Lencana Facebook

Senin, 03 Januari 2011

FATWA MAJELIS TARJIH DAN TAJDID PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NO. 6/SM/MTT/III/2010 TENTANG HUKUM MEROKOK

Menimbang
1. Bahwa dalam rangka partisipasi dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat semaksimal mungkin dan penciptaan lingkungan hidup sehat yang menjadi hak setiap orang, perlu dilakukan penguatan upaya pengendalian tembakau melalui penerbitan fatwa tentang hukum merokok;
2. Bahwa fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang diterbitkan tahun 2005 dan tahun 2007 tentang Hukum Merokok perlu ditinjau kembali;
Mengingat : Pasal 2, 3, dan 4 Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No.08/SK-PP/I.A/8.c/2000;
Memperhatikan:
1. Kesepakatan dalam Halaqah Tarjih tentang Fikih Pengendalian Tembakau yang diselenggarakan pada hari Ahad tanggal 21 Rabiul Awal 1431 H yang bertepatan dengan
07 Maret 2010 M bahwa merokok adalah haram;
2. Pertimbangan yang diberikan dalam Rapat Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada hari Senin 22 Rabiul Awal 1431 H yang bertepatan dengan 08
Maret 2010 M,
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
FATWA TENTANG HUKUM MEROKOK
Pertama : Amar Fatwa
1. Wajib hukumnya mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya suatu kondisi hidup sehat yang merupakan hak setiap orang dan merupakan bagian dari tujuan syariah .
2. Merokok hukumnya adalah haram karena:
a. merokok termasuk kategori perbuatan melakukan khabaits yang dilarang dalam Q. 7: 157,
b. perbuatan merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara perlahan sehingga oleh karena itu bertentangan dengan larangan al-Quran dalam Q. 2: 195 dan 4: 29,
c. perbuatan merokok membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan asap rokok sebab rokok adalah zat adiktif dan berbahaya sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi dan oleh karena itu merokok bertentangan dengan prinsip syariah dalam hadis Nabi saw bahwa tidak ada perbuatan membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain,
d. rokok diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur racun yang membahayakan walaupun tidak seketika melainkan dalam beberapa waktu kemudian sehingga oleh karena itu perbuatan merokok termasuk kategori melakukan suatu yang melemahkan sehingga bertentangan dengan hadis hadis Nabi saw yang melarang setiap perkara yang memabukkan dan melemahkan.
e. Oleh karena merokok jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang terkena paparan asap rokok, maka pembelajaan uang untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir (pemborosan) yang dilarang dalan Q. 17: 26-27,
f. Merokok bertentangan dengan unsur-runsur tujuan syariah, yaitu perlindungan agama perlindungan jiwa/raga , perlindungan akal), perlindungan keluarga), dan perlindungan harta.
3. Mereka yang belum atau tidak merokok wajib menghindarkan diri dan keluarganya dari percobaan merokok sesuai dengan Q. 66: 6 yang menyatakan,
      

 “Wahai orang-orang beriman hindarkanlah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
4. Mereka yang telah terlanjur menjadi perokok wajib melakukan upaya dan berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk berhenti dari kebiasaan merokok dengan mengingat Q. 29: 69,
   •   •    
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,”
dan Q. 2: 286,
      
“Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya; ia akan mendapat hasil apa yang ia usahakan dan memikul akibat perbuatan yang dia lakukan;” dan untuk itu pusat-pusat kesehatan di lingkungan Muhammadiyah harus mengupayakan adanya fasilitas untuk memberikan terapi guna membantu orang yang berupaya berhenti merokok.
5. Fatwa ini diterapkan dengan mengingat prinsip (berangsur), (kemudahan), dan tidak mempersulit.
6. Dengan dikeluarkannya fatwa ini, maka fatwa-fatwa tentang merokok yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dinyatakan tidak berlaku.
Kedua: Tausiah
1. Kepada Persyarikatan Muhammadiyah direkomendasikan agar berpartisipasi aktif dalam upaya pengendalian tembakau sebagai bagian dari upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan dalam kerangka amar makruf nahi munkar.
2. Seluruh fungsionaris pengurus Persyarikatan Muhammadiyah pada semua jajaran hendaknya menjadi teladan dalam upaya menciptakan masyarakat yang bebas dari bahaya rokok.
3. Kepada pemerintah diharapkan untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) guna penguatan landasan bagi upaya pengendalian tembakau dalam rangka pembangunan kesehatan masyarakat yang optimal, dan mengambil kebijakan yang konsisten dalam upaya pengendalian tembakau dengan meningkatkan cukai tembakau hingga pada batas tertinggi yang diizinkan undang-undang, dan melarang iklan rokok yang dapat merangsang generasi muda tunas bangsa untuk mencoba merokok, serta membantu dan
memfasilitasi upaya diversifikasi dan alih usaha dan tanaman bagi petani tembakau.

Difatwakan di Yogyakarta, Senin,
22 Rabiul Awal 1431 H /08 Maret 2010 M,
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua, Sekretaris




Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA Drs. H. Dahwan, M. Si








Lampiran Fatwa No. 6/SM/MTT/III/2010
DALIL-DALIL FATWA
A. al-Muqaddim±t an-Naqliyyah(Penegasan Premis-premis Syariah)
1. Agama Islam (syariah) menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan Khabaits (segala yang buruk), sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran,

     

Artinya: “… dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … … … [Q. 7:157].
2. Agama Islam (syariah) melarang menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan
perbuatan bunuh diri sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran,

            •    

Artinya: Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik [Q. 2: 195].
     •     

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu [Q. 4: 29].
3. Larangan perbuatan mubazir dalam al-Quran,
         •  •          

Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros, karena sesungguh para pemboros adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar pada Tuhannya[Q 17: 26-27].
4. Larangan menimbulkan mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan pada orang lain dalam hadis riwayat Ibn Majah, Ahmad, dan Malik,

Artinya: Tidak ada bahaya terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain
[HR Majah, Ahmad, dan Malik].
5. Larangan perbuatan memabukkan dan melemahkan sebagaimana disebutkan
dalam hadis,
Artinya: Dari Ummi Salamah bahwa Rasulullah saw melarang setiap yang memabukkan dan setiap yang melemahkan [HR Ahmad dan Abu Daud]
6. Agama Islam (syariah) mempunyai tujuan (maqaaid asy-syar‘ah) untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia. Perwujudan tujuan tersebut dicapai melalui perlindungan terhadap agama), perlindungan terhadap jiwa/raga), perlindungan terhadap akal, perlindungan terhadap keluarga, dan perlindungan terhadap harta. Perlindungan terhadap agama dilakukan dengan peningkatan ketakwaan melalui pembinaan hubungan vertikal kepada Allah SWT dan hubungan horizontal kepada sesama dan kepada alam lingkungan dengan mematuhi berbagai norma dan petunjuk syariah tentang bagaimana berbuat baik terhadap Allah, manusia dan alam lingkungan. Perlindungan terhadap jiwa/raga diwujudkan melalui upaya mempertahankan suatu standar hidup yang sehat secara jasmani dan rohani serta menghindarkan semua faktor yang dapat membahayakan dan merusak manusia secara fisik dan psikhis, termasuk menghindari perbuatan yang berakibat bunuh diri walaupun secara perlahan dan perbuatan menjatuhkan diri kepada kebinasaan yang dilarang di dalam al-Quran. Perlindungan terhadap akal dilakukan dengan upaya antara lain membangun manusia yang cerdas termasuk mengupayakan pendidikan yang terbaik dan menghindari segala hal yang yang bertentangan dengan upaya pencerdasan manusia. Perlindungan terhadap keluarga diwujudkan antara lain melalui upaya penciptaan suasana hidup keluarga yang sakinah dan penciptaan kehidupan yang sehat termasuk dan terutama bagi anak-anak yang merupakan tunas bangsa dan umat. Perlindungan terhadap harta diwujudkan antara lain melalui pemeliharaan dan pengembangan harta kekayaan materiil yang penting dalam rangka menunjang kehidupan ekonomi yang sejahtera dan oleh karena
itu dilarang berbuat mubazir dan menghamburkan harta untuk hal-hal yang tidak berguna dan bahkan merusak diri manusia sendiri.
B. (Penegasan Fakta Syar’i)
1. Penggunaan untuk konsumsi dalam bentuk rokok merupakan 98 % dari pemanfaatan produk tembakau, dan hanya 2 % untuk penggunaan lainnya.
2. Rokok ditengarai sebagai produk berbahaya dan adiktif serta mengandung 4000 zat kimia, di mana 69 di antaranya adalah karsinogenik pencetus beberapa zat berbahaya di dalam rokok tersebut di antaranya tar, sianida, arsen, formalin, karbonmonoksida, dan nitrosamin. Kalangan medis dan para akademisi telah menyepakati bahwa konsumsi tembakau adalah salah satu penyebab kematian yang harus segera ditanggulangi. Direktur Jendral WHO, Dr. Margaret Chan, melaporkan bahwa epidemi tembakau telah membunuh 5,4 juta orang pertahun lantaran kanker paru dan penyakit jantung serta lain-lain penyakit yang diakibatkan oleh merokok. Itu berarti bahwa satu kematian di dunia akibat rokok untuk setiap 5,8 detik. Apabila tindakan pengendalian yang tepat tidak dilakukan, diperkirakan 8 juta orang akan mengalami kematian setiap tahun akibat rokok menjelang tahun 2030.5 Selama abad ke-20, 100 juta orang meninggal karena rokok, dan selama abad ke-21 diestimasikan bahwa sekitar 1 milyar nyawa akan melayang akibat rokok.
3. Kematian balita di lingkungan orang tua merokok lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua tidak merokok baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Kematian balita dengan ayah perokok di perkotaan mencapai 8,1 % dan di pedesaan mencapai 10,9 %. Sementara kematian balita dengan ayah tidak merokok di perkotaan 6,6 % dan di pedesaan 7,6 %. Resiko kematian populasi balita dari keluarga perokok berkisar antara 14 % di perkotaan dan 24 % di pedesaan. Dengan kata lain, 1 dari 5 kematian balita terkait dengan perilaku merokok orang tua. Dari angka kematian balita 162 ribu per tahun (Unicef 2006), maka 32.400 kematian dikontribusi oleh perilaku merokok orang tua.
4. Adalah suatu fakta bahwa keluarga termiskin justeru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi daripada kelompok pendapatan terkaya. Angka-angka SUSENAS 2006 mencatat bahwa pengeluaran keluarga termiskin untuk kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit serius seperti kanker paru-paru daripada bukan perokok. Tidak ada rokok yang “aman.” Inilah pesan yang disampaikan lembaga kesehatan masyarakat di Indonesia dan di seluruh dunia. Para perokok maupun calon perokok harus mempertim
bangkan pendapat tersebut dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan merokok,” membeli rokok mencapai 11,9 %, sementara keluarga terkaya pengeluaran rokoknya hanya 6,8 %. Pengeluaran keluarga termiskin untuk rokok sebesar 11,9 % itu menempati urutan kedua setelah pengeluaran untuk beras. Fakta ini memperlihatkan bahwa rokok pada keluarga miskin perokok menggeser kebutuhan makanan bergizi esensial bagi pertumbuhan balita. Ini artinya balita harus memikul risiko kurang gizi demi menyisihkan biaya untuk pembelian rokok yang beracun dan penyebab banyak penyakit mematikan itu. Ini jelas bertentangan dengan perlindungan keluarga dan perlindungan akal (kecerdasan) dalam maqaaid asy-syar‘ah yang menghendaki pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pengembangan kecerdasan melalui makanan bergizi.
5. Dikaitkan dengan aspek sosial-ekonomi tembakau, data menunjukkan bahwa peningkatan produksi rokok selama periode 1961-2001 sebanyak 7 kali lipat tidak sebanding dengan perluasan lahan tanaman tembakau yang konstan bahkan cenderung menurun 0,8 % tahun 2005. Ini artinya pemenuhankebutuhan daun tembakau dilakukan melalui impor. Selisih nilai ekspor daun tembakau dengan impornya selalu negatif sejak tahun 1993 hingga tahun 2005. Selama periode tahun 2001-2005, devisa terbuang untuk impor daun tembakau rata-rata US$ 35 juta.11 Bagi petani tembakau yang menurut Deptan tahun 2005 berjumlah 684.000 orang, pekerjaan ini tidak begitu menjanjikan karena beberapa faktor. Mereka umumnya memilih pertanian tembakau karena faktor turun temurun. Tidak ada petani tembakau yang murni; mereka mempunyai usaha lain atau menanam tanaman lain di luar musim tembakau.
Mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat menyangkut harga tembakau.
Kenaikan harga tembakau tiga tahun terakhir tidak membawa dampak berarti kepada petani tembakau karena kenaikan itu diiringi dengan kenaikan biaya produksi. Pendidikan para buruh tani rendah, 69 % hanya tamat SD atau tidak bersekolah sama sekali, dan 58 % tinggal di rumah berlantai tanah. Sedang petani pengelola 64 % berpendidikan SD atau tidak bersekolah sama sekali dan 42 % masih tinggal di rumah berlantai tanah. Upah buruh tani tembakau di bawa Upah Minimum Kabupaten (UMK): Kendal 68 % UMK, Bojonegoro 78 % UMK, dan Lombok Timur 50 % UMK. Upah buruh tani tembakau termasuk yang terendah, perbulan Rp. 94.562, separuh upah petani tebu dan 30 % dari rata-rata upah nasional sebesar Rp. 287.716,- per bulan pada tahun tersebut.
Oleh karena itu 2 dari 3 buruh tani tembakau menginginkan mencari pekerjaan lain, dan 64 % petani pengelola menginginkan hal yang sama.12 Ini memerlukan upaya membantu petani pengelola dan buruh tani tembakau untuk melakukan alih usaha dari sektor tembakau ke usaha lain.
6. Pemaparan dalam Halaqah Tarjih tentang Fikih Pengendalian Tembakau hari ahad 21 Rabiul Awal 1431 H / 07 Maret 2010 M, mengungkapkan bahwa Indonesia belum menandatangani dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sehingga belum ada dasar yang kuat untuk melakukan upaya pengendalian dampak buruk tembakau bagi kesehatan masyarakat.
Selain itu terungkap pula bahwa cukai tembakau di Indonesia masih rendah dibandingkan beberapa negara lain sehingga harga rokok di Indonesia sangat murah yang akibatnya mudah dijangkau keluarga miskin dan bahkan bagi anak sehingga prevalensi merokok tetap tinggi. Selain itu iklan rokok juga ikut merangsang hasrat mengkonsumsi zat berbahaya ini.
http://www.sampoerna.com/default.asp?Language=Bahasa&Page=smoking& searWords=
(diakses 25-01-2010).

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops