Lencana Facebook

Sabtu, 16 Oktober 2010

Buya Oedin dan Pangsar Soedirman

Adalah kebiasaan yang dijaga betul, jika sholat maqrieb itu berjemaah. Demikian juga malam itu. Bertindak sebagai imam, Buya sementara makmumnya saya, Fadillah dan di shaf perempuan ada One dan Tachi. Selesai masing-masing membaca al quran, acara rutinitas malam di simpang kurai taji adalah makan malam. Gelar tikar di lantai papan. Buya mengambil posisi menyender ke dinding, di kanan beliau One, Tachi, saya dan Fadilah. Kadang ikut juga Inak (kakak One). Menu malam itu, lumayan nikmat. Samba uok. Cabe, bawang dan tomat di kukus kemudian digiling kasar diberi minyak goring dan ikan teri yang digongseng. Hmmm hm, nikmat sekali rasanya.
Waktu berputar terus seiring selesainya aktivitas rutin malam itu. Bakda isya yang juga dilaksanakan berjemaah di rumah (karena posisi mesjid lumayan jauh) dan penerangan listerik belum ada, Buya kembali duduk, kali ini sambil berselonjor.
“Dek, Adek tahu siapa itu Soedirman ?”. Beliau Buya Oedin bertanya padaku.
“Bapak TNI Buya, Panglima Besar Soedirman”.
“Ya……..Buya juga berteman akrab dengan Beliau”’ Kami sama-sama di WMPM”.
“Apa itu WMPM Buya” Aku menyela pembicaraan Beliau.
“Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah”
“Oooooooooo”
“Waktu itu, dalam suatu permusyawarahan, kami sama-sama we-o (walk out) karena tidak sependapat dengan musyawarah. Soedirman WMPM Banyumas, Buya WMPM dari Pariaman”. Jadi karena sama-sama we-o itu kami jadi akrab dan terus terbawa sampai beberapa tahun setelah itu”.
“Bagaimana ceritanya Buya”
“Ketika beberapa tahun kemudian, Buya di Jakarta. Buya sedang bersepeda sendirian, tiba-tiba sebuah sedan memepet Buya ke pinggir. Dari sedan, turun seorang laki-laki yang nampak berwibawa.”.
Wajah Buya terlihat serius. Seolah Beliau berupaya membongkar kenangan manis itu untuk ditumpahkan ke saya. One, Tachi dan Fadillah, termasuk juga saya seolah tak sabaran menunggu kelanjutan ceritanya. Buya sempat berakrab ria dengan Pangsar Soedirman. Khan hebat. Anak yang tidak tamat sekolah rakyat, pernah berakrab ria dengan Bapak TNI.
“Bung kenal siapa saya” Tanya orang yang turun dari mobol sedan tadi.
“Kenal”, jawab Buya memandang tajam ke sipenanya.
“Siapa ?”
“Soedirman”
“Bukan, tapi Panglima Besar Jendral Soedirman”.
Tak mau kalah, Buya mengulang pertanyaan yang sama.
“Bung kenal sama saya”
“Oedin”
“Bukan, Oedin, Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah Pariaman”
Mendengar jawaban Buya demikian, Soedirman tertawa terbahak-bahak sambil merangkul Buya dengan erat. Setelah berbasa basi sejenak, akhirnya Buya diundang ke singgah ke rumah Beliau. Apa jawab Buya.
“Saya, kalau yang mengundang Panglima Besar Soedirman, saya tidak mau. Karena rumahnya pasti dijaga oleh sekuriti”
“Jangan begitu Bung, ini yang mengundang Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah (WMPM dari Banyumas)”. Jawab Soedirman meyakinkan.
“Kalau Soedirman WMPM yang mengundang, saya setuju. Tapi bagaimana dengan sepeda ini ?”
“Ahhh itu perkara mudah”
Oleh Soedirman lewat supirnya sepeda itu dititipkan ke masyarakat dekat situ. Satu toko keturunan Tionghoa dengan sangat senang hati menerima titipan sepeda itu. Bayangkan, yang menitipkan barang Panglima Besar Soedirman. Kan suatu kehormatan yang sangat. Masyarakat yang melihat kejadian itu, membubarkan diri segera setelah mobil yang membawa mereka pergi.
Begitu memasuki pekarangan rumah Pangsar Soedirman, Beliau Jenderal Soedirman sudah bersorak yang ditujukan ke isteri Beliau.
“Ini dia, ini dia Bung Oedin yang pernah saya ceritakan itu “.
Rupanya, pertemanan Soedirman-Oedin yang sesaat, diawali dalam permusyawaratan WMPM sangat berkesan oleh Soedirman. Terbukti karena Soedirman juga menceritakan kejadian itu dengan isterinya.
“Begitulah Dek, carito Buya tentang bakawan jo Soedirman tu”
“Salanjuiknya baa lai Buya”
“Dalam kesempatan lain, katiko Buya ka pulang baliak, Buya dititipkan surek oleh Beliau. Surat dengan amplop tertutup itu harus Buya berikan kepada peserta rapat di Bukit Tinggi”.
Bukit tinggi…………………dalam satu kesempatan, Buya menyampaikan surat dengan amplop tertutup itu ke pimpinan rapat. Ketika surat itu dibuka dan begitu tahu apa isinya, pimpinan rapat hanya bias geleng-geleng kepala.
“Hebat Bung Oedin ini, kami rapat di sini pusing untuk mencari siapa yang menjadi pimpinan, datang-datang Bung Oedin menyerahkan surat ini. Bung tahu isi surat ini ?” Buya menggeleng. Karena dia memang tidak mengetahui apa isinya. Ternyata isinya SURAT PENGANGKATAN OEDIN MENJADI KEPALA POLISI SUMATERA TENGAH”
“Itulah Dek, carito Buya jo Soedirman tu. Bisuak kito sambuang lai. Buya ka lalok. Jan lupo matikan lampu stromkeng (lampu petromat, pen).
Buya melangkah menuju kamar tidurnya. Posisi kamar tidurnya di belakang, sebelah kiri rumah yang memanjang itu. Ukurannya tidak besar, tapi cukup menerima tempat tidur dan dua lemari serta satu meja kecil.

06 Oktober 2010
“Saya kisahkan kembali berdasarkan apa yang masih saya ingat dari cerita Beliau Buya Oedin ketika saya duduk di kelas III SMP Negeri III Pariaman tahun 19791980.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops