil menonton gebyarnya kembang api akhir tahun di Singapura. Suara hingar bingar mercun dan kembang api tidak menghalangi tidur istirahku malam akir dan awal tahun baru itu.
Minggu, 1 januari 2012, selesai sholat malam dan sambung shubuh, aku sambung lagi istirahnya. Dengan berjala kaki, aku sarapan ketupat gulai paku favoritku dan membelikan 2 bungkus untuk Tachi dan Unchu. Aku kembali istirah dan istirah. Menjelang pukul 11.00 tachi dan unchu standby, menghantarku ke Bandara Internasional Minangkabau. Sebelum ke Bandara, Tachi mengarahkan Unchu ke Lamun Ombak, Rumah Makan dan Resto, untuk makan siang. Pas betul waktunya, karena aku niat minta singgah ke rumah makan untuk beli nasi bungkus agar dinikmati di bandara. Di rumah makan lamun ombak kawasan jalan Khatib Sulaiman, kami makan lesehan. Ehemmm, makan siang pertama diawal tahun. Lamun Ombak. Sempat kuimpikan beberapa waktu sebelumnya, bisa tidak makan di sini, di Lamun Ombak. Lokasinya cukup banyak. Akhirnya bisa juga. Alhamdulillah.

Foto di rumah makan/Resto Lamun Ombak, Padang.-
Bandara Internasional Minangkabau menyambutku. Selesai chek inn, BAB dan sholat zhuhur kamak dengan ashar. Pukul 14.10 masuk pesawat. Barengan dengan aku, sepasang pasutri yang belum lama married, mitra Fadillah di PKS, karyawan Bank Syariah Mandiri. Orangtuanya laki-laki pengurus Muhammadiyah yang waktu Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh, busnya kecelakaan. Isterinya guru bahasa Jerman di SMAN 3 Pariaman, Kuraitaji. Pesawat Sriwijaya air landing di Bandara Polonia Medan pukul 17.10 wib, naik honda rbt, naik sudaco dan sampai kembali ke Binjai.

Binjai, 09 Januari 2012
Drs. Fuad

Minggu, 08 Januari 2012

Sedikit Keterangan Tentang Foto 4 orang


Foto ini dibuat sekitar tahun 1950bsesudah berakhirnya sidang “Konfrensi Meja Bundar” (KMB) antara negara RI dan Belanda untuk kembalinya pemerintahan RI. Agresi Belanda ke-2 sebagai hasil KMB. Dimasa berhentinya tembak menembak itulah kami berempat pergi ke Padang untuk berfoto sebagai satu kenangan sehabis melalui masa darurat Agresi Belanda ke dua itu.
4 orang dalam foto itu ialah :
1. Saya Kasim Munafy yang sejak usia 13 tahun telah menurutkan aksi Gerakan Muhammadiyah yang mulai 25 oktober 1929 didirikan di Kuraitaji atas usaha alm. Kakanda H. Sd M. Ilyas (Nomor 2 dari kiri). Pada tahun 1929 didirikannya Muhammadiyah di Kuraitaji itu saya masih berumur 13 tahun dan duduk belajar di Sekolah GOEBERNEMEN (Sekolah Sambungan) dan telah masuk gerakan Kepanduan “HIZBULWATHAN” dibawah naungan Muhammadiyah. Saya masuk dalam kelompok (Regu Pengenal) membawahi 8 orang anggota pengenal (Usia 12-13 tahun). Dalam perkembangan selanjutnya setelah tamat belajar Schakel Muhammadiyah Pariaman (1934) saya diminta oleh pengurus Sekolah Aisyiyah Kuraitaji untuk menjadi guru bantu di sekolah tersebut yang waktu itu dipimpin oleh Alm. M Louth Hasan sebagai Kepala Sekolah. Dikantor Cabang Muhammadiyah Kuraitaji sepulang dari mengajar saya diberi tugas sebagai Schrijver (juru tulis pembantu) untuk menguruskan surat surat Persyarikatan. Dua tahun kemudian (mulai 1936) saya ditetapkan menjabat sebagai guru bahasa Belanda di sekolah Tsanawiyah yang dibangun juga oleh ‘Aisyiyah Cabang Kuraitaji dan bertempat juga di gedung sekolah ‘Aisyiyah (ketika itu berlokasi di tepi jalan raya, Simpang Basoka sekarang). Pada tahun 1939 saya diminta pindah ke Palembang menjabat sebagai kepala Standaar School Muhammadiyah ranting Kertapati, atas perintah orang tua “ande” karena Beliau sangsi kalau terembet bahaya perang Jepang-Belanda yang mulai tahun itu sudah tersa mulai memanas. Sampai dengan suasana Agresi Belanda ke-2 (1950) saya telah mempunyai pendirian untuk hidup sebagai orang swasta (untuk tidak menjadi pegawai). Apa dalam kegiatan militer atau sipil. Yang menjadi pokok patokan untuk mendirikan cara hidup ialah “Jangan Suka Memakan Jasa Orang Lain” sebab ada obrolan di pelanta yang mengingatkan “Kalau terbiasa mengandalkan jasa orang lain, maka lidah akan terhimpit”. Maka ditetapkan pendirian untuk berwiraswasta “dalam Mhammadiyah”. Secara bertahap disamping menjadi guru Muhammadiyah saya juga menduduki kursi Kepemimpinan dalam Persyarikatan Unggulan Alm. K. H. A. Dahlan ini. Sejak dari pimpinan Group (Ranting), Pimpinan Cabang dan terus menjabat sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Padang Pariaman (mulai tahun 1952) dalam musyawarah di Surau Tepi Air Pariaman sebelum menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Purwokerto 91953). Jabatan sebagai Ketua Daerah ini berakhir sudah harus diletakkan karena pengaruh umur. Secara resmi dinyatakan dalam Musyawarah Daerah 91992) dan resmi dilepaskan tahun 1993 bersamaan dengan juga melepaskan kerja sebagai Guru Muhammadiyah di MtsN. Pada waktu menulis catatan ini jabatan sebagai Ketua Pembangunan Gedung dan Mesjid Sejarah Muhammadiyah (merangkap sebagai Ketua Badan Takmir Mesjid) serta memegan bagian Wakaf dan Kehartabendaan PDM Padang Pariaman masih dapat dilaksanakan. Alhamdulillah, dua bangunan Muhammadiyah Kuraitaji (Mesjid mulai 1952 dan Gedung Madrasah mulai tahun 1932) saya dapat dipercayakan sebagai Ketua Pembangunan. Agaknya inilah hikmahnya dulu sehabis masa Perang Kemerdekaan saya tidak mau menjabat sebagai Pegawai Negeri itu. Dihari tua saya dapatmengujudkan berdirinya dua bangunan Muhammadiyah di desa Kuraitaji sebagai tempat kelahiran saya.
2. Alm. Kakanda H. Sd. M. Ilyas asal Kuraitaji seorang yang berjasa mendirikan Muhammadiyah (1929: yang pertama untuk daerah Padang Pariaman) setelah mempelajari seluk beluk persyarikatan Agama Islam ini langsung ke tempat mula berdirinya Yogyakarta. Sebelum masuk tahun tahun kemerdekaan, Persyarikatan ini sudah berkembang hampir kesemua pelosok daerah Kabupaten (termasuk ke daerah XII Koto wilayah tiku dan Sei. Geringging/ Batu Besar-cacang-koto muaro) dan negeri negeri dalam wilayah VII Koto (Sei. Sarik, Tandikat-Batu kalang dll). Sayangnya, khusus Daerah kecamatan Sei.Geringging keseluruhannya, Muhammadiyah ini pada umumnya tak hidup organisasi lagi, mungkin karena pengaruh lingkungan atau kekurangan kader angkatan muda. Alm. H. Sd. M. Ilyas meninggal di Jakarta. Beliau meninggalkan dua isteri dengan anak cucu yang cukup banyak yang pada umumnya mendapat pendidikan cukup baik dan berhasil menuju hidup aman tenteram. Waktu menulis kenangan ini kedua isteri beliau masih hidup (Dibawah perawatan anak cucu). Isteri pertama (Ummi H. Rohana) adik dari Dr. Tarmidzi Taher (menteri agama). Rumah tua dari H. Ummi Rohana telh diperbaharui oleh seorang Pengasuh (?)/Pengusaha wanita, usaha dari anak-anaknya. Rumah tua dari Ummi H. Nur’aini berdekatan dengan Gedung MtsN Kuraitaji, yang dipercayakan cukup baik, sedang Beliau dengan anak cucunya menetap di Jakarta.
3. Almarhum engku Oedin asal Kuraitaji, kakak ipar dari H. Sd. M. Ilyas (saudara tua dari H. Rahana SDM). Beliau dikenal juga sebagai seorang dari pemimpin Muhammadiyah Minangkabau yang konon tidak menamatkan bangku sekolah desapun (Hanya sampai di kelas II sekolah desa (Volkschool zaman Belanda). Namun beliau dikenal sebagai seorang yang cerdas dan tangkas dalam bicaranya, pandai bersilat lidah serta memahami persoalan politik. Tenaga beliau dapat dimanfaatkan Muhammadiyah dalam menghadapi politik kolonial Belanda. Beliau diminta oleh Konsul PB Muhammadiyah untuk duduk dalam kepemimpinan Muhammadiyah Minangkabau sejak masa Belanda. Dalam gerakan Pemuda Muhammadiyah Minangkabau beliau mempunyai jabatan yang sama dengan Panglima Besar Soedirman, ialah sebagai Wakil Majelis Pimpinan Pemuda Muhammadiyah (Beliau untuk Sumatera Barat dan Pak Dirman untuk daerah Magelang). Maka tidak heran waktu Indonesia di proklamirkan/merdeka dan beliau diangkat menjadi Panglima Besar TNI, maka Pak Dirman mengangkat Oedin sebagai Penasehat TNI untuk wilayah Sumatera. Dalam suasana perang Jepang beliau termasuk diantara bintang bintang Muhammadiyah Minangkabau yang mendampingi Alm. Buya AR sutan Mansur di Padang Panjangmelayarkan bahtera Muhammadiyah Minangkabau itu. Ketika itu PadangPanjang tersebut sebagai pusat Kegiatan Konsulat Muhammadiyah Minangkabau. Sejak selesainya agresi Belanda ke-2, Oedin banyak berperan dalam Muhamamdiyah untuk Republik Indonesia. Misalnya :
- Khusus diberangkatkan ke Jakarta dengan pesawat Tentera Belanda terpanggil untuk hadir disidang KNIP Malang untukmembicarakan hasil Konfrensi Meja Bundar dengan Belanda menerima pembentukan Negara Indonesia Serikat.
- Kembali dari sidang KNIP Malang Beliau mendapat surat kuasa dari Panglima Besar Soedirman untuk tugs sebagai Penasehat TNI seluruh Sumatera.
- Beliau juga menerima surat kuasa dari Pimpinan Pusat Partai Masyumi yang ketika itu masih berkantor di Yogyakarta untuk mendirikan Masyumi seluruh Sumatera.
- Dalam bidang pemerintahan beliau juga mendapat SK sebagai pegawai tinggi diperbantukan kepada Gubernur Sumatera (yang ketika itu berkedudukan di Bukittinggi), memegang dua kedudukan sebagai secretaris:
1. Sebagai sekretaris Dewan Pertahanan Partai yang ketuanya Beliau sendiri.
2. Sebagai sekretaris Masyumi Sumatera Tengah yang berkantor di muka stasiun Kereta Api Bukittinggi.
- Selesai sidang KNIP di Malang, Oedin ditetapkan sebagai Pegawai Negeri menjabat Patih Indragiri dan kemudian dipindahkan ke Sei, Penuh. Jabatan ini dipegang Beliau sampai datangnya masa kemelut PRRI.
3. Almarhum Syailendra seorang Pemuda asal Kp. Apar-Pasar Usang Batang Anai, tamatan INS Kayutanam. Aktif dalam gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Beliau terpilih untuk sebagai pimpinan partai Masyumi padang pariaman dan juga duduk sebagai wakil partai masyumi dalam DPRD Padang Pariaman. Pernah bersama beliau sebagai rombongan Pemerintah Daerah melakukan torne ke Mentawai selama16 hari. Kami bersama Bupati Padang Pariaman (Harun Arrasyid), kepala jawatan dan anggota DPD wakil wakil partai lebih kurang 50 orang dengan satu kapal khusus selama 16 hari itu menjelajahi kepulauan mentawai dengan 4 kecamatannya. Demikianlah pada tahun 1957 itu, penulis mulai mengetahui secara agak jelas bagaimana kedudukan penduduk kepulauan Mentawai yang termasuk dalam Daerah Padang Pariaman itu. Dalam perjalanan penelitian di Mentawai itu penulis berada dalam rmbongan Kepala Kesehatan Daerah yang dikepalai oleh Dr. KAVARELLI (asal Italia Kota Roma) beserta rombongannya Menteri Kesehatan Iskandar asal Kayutanam dan Bidan Nurma asal kepala Hilalang. Dalam perjalanan ke Mentawai ini penulis sengaja memakai pakaian seragam kepanuan Muhammadiyah (Hizbul Wathan) sebagai satu alat perangsang masyarakat untuk ajar kenal dengan kegiatan Muhammadiyahdari penghayatan di Mentawai ini. Hal ini kemudian penulis terapkan pada kehidupan pribadi ialah memungut anak-anak Mentawai untuk diasuh/ajar dalam pendidikan Muhammadiyah khususnya. Mulai tahun 1984 penulis memengut gadis Mentawai nama Rosmin asal Desa Sigitsi (Sipora), mulai duduk di kelas IV SD Negeri Kuraitaji, terus ke MTsN dan SMAN Pariaman. Akhirnya Rosmin dipindahkan kebawah asuhan PP/LDK Muhammadiyah Jakarta mulai tahun 1993, tinggal bersama keluarga ananda H. Anhar Burhanudin MA yang juga ketua LDK Pusat di Jakarta itu. Gadis Mentawai kedua yang penulis pungut ialah Aniarti juga dari desa Sigisi tinggal bersama penulis tiga tahun belajar di MtsN Kuraitaji. Setamat dari MtsN tidak mau belajar lagi, akhirnya pada tahun 1994 diantar ke Mentawai untuk kawin. Ia tinggal bersama pegawai asrama Mentawai di Sipora-di desa Tuepejat. Suaminya asal Mentawai juga (Pagai Selatan) bekerja sebagai penjaga asrama anak-anak Mentawai di Tuepejat/Sipora.
Demikianlah sekedar penjelasan.
Kuraitaji 10 zhulhijjah 1415 H/10 Mei 1995. Penulis Kasim Munafy

Kamis, 05 Januari 2012

Baralek Gadang

Oedin
Sungai Penuh
Sungai Penuh 10 April 1955
WA’ALAIKUM SALAM W.W
Gembira nian kami menerima surat sudara, kami batja berulang-ulang dan berganti-ganti, maklumlah karena sudah lama kita tidak bergurau, terbawa dari keadaan kita masing-masing. Diantara jang gembira itu termasuklah One, karena dalam surat sudara masih membajangkan keadaan dimasa jang lampau, sedang kami sebenarnja dalam seminggu sekurang kurangnja sekali akan ada djuga memperkatakan soal jang dahulu itu, guna djangan lupa kepada diri dan teman/sudara, kawan jang dekat, jang dahulu selapuk seketiduran di Pilubang, P. Pandjang, begitu djuga di Rambai.
Sudara Zas, kalau kita lihat dari sudut zaman pantjaroba sekarang ini, zaman manusia banjak lupa daratan, zaman gembak gembor, akan ada orang jang berkata, bahwa mendjadi pegawailah jang sangat baek, jang sangat beruntung, karena dia mendapat hidup mewah, hidup tjukup, senang, dan banjak lagi sebutan seribu satu kalimat, sehingga kelihatannja banjak sudara2 kita jang telah masuk kedalam, dan jang akan masukpun masih ada. Tapi kalau saja terangkan kepada sudara bagaimana perasaan kita jang sedang di dalam ini, mungkin djuga sudara tidak begitu pertjaja, karena saja kelihatannja masih bertahan ditempat jang sekarang, tapi baek djuga saj uraikan serba sedikit.
Sudara, alam pegawai memang berlainan dengan alam jang lain,dia mendjadi satu tradisi sendiri, didalamnja ada perasaan jang harus dipunjai oleh setiap orang mendjadi pegawai, umpama sadja, pegawai ingin naik pangkat, pegawai ingin tambah gadji, ingin mewah, ingin senang dan merasa lebih dari jang lainnja. Kalau seorang pegawai jang tidak mempunja dasar hidup dan kurang rasa agama bagi mereka, akan tjepat sekalilah dia terperosok kedalam djurang jang dalam, dan karenanja dia lupa akan dirinja, jang ber-achir mereka terdjerumus. Saja sekarang termasuk orang jang merugi, sebab tidak banjak lagi mempunjai waktu berbuat seperti jang dahulu terhadap Moehammadijah, sedang saja tidak lebih hanja orang Moehammadijah itulah, kalau pegawai lain berlagak dengan sekolah ini itu, saja hanja menjebut bahwa saja dari Moehammadijah, saja bersjukur djuga rumah tangga saja masih sebagaimana biasa, do’a dari sudara sangat saja harapkan, semoga saja tetap berpegang teguh kepada pedoman besar kita jang selama ini kita pegang teguh, jaitu AGAMA.
Oleh sebab itu, saja menghargakan pendirian sudara sekarang ini, sudara masih dapat berbuat sebagai sediakala, masih terus difron menunaikan wadjib sebagai seorang ridjal Islam,semoga sdr dapat terus sebagai sekrang ini, mudah-mudahan.
Hal keluarga, Sa’adah sekarang tidak bersekolah lagi, dan sudah mulai difikirkan supaja dianja berumah tangga, nanti tentu sudara akan dibawa berunding dalam pelaksanaannja. Sedang adiknja Safinah sekarang masih sekolah SGA negeri di Pajakumbuh, sekarang duduk di kelas II, mudah-mudahan tahun ini naik kelas. Disamping adik Safinah Fachruddin sekarang sekolah di Padang SMEA negeri, tinggal di Padang di rumah etek Noreka Pilubang, anak2 jg lain sedang di SMP Sei, Penuh.
Sudara, saja masih atjap djuga ke Pilubang, melihat famili kita di sana, Mak Leka masih dalam keadaan sehat, begitu djuga amak kita jang lain2. Tjuma amak rempeng jang agak sakit2, sudah kurang kuat beliau berdjalan, tapi tjutju jang akan dikasuh sudah ada, djadi sudah ada jang akan perintang hati. Jang agak turun corsnja ijalah etek Kema di Pasi, sadjak injik tidak ada lagi maka langanglah rumah nan gadang “SADJAK ILANG AJAM PANAIK, INDAK DJANDJANG BALULUK LAI”, sudara terntu akan maklum.
Mak Untju sekarang di Sei.Penuh pula, mendjadi Djaksa, dan kelihatannja masih segar, tapi telah tua djuga. Maka sangat baeknja kalau sudara dapat datang ke Sei. Penuh, tjoba sudara beri tahukan kepada saja, nanti saja ichtiarkan ke Padang, sama2 kita ke Kerintji, One gembira mendengar itu.
Perhubungan dengan Organisasi Moehammadijah Sumatera Tengah memang agak kurang, konperensi jang baru2 ini saja tidak lagi mendapat undangan, ada saja dengar suara dilarang oleh putjuk pimpinannja mengundang saja, sebabnja saja tahu, karena saja tidak setudju membitjarakan soal politik dalam Moehammadijah, kalau akan berpolitik silahkan dalam Masjumi. Pada tahun jang liwat 1954 saja mendapat undangan Konperensi, saja datang, ataranja banjak jang berobah, karena saja tidak setudju. Kedjadian jang demikian itu tidak pula akan merobah hubungan kakak dengan adik, hanja pendapat sadja jang berlain, sebagai jang telah berlaku djuga pada masa kita di Padang Pandjang.
Waktu dizaman Djepang, Madjlis Konsol telah dua kali ba’iah dengan beliau engku St. Mansur, bahwa segala Madjlis Konsol dimana sadja dia bertempat, dimana sadja mereka tinggal, harus mendjudjung tinggi Moehammadijah, di Ranting, Groep tjara lama, Tjabang, hendaklah mengurus Moehammadijah djuga, itulah jang saja turut, dan sampai sekarang masih bisa saja laksanakan.
Kemudian kabar tentang anak sudara si Sjam, saja gembira mendengar dirinja sudah di Djokja, semoga ters dia beladjar sehingga kita beranak orang pandai pila nanti, mak-lah awak tidak sekolah, amak dja seperti awak pulo, di-ambo itulah nan taraso, awak indak sekolah, mangadji tjaro oerang pun tidak, kok lai-laii, anaklah jang akan menebus atau memburu jang tinggal itu.
Sekianlah, dan kami menunggu kedatangan
sudara di Sei. Penuh.
Salam kami sekeluarga.
Diaturkan
Kepada sudara ZAS Moehammadijah
Bengkulu.
Oedin dan keluarga
Sei. Penuh
Sei. Penuh 14 April 1956
Wa’alaikum Salam w.w
Kepada jth.
Saudaraku Zainul ‘Abidin Sju’ib dan
Keluarga di Bengkulen
Saudara Zaz jth.
Surat saudara yang bertanggal 20 Maret/7 Sja’ban selamat kami terima tanggal 5 April 1956, tepat waktunja dengan pembubaran panitia perajaan perkawinan anak kita Sa’adah Oedin, waktu itu adinda Kasim Munafy masih di Sei. Penuh, kami batjalah surat itu berulang-ulang, isinja memang tepat benar pada sasarannja.
Saudara !, pada hari Ahad tanggal 1 April itu tertjurah djuga air mata saja, memang tidak dapat saja menahan, pagi kira djam 8 orang Pasar Sei. Penuh datang beramai ramai dengan sengadja hendak menjerahkan bingkisan, waktu upatjara penjerahan itu saja tertangis, saja teringat kepada zaman jang lampau, waktu kita sedang dilamun keadaan jang menghebat, saja tidak menjangka keadaan akan terdjadi seperti jang berlansung pada hari Minggu itu, ramai orang bukan kepalang, segenab lapisan masjarakat berdatangan, Belanda keboen Kajoe Aro lengkap datang semuanja, pendeknja sehari-harian itu tidak dapat duduk karena melajani orang dan tamu jang datang.
Selain dari kawan dan sahabat jang datang merajakan hari jang bersedjarah itu, djuga kawat kawat banjak pula jang diterima, dua puluh empar lembar jang telah sampai, datangnjapun segenap pihak, dari Gubernur Malukupun ada kawatnja mengatakan berhalangan datang, dari Djakarta, dari Djokja, dari Medan, Pekan Baru dan sekitar Sumatera Tengah, kalau surat djangan dikata lagi, semuanja kawat dan surat itu mengutjapkan selamat bagi anak kita itu, sjukurlah.
Dari Padang Pandjang datanglah engku Dt. Sinaro Pandjang dan sudara A. Malik Ahmad dengan Rohana, Mhd. Nur Sa’ad dari Priaman, djuga sanak sudara dari Batusangkar, semuanja sebelum alat telah berada di Sei. Penuh, dan kembalinja sehari sesudah alat selsai, hanja jang tidak saja terima dari Beliau E. A. R. St. Mansur, mungkin beliau banjak urusan, tapi dari tuan Junus Anis ada, dari Kasma Singodemedjopun ada, mudah-mudahan dilain hari. Guna mendjadi gembiranja sudara baek saja terangkan juga, sehari itu memotong, 1.kerbau,2.djawi.4.kambing, ajam beberapa lusin, pendeknja keluar air mata itu karena sjukur kepada Toehan Allah, semoga ni’matnja ini ditetapkannja, amin.
Sebagai tambahan, anak kita dari Pilubang berdua dengan amai djuga datang, beliaupun turut bersjukur, dan djuga tidak mengira jang demikian itu.
Sekarang selesai satu kewadjiban, anak kita Sa’adah telah mempunyai djundjungan hidup, pagi2 hari Djum’at dua hari sebelum perajaan dia telah saja nasehati, dia menangis mendengar nasehat itu, saja katakan kepadanja, bahwa ajahnja tidak akan menangis lagi, sebab air matanja sudah kering, karena sering menangis sewaktu dia masih ketjil. Kemudian datang pula surat dari sudara, ber-ulanglah saja menangis, sebab isinja tepat nian, bertambah sadar saja kepada kedjadian itu.
Demikianlah verslah ringkas, semoga menambah rapat perhubungan ananda Sa’adah dengan Pa’itoknja.
Salam dan ma’af kami.
Oedin

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops