Lencana Facebook

Jumat, 20 Januari 2012

Seminggu di Padang

Jum’at sore, 23 Desember 2011, iseng kutanya di Paranoma travel, ada tidak tiket promosi pesawat Medan-Padang untuk 25 Desember dan atau 26 Desember. Pegawainya setelah mencek mengatakan ada, lion pukul 05.30, rp 380 rb sementara sriwijaya rp 400 ribu untuk pukul 16.00 wib. Terimakasih, jawabku seraya meninggalkan Panorama travel yang terletak di komplek pertokoan Ramayana Binjai tersebut. Dirumah, niatku ke Padang kusampaikan ke isteriku, tentang keinginanku pergi ke Padang. Ada dua alasan yang kuajukan,
1. Mengurus tanah “peninggalan” di Gunung Panggilun, Padang.
2. Mencari reverensi tulisan untuk melengkapi data pembuatan biografi Buya Oedin.
Alhamdulillah, isteriku mengizinkan dengan harapan mudah-mudahan urusan tanah selesai dan ada “jatah” buat kami. Sabtu sore, aku ke Panorama Travel, waduuhhh, sudah tutup. Aku segera ke travel lain, yakni Formula Travel. Waduhhh, tiketnya meledak rp 525.000,- GILAAAAAAAAAAA.
Apa boleh baut, ehh apa boleh buat, ambillah. Berangkat tanggal 26 Desember, Senin dengan Sriwijaya air. Karena kegoblokan dan mau maunya digoblokin, jam 14.00 sudah chek in. Padahal pesawatnya take off pukul 16.00. walah walahhhhh.
Sebelum berangkat, aku sempat nitip hadiah ultah buat bungsuku, Fajrul Azmi Syahputra yang berultah tanggal 27 Desember lalu. Sekedar uang jajan. Demikian juga untuk abangnya Teguh Maliki Ramadhan dan Dika alias Fadlun Rahmandika. Demikian juga untuk mamanya, sekedar tambahan beli cemilan sore-sore. Pukul 17.05 Sriwijaya air mendarat dengan manis di Bandara Internasional Minangkabau. Uni, kakakku dari Kisaran, ngebell. Rumahnya kemasukan lagi tamu tak diundang. Dari Bandara Internasional Minangkabau, kuputuskan ke Pariaman dulu, tempat Fadillah. Dengan Damri Bandara aku keluar sampai kesimpang yang ternyata tidak begitu jauh (Pengalaman untuk yang akan datang) dan dari simpang naik Alisma ke Pariaman. Fadilah menjemput aku di Simpang Tabuik. Makan malam dulu, ikan bakar dan beli kue bika, langsung ke Padang Kunik, Padusunan, rumah Fadilah. Istirahat.
Selasa pagi, 27 Desember angin kencang dan hujan melanda lokasi tempat tinggal Fadillah, ada badai katanya. Di Batam (menurut Tuti Sri Rahayu), malah ada rumah pinggir laut yang rubuh. Niat naik kereta api Pariaman – Padang, batal. Menjelang siang bareng Fadillah ke rumah anak Engku Kasim Munafy melacak informasi. Awalnya mau ke rumah Buya Johar Muis, mengklarifikasi sambutan Beliau saat Mak Unchu (Sumarman Oedin) meninggal, “Bung Karno pernah menjadi Sekretaris Buya dalam rapat internal Muhammadiyah di Bengkulu”. Ternyata beliau di Jakarta. Dari anak engku Kasim Munafy, aku dapat nomor HP buya Johar. Setelah sms-an, aku telepon Beliau. Sekilas beliau menjelaskan sedikit hubungan Buya Oedin dan Bung Karno. Setelah makan siang, bareng Fadillah berangkat dan singgah dulu ke DPD PKS Pariaman, niatnya naik kereta api pukul 16.00 dari Pariaman ke Padang. Ternyata ada yang mau ke Padang naik mobil pribadi dan perlu juga teman bicara. Akhirnya aku barengan dengannya. Aktifis juga rupanya, pernah di PWM Muhammadiyah Majelis Dikdasmen, sayangnya beliau tak pernah mendengar tentang Buya Oedin. Aduhhh. Setelah diperlihatkan beberapa referensi, beliau termangu. Menjelang pukul 18.00 sore, sampai di Wisma Indah, akhirnya sampai ke rumah Tachi. Unchu lagi belajar, Tachi lagi baca al qur’an. Malam, bakda isya aku mampir ke rumah Leni, sepupu sahabat istimewaku es em pe, Tuti Sri Rahayu. Menurut informasi, mamanya Tuti lagi di sana. Sayang, enggak ketemu karena Beliau istirahat. Sebelumnya menjelang Isya, isteriku ngingatin bahwa hari itu si Bungsu Ultah. Langsung ku sms. Malam itu, istirahat dengan damai, lantai dua.
Rabu pagi, bakda shubuh kami jalan keliling bareng Tachi dan Unchu. Mencari ikan segar melalui nelayan yang baru pulang melaut. Tidak banyak, karena musim badai. Air laut beberapa hari ini pasang dan meluap sampai ke jalan di depan rumah. Rumah yang ditempati Tachi ini asyiiik. Dekat dengan laut, dekat dengan Universitas Bung Hatta. Setelah dapat ikan, kami sarapan. Ternyata ikannya enggak bisa dimasak, masalahnya tabung gasnya kosong. Oleh tachi ikan itu diserahkan saja ke anak kos di rumah itu. Setelah mandi, aku langsung ke Perpustakaan, naik angkot. Ternyata lokasi perpustakaannya sudah pindah. Perpustakaan lama rata dihantam gempa tempo hari. Kuputuskan ke PWM, mencari buku Muhammadiyah dari Masa ke Masa di Sumatera Barat yang tanpa sengaja kubaca di Elsa Elsi (?) Blog tulisan tentang Buya Marjohan. Di PWM Sumatera Barat, awalnya aku tidak menemukan apa yang kuharapkan. Ternyata buku itu sudah tidak ada lagi gantinya buku Muhammadiyah di Minangkabau tulisan Buya Marjohan dan Buya R. Khatib Pahlawan Kayo. Buku itu ada, dan penerbitnya Suara Muhammadiyah Yogya. Langsung kuhubungi Mbak Wiji di Yogya. Dari Beliau aku dapat nomor telepon Buya Marjohan. Setelah sms-an dan berhubungan aku dapat nomor telepon Buya Khatib yang akhirnya aku dapat juga email Beliau. Di toko buku komplek Mesjid Taqwa Muhammadiyah di Padang itu, fadil menelepon aku. Janjian ketemu di BPN. Dia barengan sama Unchu dan Tachi. Dari toko buku ini, aku membeli satu buku tulisan Buya Marjohan dengan Buya R. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammadiyah di Minangkabau. Di situ ada juga tulisan tentang Buya Oedin.
Achirnya ketemuan kami di BPN. Setelah mendapat informasi yang signifikan, disepakati tanah akan diurus lewat teman kuliah Unchu, Syaiful Azri yang juga Notaris. Dari BPN, melihat lokasi tanah dan makan siang di komplek Pasar Alai Padang. Makannya nikmat sekali. Berasnya beras solok. Selesai makan siang, kembali ke Wisma Indah. Selesai istirah sebentar, aku barengan ke perpustakaan di komplek GOR Agus Salim, Padang. Fadilah dan Tachi ke Pasar, sementara Unchu main badminton.
Di perpustakaan, beberapa referensi kubaca. Ada satu buku yang banyak menyebut nama Oedin, yakni buku tulisan Buya HAMKA, Perjalanan Hidupku. Menjelang masuk waktu Ashar dan jam kunjungan perpustakaan berachir, kubell Fadil. Masih sama Tachi dia. Janjian ketemu di Mesjid Taqwa Muhammadiyah Pasar Raya Padang. Setelah menikmati cendol durian, kami pulang bareng. Tachi turun duluan. Mau beli cabe dia. Aku turun kedua dan Fadil langsung ke Pariaman.
Kamis pagi, tachi dan unchu ke Bukititnggi. Aku diajak, niatnya ke Perpustakaan di Padang Panjang. Ada teman smp disitu. Nurfahmi Wiastuti. Kutelepon dia, niatnya biar ketemu. Sayangnya dia mau ke Pekanbaru. Aku batal ikut. Tinggalah aku sendirian. Selesai sarapan, aku kembali ke Perpustakaan. Dari satu buku tentang Pariaman, aku berkenalan dengan penulisnya. Bahkan malam itu juga silaturahmi ke rumahnya di Siteba, berboncengan dengan anak kos di rumah Tachi. Beliau Bagindo Armaidi Tanjung, S.SOS. Tulisan beliau tentang Kota Pariaman, tapi tak satupun nama Oedin masuk. Demikian juga buku Beliau Sejarah Perjuangan Rakyat Padang Pariaman dalam Perang Kemerdekaan 1945-1950, tidak satupun nama Buya Oedin ada, kecuali cuma keterlibatan Beliau di Fron Pertahanan Nasional bareng HAMKA, Rasuna Said, Karim Halim dan Chatib Suleiman. Dari beliau saya dapat souvenir 4 buku tulisan beliau. Pulang dari Siteba, singgah di lesehan pinggir jalan, makan Ketan dengan Durian. Duriannya besar sekali, harganya saja rp. 40 ribu setelah ditawar akhirnya deal rp. 30 rb. Makan berdua tidak habis. Pulang istirahat terganggu karena Tachi dan Unchu belum pulang. Sore harinya, Iseng, kutanyakan ke travel di komplek Wisma Indah, PT Kanos Minang tours and Travel, tiket promo Padang-Medan. Rp 352.000 naik Sriwijaya. Tanpa pikir panjang lansung aku booking. Berangkat tanggal 01 Januari 2012. Tidak terasa satu tahun juga aku di Padang. Sebelumnya, sempat menikmati jus pokat favoritku ditemani sepiring mie goreng hangat, menikmati serunya sore-sore ditepi laut.
Jum’at pagi, mengejar kereta api pagi ke Pariaman. Bakda shubuh, Wisma Indah tepi laut kutelusuri. Dengan angkot ke stasiun kereta api di Tabing. Dari Tabing naik kereta api ke Kuraitaji. Duduk dimeja ruangan resto yang nyaman, semeja dengan H. Murlis Muhammad, SH.Mhum, salah seorang staf di Dinas Perikanan dan Kelautan (?) di Pariaman. Ternyata beliau juga penulis dan mantan camat 2 periode dan 2 lokasi. Orangnya smart. Sampai di lubuk alung, ku bell Marjohan teman se es em pe di SMP Negeri 3 Pariaman. Di stasiun kereta api Kuraitaji, Marjohan tidak ada. Aku buang air kecil di kamar mandi Mesjid Sejarah Muhammadiyah Kuraitaji, Marjohan ngebell aku dan menyusul ke mesjid. Barengan kami sarapan katupek gulai jangek. Marjohan sempat ngebell Nia Daniati nya SMP 3 Pariaman versi Marjohan yakni Tuti Sri Rahayu. Dari situ, terus ke rumah si Apuak Jasril. Sempat ngebell Afnan. Menjelang siang, kami bubaran. Marjohan panen. Aku janji ketemu Fadil di Mesjid tapi lauik setelah aku singgah ke perpustakaan di tapi lauik itu dan MEMINJAM buku karangan Bagindo, Sejarah Perjuangan Rakyat Padang Pariaman. Agak lama juga menunggu Fadil. Bakda sholat Jum’at, makan bareng dengan teman teman Fadill, anggota Dewan dari PKS disebelah kantor DPD PKS Pariaman. Tak disangka, aku dapat sms dari Buya Khatib menanggapi email yang kukirim kemaren. Beliau bercerita sekilas tentang Buya Oedin dan referensinya ada di rumah Beliau. Setelah kuhubungi, ternyata rumah Beliau di Tabing, di belakang Asrama Haji Tabing. Aku janji besok ketemu di rumah beliau, karena aku akan naik kereta api pagi ke Padang. Sampai menjelang Maqrib di sana. Istirahat di rumah Fadill.
Sabtu pagi, selesai sarapan naik ojeg ke Kuraitaji. Niatnya naik kereta api ke Padang. Di balai kuraitaji, kulihat mobil Pak Camat. Kubell. Ternyata dia ngeteh di warung depan mesjid sejarah Muhammmadiyah. Akupun ikut nimbrung. Setelah minum teh plus sarapan kedua, aku langsung ke stasiun kereta api. Munardi kutelepon, janji mau nyusul ke stasiun, ternyata tidak ada. Hampir pukul 11.00 kereta api sampai ke Tabing, naik angkot, turun di depan gerbang asrama haji dan setelah bertanya, langsung mampir ke rumah Buya Khatib. Dari beliau, aku mendapat buku tulisan beliau dan referensi perjuangan Buya Oedin yang ditulis Drs. Paman, NIP 1700003453 berjudul ”Sejarah Perjuan Oedin Selaku Perintis Perjuangan Kemerdekaan”. Menurut Buya Khatib, penulis draf ini terakhir sebagai Kepala Dinas Sosial di Tanah Datar (?). draf dimaksudkan untuk kelengkapan data diakuinya sepak terjang Beliau Buya Oedin sebagai Perintis Perjuangan Kemerdekaan RI untuk daerah Pariaman khususnya dan Sumatera Tengah umumnya. SK tersebut telah turun. Setelah berfoto yang diambil isteri beliau yang juga dosen, aku pamit dan berjanji memulangkan buku yang dipinjaminya nanti sore.





Buya Khatib menuliskan sesuatu di buku yang Beliau berikan ke aku dan menandatangi buku tersebut.-










Aku dan Buya Khatib, dipojok depan rumah Beliau, 31 Desember 2011. Foto diambil isteri Beliau disela kesibukannya melayani mahasiswi yang perlu bimbingan Beliau.-Isteri beliau mengaku bahwa dia adalah Kader Safinah Oedin, Tante Ning (adik ibuku). Beliau kaget dan tidak menyangka kalau Tante Ning sudah meninggal.









Fotoku hari terakhir di bibir laut sekitar Wisma Indah Padang, beberapa saat setelah azan Maqrib berkumandang.-






. Sesampai di Wisma Indah, aku sibuk cari rental di sekitar Kampus Bung Hatta, ternyata tidak ada yang mau menerima ketikan. Akhirnya aku foto copy saja rangkap dua, satu untuk Tachi. Waktu dirumah, saat Tachi dan Unchu keluar untuk beli oleh-oleh, sebagian bahan sudah kuketik ke blog aku, eh ketika di save ternyata tidak nyambung internetnya. Kesel banget gue. Dengan honda revo anak kost, kukembalikan bahan-bahan yang kupinjam. Ada juga niat ke rumah ibu Septimaharni, guru favorit kami waktu di SMP. Sudah menjelang ke rumah beliau, aku balik arah. Masalahnya, nggak enak juga bersilaturrahmi tangan kosong. Menjelang magrib, akhir tahun 2011 itu aku sengaja sholat maqribnya dilambatkan, demi menikmati sunset akhir tahun di belakang Universitas Bung Hatta. Sayang, mataharinya malu-malu. Dia bersembunyi dibalik awan yang tipis. Malam menyelimuti muara sungai sekitar Wisma Indah. Ada beberapa orang yang memancing. Ada beberapa pasangan muda yang menikmati senja menjelang malam itu. aku beli sate. Lumayan nikmatnya. Puas menikmati hembusan angin menjelang malam, selesai sholat maqrib dijamak dengan isya, pulang, makan malam, nonton tv dan sliping. Tuti Sri Rahayu menikmati malam akhir tahun diatas perahu sambil menonton gebyarnya kembang api akhir tahun di Singapura. Suara hingar bingar mercun dan kembang api tidak menghalangi tidur istirahku malam akir dan awal tahun baru itu.
Minggu, 1 januari 2012, selesai sholat malam dan sambung shubuh, aku sambung lagi istirahnya. Dengan berjala kaki, aku sarapan ketupat gulai paku favoritku dan membelikan 2 bungkus untuk Tachi dan Unchu. Aku kembali istirah dan istirah. Menjelang pukul 11.00 tachi dan unchu standby, menghantarku ke Bandara Internasional Minangkabau. Sebelum ke Bandara, Tachi mengarahkan Unchu ke Lamun Ombak, Rumah Makan dan Resto, untuk makan siang. Pas betul waktunya, karena aku niat minta singgah ke rumah makan untuk beli nasi bungkus agar dinikmati di bandara. Di rumah makan lamun ombak kawasan jalan Khatib Sulaiman, kami makan lesehan. Ehemmm, makan siang pertama diawal tahun. Lamun Ombak. Sempat kuimpikan beberapa waktu sebelumnya, bisa tidak makan di sini, di Lamun Ombak. Lokasinya cukup banyak. Akhirnya bisa juga. Alhamdulillah.

Foto di rumah makan/Resto Lamun Ombak, Padang.-
Bandara Internasional Minangkabau menyambutku. Selesai chek inn, BAB dan sholat zhuhur kamak dengan ashar. Pukul 14.10 masuk pesawat. Barengan dengan aku, sepasang pasutri yang belum lama married, mitra Fadillah di PKS, karyawan Bank Syariah Mandiri. Orangtuanya laki-laki pengurus Muhammadiyah yang waktu Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh, busnya kecelakaan. Isterinya guru bahasa Jerman di SMAN 3 Pariaman, Kuraitaji. Pesawat Sriwijaya air landing di Bandara Polonia Medan pukul 17.10 wib, naik honda rbt, naik sudaco dan sampai kembali ke Binjai.

Binjai, 09 Januari 2012
Drs. Fuad

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops