Lencana Facebook

Minggu, 07 November 2010

Bonus dari Sunnah

Suatu ketika Rasulullah saw sedang duduk bareng dengan sahabat, tiba-tiba muncul serombongan suku Mudhor dengan penampilan yang memprihatinkan, pakaian compang camping, wajah lesu tak memiliki gairah hidup, gambaran dari kepapaan dan kemiskinan. Setelah menerima kehadiran kafilah tadi, maka Rasulpun mengajak sahabat duduk untuk mengumpulkan bantuan bagi meringankan beban serta penderitaan sesama Muslim. Sampai akhirnya tidak seorangpun yang tidak terlibat dalam acara gerakan amal saleh (gas) itu.
Dengan wajah berseri, Rasul saw kemudian memberi arahan “Siapa saja yang memberi contoh prilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapat pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala dari sejumlah orang yang meniru perbuatannya itu tanpa mengurangi pahala bagian si peniru. Dan barang siapa yang pertama memberi contoh prilaku yang jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa kejahatan itu, sekaligus juga akan menuai dosa tambahandari setiap peniru perbuatannya”. Hadits riwayat Muslim dari Jarir bin Abdullah. Kalimat asli dari uraian itu adalah “Man sanna fil islami sunnatan hasanatan”. Sanna bermakna kebiasaan, tradisi, pelaku pertama. Kemudian dalam keseharian sering kita mendengar kata Sunnat dan Sunnah.
Kata Sunat dalam perbendaharaan kita biasa difahami sunat Rasul atau khitan dan bisa juga hukum pelaksanaan dari suatu ibadah/ kebaikan. Sementara “Sunnah” perlakuan yang dianggap baik oleh Nabi saw dan kemudian dijadikan Beliau sebagai perilaku di sepanjang hayatnya. Kata Sunnah itu kemudian difahami secara sderhana dengan tradisi hidup Nabi saw.
Tentang tawsiyah “Siapa saja yang memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam” mengandung makna, penggagas suatu aktifitas yang belum ada sebelumnya, tidak bertentangan dengan roh ajaran Islam dan penggagas itu adalah Muslim, bukan yang berkaitan dengan suatu Ibadah yang telah memiliki acuan yang pasti. Rasanya kita perlu bertanya, siapakah penemu tempe, tahu, tape, peternakan lebah, system okulasi, system pen cangkokan dan seterusnya dimana penemuan mereka sudah banyak memberi manfaat dan mashlahat bagi kehidupan umat. Disamping mereka sendiri sudah mengambil manfaat dari penemuannya, nereka juga akan menuai pahala dari generasi pelestari dan pemanfaatnya.
Firman Allah dalam Al Quran surat An Nahl ayat 97 yang artinya:

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[ dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan".

Sayang sekali jika penemu itu tidak seorang Muslim yang ia dapati hanya “Nama” tanpa lampiran pahala. Selanjutnya “Waman sanaa fil Islami sunnatan sayyiatan” dan siapa saja yang pertama kali memberi contoh perilaku jelek dalam Islam, orang yang pertama menggagas sesuatu yang menurut Islam dilarang, maka dosa yang akan ia terima termasuk dosa “bonus” dari para pelaku yang meniru hingga hari akhir.
Jika misalnya seseorang perancang pakaian “orang miskin” yang jelas-jelas pemakainya berpakaian tapi seolah tidak berbusana, kemudian disukai oleh para yang suka, lantas siperancang memahami bahwa rancangannya salah lalu ia bertobat dan menyesal maka dosanya waktu merancang telah dimaafkan Allah swt. Tapi bagaimana dengan hasil karya yang terlanjur bertabur di masyarakat ? Sipenggagas belum sempat bertaubat ?. Bagaimana pula dengan perancang tarian erotis, goyang gergaji, goyang ngebor misalnya. Begitu pula dengan seorang tokoh agama yang bersalah mengeluarkan fatwa, mengatakan halal padahal ada dalil mengharamkan, mengatakan khilafiyah, padahal tidak ada dalil. Sebab maksud khilafiyah itu adalah suatu dalil apakah itu ayat atau hadist yang penafsirannya sangat memungkinkan untuk lebih dari satu. Hal ini sangat dimungkinkan karena kekayaan dari makna bahasa Arab itu sendiri. Tapi sesuatu yang tidak punya dalil, kemudian dikatakan khilafiyah, tentu akibatnya sangat runyam.
Bila seorang ahli kesehatan, apakah itu alumni sekolahan atau hanya sekedar tradisionil.salah praktek, maka resikonya hanya mengakibatkan cacat seumur hidup atau meninggal. Namun jika seorang penggagas tradisi salah, maka yang akan dipanennya adalah murka Allah swt.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan :
1. Betapa Islam sangat menghargai seorang penggagas sesuatu yang bermanfaat bagi kemashlahatan umat dan betapa pula Islam mencela seseorang yang mengaku Ihsan, namun hanya berpikiran sesaat.
2. Betapa Islam “memanjakan” fikiran seseorang manusia dalam merenung mencari ide dan kenyataannya itu tidak keluar dari jalur yang telah ditetapkan oleh pencipta manusia itu sendiri.
3. Sudahkan ada gagasan yang kita lahirkan sepanjang perjalanan hidup kita baik dalam ruang lingkup yang paling kecil sekalipun, misalkan untuk putra putrid kita.
4. Termasuk manusia yang paling baik, jika orang lain dapat merasakan makna kehadirannya dalam hidup ini, dan makna itu akan tetap pula dinikmati meski jasad dan roh telah kembali ke asalnya.
5. Betapa Allah swt dan RasulNyua memandu kita untuk berbuat lebih lama dan lebih panjang dari jatah usia kita sendiri. Hendaknya kearah ini kita berpacu.


Binjai, awal Zulkaedah 1431 H
Drs. Fuad
Guru SMP Muhammadiyah 12 Binjai.
Email : Adek_Afsar@yahoo.com

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops