Sejarah Perjuangan Oedin Sebagai Perintis Kemerdekaan Nomor
Pol : 603/67/PK
Pendahuluan
Semenjak
abad XVI rakyat Indonesia dibawah pimpinan Raja-raja atau pemuka-pemuka agama
terus menerus berusaha melepaskan diri dari penjajahan.
Keinginan
untuk melepaskan diri dari penjajahan disebabkan rasa tidak enaknya dijajah,
ditindas dan diperas.
Perjuangan
bersenjata atau secara fisik saja oleh raja-raja atau pemuka masyarakat dan
agama tidaklah mempan, hal ini disebabkan antara lain perjuangan itu sama lain
masih terpisah-pisah sesuai sesuai dengan kondisi geografis. Indonesia yang
teridir dari banyak pulau pulau. Bahkan perjuangan yang terpisah pisah itu
tidak berhasil, yang semakin lama semakin lemah kedudukan raja-raja dan
kewibawaan para pemimpin agama itu sendiri.
Kemudian
semenjak abad XX, strategi perjuangan rakyat Indonesia disamping perjuangan
fisik juga menggunakan organisasi yang teratur. Mulai abad XX tumbuhlah
organisasi yang secara tersembunyi mempunyai tujuan perjuangan politik yaitu
mengusir penjajahan.
Pada
mulanya organisasi itu menamakan dirinya menurut kedaerahan antara lain dikenal
Yong Java, Yong Ambon, Yong Selebes, Yong Sumatera dan lain-lain.
Organisasi
anti penjajahan ini semakin berkembang dan semakin dihayati oleh rakyat
Indonesia terutama pemudanya yang selain aktif memperkuat organisasi dengan
tujuan melenyapkan penjajah. Akhirnya organisasi organisasi tumbuh dan
berkembang sampai kepelosok daerah di Indonesia, termasuk Minangkabau yang
sekarang Sumatera Barat sampai kenegariannya.
Tujuan
organisasi jelas bertentangan dengan kehendak kaum penjajah yang berkeinginan
kedudukannya di daerah jajahan bertahan untuk selama lamanya. Untuk mewujudkan
kehendak kaum penjajah ini, maka mulailah sipenjajah mengancam organisasi
organisasi dengan cara menangkap, menyiksa pengurusnya dengan maksud kegiatan
organisasi berhenti.
Dilihat
dari pase perjuangan Rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, maka mereka
yang berjuang menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dinamakan
Perintis Kemerdekaan Rakyat Indonesia.
Perintis
Kemeredekaan Rakyat Indonesia ini tersebar hampir seluruh pelosok Tanah Air
Indonesia, sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan organisasi yang telah
disebutkan di atas.
Bagi
daerah Sumatera Barat jumlah Pejuan Perintis Kemerdekaan tidaklah dapat
dihitung dengan jumlah bilangan jari karena mencapai beberapa puluhan. Satu
diantaranya akan ditulis dibawah ini riwayat perjuangannya sesuai dengan bahan
yang diberikannya kepada penulis melalui wawancara dengan yang bersangkutan.
Identitas :
1. Nama :
Oedin.
2. Tempat
dan tanggal lahir : Lubuk Alung, tahun 1907
3. Pendidikan :
Sekolah Desa (Kelas 3)
4. Alamat :
Kuraitaji
5. Nama
isteri :
Rafiah Jakfar
6. Tahun
Perkawinan : 1928
7. Pendidikan :
Thawalib kelas V
8. Jumlah
anak :
9 orang, dengan identitas :
a.
Nama :
Saadah
Pendidikan :
Diniyah
Pekerjaan :
Almarhumah
Jumlah anak :
8 orang
b.
Nama :
Syafinah BA
Pendidikan :
Sarjana Muda
Pekerjaan :
Anggota DPR Tk I Sumatera Barat
Jumlah anak :
2 orang
c.
Nama :
Bachrudin BA (Fachrudin BA)
Pendidikan :
Sarjana Muda
Pekerjaan :
Kepala SMP
Jumlah anak :
6 orang
d.
Nama :
Drs. Asdie
Pendidikan :
Sarjana
Pekerjaan :
Pegawai Bank International Jakarta
Jumlah anak :
2 orang
e.
Nama :
Asnah
Pendidikan :
SMA
Pekerjaan :
Rumah tangga
Jumlah anak :
8 orang
f.
Nama :
Drs. Hizbullah
Pendidkan :
Sarjana
Pekerjaan :
Pegawai Dinas Pertanian
Jumlah anak :
1 orang
g.
Nama :
Sumarman
Pendidikan :
Fakultas Hukum
Pekerjaan :
Mahasiswa
Jumlah anak :
-
h.
Nama :
Uriah
Pendidikan :
SMP
Pekerjaan :
Rumah tangga
Jumlah anak :
-
i.
Nama :
Hakimah
Pendidikan :
SMP
Pekerjaan :
Rumah tangga
Jumlah
cucu Peintis Kemerdekaan Oedin pada saat penulisan ini adalah 27 orang. Melihat
identitas anak-anak Perintis Kemerdekaan Oedin lebih 50 % menduduki perguruan
tinggi, ini suatu bukti bahwa perjuangan Beliau ingin dilanjutkan oleh generasi
sesudah Beliau.
Riwayat Perjuangan Oedin Sebagai
Perintis Kemerdekaan
Masa penjajahan Belanda
Perintis
Kemerdekaan Oedin sejak remaja sudah tidak senang dengan penjajahanBelanda.
Beliau berjuan tidak melalui perjuangan fisik, melainkan melalui jalur politik.
Organisasi politik yang dimasuki Oedin adalah Komunis. Pada masa permulaan
perjuangan Perintis Kemerdekaan Oedin oleh pihak Belanda semua kelompok yang
menantang penjajah dinamakan Kaum atau Kelompok Komunis. Sedangkan organisasi
keagamaan Perintis Kemerdekaan Oedin adalah Muhammadiyah.
Dalam
perjuangan organisasi ini Perintis Kemerdekaan Oedin mendapat dukungan dari
teman-temannya dan masyarakat, sehingga Beliau menjadi pengurus dimana
organisasi yang dimasukinya. Beliau sering mengadakan pertemuan pertemuan dan
dikunjungi oleh teman temannya untuk membicarakan langkah langkah menghasut
masyarakat agar benci dan engkar kepada Belanda.
Kegiatan
Perintis Kemerdekaan Oedin ini diketahui oleh pihak Belanda dan Beliau
ditangkap Belanda dikampungnya sendiri yaitu di Kuraitaji pada tahun 1926.
Beliau ditangkap baru berumur 19 tahun.
Pada
hari pertama Beliau ditangkap, Beliau ditahan di Kantor Kepala Nagari
Kuraitaji. Pada malam harinya Perintis Kemerdekaan Oedin dapat melarikan diri
melalui jendela kamar tahanan yang kebetulan tidak terkunci.
Beliau
lari dari tahanan dan dan pergi ke rumah teman dan bersembunyi di rumah
tersebut sampai pagi. Besok paginya Beliau meninggalkan Kuraitaji menjuju
Sicincin dengan diantar oleh teman yang punya rumah tempat bermalam. Dari
Sicincin Beliau meneruskan perjalanannya ke Solok. Setelah satu minggu di Solok
, Beliau merencanakan hendak pergi ke Palembang dengan mampir lebih dahulu di
beberapa tempat antara lain Sijunjung dan Muara Tebo.
Di
Muaro Tebo Perintis Kemerdekaan Oedin tinggal satu bulan. Selama satu bulan itu
Beliau menumpang di rumah seorang China
Komunis dan China itulah yang memberi makan yang dibelikannya dari kedai nasi.
Dari Muara Tebo Perintis Kemerdekaan Oedin meneruskan perjalanannya ke Jambi. Di
Jambi Beliau tinggal satu bulan dan menumpang di rumah teman.
Pada
saat Perintis Kemerdekaan Oedin di
Jambi, Belanda telah menyebar marsosenya di seluruh Pulau Sumatera. Tugas
marsose Belanda ini antara lain mengawasi rakyat Pribumi, kalau kalau ada yang
engkar menentang Belanda. Juga menjadi tugas marsose adalah mencari orang-orang
yang melarikan diri dari tahanan Belanda, terutama yang mempunyai kesalahan
menentang dan memberontak terhadap Belanda.
Berita
tentang melarikan diri Perintis Kemerdekaan Oedin dari tahanan Belanda di Kurai
taji sudah ada pada marsose di beberapa daerah dan begitu juga di Jambi. Hal
ini terdengar oleh Perintis Kemerdekaan Oedin. Mendengar berita tentang adanya
marsose mencari di Jambi, maka Beliau ingin berangkat atau meneruskan
perjalanannya ke Palembang.
Sewaktu
akan naik kapal yang hendak pergi ke Palembang, maka diketahuilah oleh marsose
Belanda bahwa salah seorang yang akan naik kapal adalah orang yang melarikan
diri dari tahanan Belanda yang bernama Oedin. Dia langsung ditangkap. Perintis
Kemerdekaan Oedin ditahan dalam bui Jambi selama satu bulan. Selama dalam bui
Jambi Perintis Kemerdekaan Oedin tidak mengalami siksaan fisik.
Peristiwa
tertangkapnya kembali Perintis Kemerdekaan Oedin di Jambi, maka kontroler
Pariaman meminta kepada kontroler Jambi agar tahanan yang bernama Oedin berasal
dari daerah Pariaman dapat dikirim kembali ke Pariaman. Permintaan itu
dikabulkan oleh kontroler Jambi dan mempersiapkan pengawal untuk mengantar
Oedin agar jangan lari dalam perjalanan menuju Sijunjung, dan terlebih dahulu mampir
dulu di Muaro Tebo. Dalam perjalanan kembali ke Pariaman banyak juga peristiwa
yang dialami oleh Perintis Kemerdekaan Oedin baik yang merupakan siksaan maupun
ujian terhadap agama.
Peristiwa-peristiwa
Sewaktu Kembali ke Pariaman
Dari
bui Jambi dikirim oleh kontroler Jambi ke Muaro Tebo, dan ditahan di sana
selama lima hari. Kemudian dari Muaro Tebo diantar oleh militer Belanda ke
Sijunjung. Perjalanan menuju Sijunjung dengan jalan kaki dan kaki satu dipasang
rantai yang cukup panjang. Dalam perjalanan ini Perintis Kemerdekaan Oedin
dikawal oleh militer Belanda sebanyak sebelas orang.
Setelah
tiga kilo meter berjalan kaki dari Muaro Tebo Perintis Kemerdekaan Oedin
meminta kepada pengawal agar belenggu rantai yang terpasang dikaki dapat
dibuka. Mula mula militer Belandayang mengawal tidak mau. Perintis Kemerdekaan
Oedin mendesak terus akhirnya pengawal mau dengan syarat jika menjauhi pengawal
seratus meter tanpa memberi tahukan akan ditembak. Syarat tersebut diterima
oleh Perintis Kemerdekaan Oedin dan belenggu rantai dibuka.
Selama
dalam perjalanan Perintis Kemerdekaan Oedin disamping siksaan fisik, juga
keimanannya terhadap agama juga diuji. Peristiwa ini terjadi sewaktu sampai di
Teluk Kuali, saat itu pengawal menembak babi hutan, kemudian dimasak. Masakan
babi itu disuruh makan oleh Perintis Kemerdekaan Oedin, dan Beliau tidak mau
dan dikatakannya dilarang oleh orang tua. Dijawab oleh pengawal bukan orang tua
yang melarang melainkan agama. Perintis Kemerdekaan Oedin tetap tidak mau.
Lama
perjalanan dari Muaro Tebo menuju Pulau Punjung dilaksanakan/memakan waktu
selama sepuluh hari. Sampailah Perintis Kemerdekaan Oedin yang dikawal sebelas
militer di Pulau Punjung pada malam hari. Keesokan harinya Perintis Kemerdekaan
Oedin minta pada pengawal agar dapat membicarakan dengan Asisten Demang supaya
perjalanan ke Sijunjung dapat dengan mobil. Mobil ada di Sawahlunto. Perintis Kemerdekaan Oedin minta agar Asisten
Demang menelepon ke Sawahlunto. Asisten Demang tidak mau dan akhirnya Oedin
sendiri yang menelepon.
Besok
paginya datanglah prah oto dari Sawahlunto membawa rombongan ke Sijunjung.
Sampai di Sijunjung Perintis Kemerdekaan
Oedin diserah terimakan kepada Jaksa Sijunjung yang bernama Sildo. Oleh jaksa
Sijunjung ditahan dalam bui selama lima hari, kemudian dibawa ke Sawahlunto dan
dikawal oleh dua orang polisi. Setibanya di Sawahlunto, ternyata bui di
Sawahlunto penuh dengan orang orang yang memberontak kepada Belanda di
Silungkang. Akhirnya Perintis Kemerdekaan Oedin ditahan dalam kantor polisi
selama satu minggu, kemudian melanjutkan perjalanan ke Pariaman.
Dalam
perjalanan menuju Pariaman Perintis Kemerdekaan Oedin tangannya dibelenggu dan
dikawal oleh dua orang polisi. Perjalanan dengan menggunakan kereta api. Sejak
mulai berangkat dari Sawahlunto, Perintis Kemerdekaan Oedin memperhatikan logat
bahasa polisi pengawal dan menerka polisi ini pasti orang Pariaman. Kemudian Perintis Kemerdekaan Oedin bertanya pada
polisi pengawal, “Komandan kedengarannya seperti orang Pariaman ?”. langsung dijawab,
“Ya”. Pertanyaan dilanjutkan dimana Pariamannya. Dijawab: “Sikapak”. “Kalau
begitu sama sama orang Sikapak kita.
Setelah
perkenalan demikian maka Perintis Kemerdekaan Oedin minta agar belenggu yang
terpasang ditangannya dibuka. Permintaan ini dikabulkan, sehingga sampai di
Pariaman tidak terbelenggu lagi. Sampailah di Pariaman kira-kira jam 17.30,
langsung diserahkan kepada kontroler. Dan kontroler berkata, “Sudah telat ini”.
Maka dijawab langsung oleh Perintis Kemerdekaan Oedin, “Buka saya yang telat
tuan”. Kemudian langsung masuk bui Pariaman. Kejadian ini terjadi dalam tahun
1927.
Di
Bui Pariaman
Perintis
Kemerdekaan Oedin ditahan dalam bui Pariaman selama satu tahun delapan bulan.
Menurut peraturan bui Pariaman, para tahanan tidak diperkenankan keluar bui.
Peraturan ini memang tidak enak bagi Perintis Kemerdekaan Oedin dan berfikir
bagaimana cara dapat keluar penjara atau bui. Kemudian Oedin minta kepada
penjaga penjara agar dapat bertugas membersihkan pekarangan. Kalau membersihkan
pekarangan berarti membuangkan sampah harus keluar pekarangan yaitu ke kali
yaitu ke jembatan. Permintaan ini dikabulkan oleh penjaga bui.
Hampir
setiap hari Perintis Kemerdekaan Oedin membuang sampah ke jembatan. Di jembatan
tersebut Beliau beristirahat dan sering bertemu dengan teman teman atau orang
orang yang berasal dari Kuraitaji. Pada umumnya teman teman yang bertemu itu
memberi uang untuk belanja. Tetapi uang yang diberikan oleh teman itu tidak
dibelanjakan tetapi diberikan kepada kepada penjaga bui dengan demikian Perintis
Kemerdekaan Oedin banyak dapat kebebasan dalam bui serta keringanan dalam
pekerjaan. Selama dalam bui Pariaman Perintis Kemerdekaan Oedin tidak ada
mengalami siksaan fisik atau dipukuli.
Setelah
satu tahun delapan bulan dalam tahanan bui Pariaman datanglah Prof. Skrike dari
Batavia Centrum untuk memeriksa tahanan yang disebabkan masalah politik. Teman
teman Perintis Kemerdekaan Oedin yang sama sama ditahan dalam bui Pariaman
adalah:
1. Mantari
Juli
2. Rum
dari Paingan
3. Bakar
Ongkang dari Kampung Dalam
Pemeriksaan
Perintis Kemerdekaan Oedin dilakukan oleh Prof. Skrike dengan pertanyaan :
“Betul mau perang, memberontak kepada Belanda”. Dijawab oleh Oedin, : “Saya
tidak mengerti tuan, perkara itu”. Setelah pemeriksaan, maka Prof. Skrike
berbicara dengan kontroler dan akhirnya,
-
Oedin
-
Rum
-
Mantari Juli, bebas dari tahanan.
Khusus untuk
Perintis Kemerdekaan Oedin yang menyebabkan bebas dati tahanan adalah karena
masih kecil, yang pada saat itu berumur 21 tahun. Sedangkan Bakar Ongkang
dibuang ke Digul.
Setelah
Keluar Dari Tahanan
Selama
satu minggu dirumah setelah keluar dari bui, Perintis Kemerdekaan Oedin selalu
dikunjungi oleh teman-temannya. Melihat keadaan yang demikian orangtuanya
menjadi gelisah, takut kalau kalau anaknya ditangkap lagi oleh Belanda. Orang
tua Perintis Kemerdekaan Oedin menganjurkan agar anaknya pergi ke daerah lain.
Anjuran ini diterima oleh Oedin dan pergi ke Payakumbuh. Dari Payakumbuh terus
ke Pekanbaru. Dari Pekanbaru terus ke Singapura dan berada di Singpur selama
enam bulan. Di Singapur berinduk semang dengan seorang keling dan bekerja
sebagai penjual roti. Sesudah enam bulan di Singapur Beliau tidak merasa enak
lagi di sana dan ingin kembali ke Sumatera. Untuk kembali ke Sumatera tentu
memerlukan biaya untuk menyewa kapal yang jumlahnya cukup besar kalau dibanding
dengan kemampuan Perintis Kemerdekaan Oedin pada waktu itu. Maka timbulah akal
bagi Perintis Kemerdekaan Oedin untuk menyewa pakaian klasi kapal yang akan
berangkat ke Belawan. Rencana ini dilaksanakannya dan berhasil membawanya ke
Belawan dan turun dengan selamat.
Turun
di Belawan Perintis Kemerdekaan Oedin terus ke Medan. Sampai di Medan menumpang
di rumah Ketua Muhammadiyah di Kampung Keling. Beliau tinggal di rumah Ketua
Muhammadiyah itu selama satu bulan. Kemudian Perintis Kemerdekaan Oedin
mendengar bahwa kontroler yang menangkapnya dulu di Pariaman sudah pindah.
Mendengar hal itu Perintis Kemerdekaan Oedin berangkat pulang ke Pariaman, ke
kampung halamannya di Kurai taji.
Di
Kurai taji, Perintis Kemerdekaan Oedin mulai memimpin organisasi Muhammadiyah
dan kemudian menjadi Direktur Rumah Yatim Muhammadiyah di Kurai taji pada tahun
1935. Dalam tahun itu juga (1935) Perintis Kemerdekaan Oedin pindah ke
Padang Panjang dan menjadi anggota Majelis Konsul Muhammadiyah Minangkabau.
Sebagai anggota Majelis Perintis Kemerdekaan Oedin ditugaskan oleh Pengurus
Muhammadiyah Minangkabau untuk menghadiri kongkes ke-27 Muhammadiyah di Malang.
Beliau ditugaskan sebagai Wakil Pemuda Muhammadiyah Minangkabau. Sewaktu
mengikuti kongres, Perintis Kemerdekaan Oedin berkenalan dengan Soedirman, yang
kemudian menjadi Jenderal soedirman.
Pada
tahun 1942, Perintis Kemerdekaan Oedin menjadi utusan Muhammadiyah Minangkabau
untuk menghadiri konfrensi Konsul Konsul Muhammadiyah di Bengkulu. Waktu
konfrensi konsul-konsul itu Perintis Kemerdekaan Oedin berkenalan dengan K. H.
Mas Mansyur, ketua Muhammadiyah seluruh Indonesia dan Bung Karno. Dalam
konfrensi tersebut, Perintis Kemerdekaan Oedin terpilih sebagai Ketua sidang
dan Bung Karno sebagai Sekretaris. Sewaktu itulah perkenalan Perintis
Kemerdekaan Oedin dengan Bung Karno. Perkenalan itu menjadi erat sehingga Bung
Karno mengundang makan Perintis Kemerdekaan Oedin ke rumahnya.
Masa
Penjajahan Jepang
Dasar
perjuangan Perintis Kemerdekaan Oedin memang anti penjajahan. Hal ini terbukti
pula pada masa penjajahan Jepang. Juga Beliau membenci pemerintahan Jepang.
Jepang
mempunyai taktik mempergunakan dan mengikut sertakan pemimpin masyarakat untuk
membantu pelaksanaan usaha dan mempertahankan jajahannya. Maka dari itu Jepang
sebelum masuk suatu daerah mempelajari lebih dahulu pemuka-pemuka masyarakat
setempat yang berpengaruh. Untuk daerah Pariaman tercatatlah Perintis
Kemerdekaan Oedin.
Kemudian
Perintis Kemerdekaan Oedin dipanggil oleh Pemerintahan Jepang. Sewaktu
menghadap Pimpinan Jepang di Padang Panjang maka Perintis Kemerdekaan Oedin
mendapat tugas kehormatan sebagai Penasehat Pemerintahan Jepang di bidang
penyelesaian masalah masalah sosial. Tugas itu diberikan dengan suatu surat
penunjukan. Perintis Kemerdekaan Oedin tetap tidak senang akan tindakan dan
perbuatan orang Jepang yang tidak sesuai dengan adat dan agama. Perintis
Kemerdekaan Oedin tetap menentang sehingga ada beberapa peristiwa yang
dialaminya masa Pemerintahan Jepang antara lain :
a. Penertiban
sikap dan perbuatan orang Jepang.
Perintis
Kemerdekaan Oedin memang anti penjajah dan menegakkan agama dan mempertahankan
adat. Pada waktu serdadu orang Jepang tinggal di daerah Kurai taji, serdadu
tersebut tidak memperhatikan ajaran agama dan adat setempat. Perintis
Kemerdekaan Oedin dan masyarakat Kurai taji melihat serdadu Jepang mandi di
surau Muhammadiyah tanpa kain basahan atau celana mandi. Kemudian naik surau
tanpa kain sediktpun dan bersuka ria dalam surau.
Melihat
keadaan yang demikian Perintis Kemerdekaan Oedin dan masyarakat tidak merasa
senang, karena keadaan demikian jelas merusak agama dan adat. Perintis
Kemerdekaan Oedin bertindak untuk mencegah sikap dan perbuatan serdadu Jepang
tersebut dengan menemui komandan serdadu Jepang. Sewaktu menemui Komandan dan
membicarakan tentang perbuatan serdadu Jepang di Kurai taji yang melanggar
agama, adat yang mengakibatkan masyarakat tidak senang.
Mendengar
pembicaraan Perintis Kemerdekaan Oedin yang menyalahkan serdadu Jepang
yangtidak punya tata tertib, maka komandan serdadu jepang merasa tersinggung,
maka komandan marah kepada Perintis Kemerdekaan Oedin dan diancam dengan
meletakan pedangnya di meja dengan menghadapkan mata pedang kepada Oedin. Pada
saat itulah Perintis Kemerdekaan Oedin mengeluarkan surat yang diberikan
pimpinan Jepang di Padang Panjang dulu. Surat itu dibaca komandan Jepang, tiba
tiba wajah komandan Jepang jadi pucat dan langsung hormat kepada surat itu tiga
kali. Dan komandan serdadu Jepang memerintahkan kepada anggotanya agar menjaga
ketertiban di Kurai taji.
Setelah itu
serdadu Jepang tidak ada mandi tanpa kain atau celana mandi di surau
Muhammadiyah Kuraitaji. Mulai saat itu
Perintis Kemerdekaan Oedin digelari oleh serdadu Jepang “Tuan Besar”.
Adapun pertolongan dari surat yang diberikan oleh pimpinan Jepang, maka
Perintis Kemerdekaan Oedin menamakan surat itu “surat wasiat”.
(Tidak semua
orang Jepang mengetahui perihal Buya mendapat surat berhuruf kanji itu. Dilain
peristiwa, dengan beberapa anak negeri Buya berbaur dalam satu truk. Disamping
supir, komandannya tertidur pulas. Rombongan Buya, anak negeri rebut, berisik.
Ricuh. Buya sudah mengingatkan, bahwa dengan sikap anak negeri itu berarti
menganggu tidur komandan yang pulas di samping supir. Peringatan Buya tidak
digubris. Benar saja, komandan yang merasa terganggu tidurnya karena berisiknya
para penumpang truk, menyuruh supir memberhentikan truk. Setiap penumpang
disuruh turun satu persatu dan menerima tendangan telak dari kaki komandan
Jepang. Ketika giliran Buya, Buya mengeluarkan surat itu dari sakunya. Sebelum
turun, Buya memperlihatkan surat sakti itu. Komandan terkejut, hormat tiga kali
dan mempersilahkan Buya menggantikannya duduk disamping supir.
Stasiun kereta api Lubuk Alung Pariaman. Surat sakti ini kembali menyelesaikan masalah. Seorang anak negeri yang karena mabuk tidak menyadari sedang berhadapan dengan seorang serdadu Jepang. Serdadu yang merasa tuan yang perlu dilayani, dihormati, akhirnya menjadi emosi melihat sianak negeri yang mabuk ini. Sebelum terjadi peristiwa lebih lanjut yang tidak diinginkan, Buya yang kebetulan berada di sana mencoba melerai perselisihan. Si Jepang tidak menerima. Kemudian Buya mengeluarkan surat sakti itu. Hasilnya sama seperti dengan dua peristiwa di atas. Tentera Jepang hormat tiga kali seraya ngeluyur pergi meninggalkan Buya.
Ramli seorang tukang jahit yang merasa bagak mengajak berkelahi seorang tentera Jepang. Perbuatan diluar pertimbangan akal sehat itu berbuntut dengan dianiayanya Ramli dengan beberapa tentera Jepang. Ramli diikat di batang pohon dadak. Di pohon itu kebetulan sarang semut merah. Bisa dibayangkan bagaimana menderitanya Ramli yang merasa bagak tadi, dengan menghiba orangtua Ramli datang ke Buya. Syukur, penderitaan Ramli tidak berkelanjutan lebih lama. Surat yang membawa Buya ke dalam kejadian-kejadian luar biasa itu, dibakar ketika dalam satu perjalanan Belanda melakukan razia disaat untuk kedua kalinya Belanda masuk ke Indonesia.
Stasiun kereta api Lubuk Alung Pariaman. Surat sakti ini kembali menyelesaikan masalah. Seorang anak negeri yang karena mabuk tidak menyadari sedang berhadapan dengan seorang serdadu Jepang. Serdadu yang merasa tuan yang perlu dilayani, dihormati, akhirnya menjadi emosi melihat sianak negeri yang mabuk ini. Sebelum terjadi peristiwa lebih lanjut yang tidak diinginkan, Buya yang kebetulan berada di sana mencoba melerai perselisihan. Si Jepang tidak menerima. Kemudian Buya mengeluarkan surat sakti itu. Hasilnya sama seperti dengan dua peristiwa di atas. Tentera Jepang hormat tiga kali seraya ngeluyur pergi meninggalkan Buya.
Ramli seorang tukang jahit yang merasa bagak mengajak berkelahi seorang tentera Jepang. Perbuatan diluar pertimbangan akal sehat itu berbuntut dengan dianiayanya Ramli dengan beberapa tentera Jepang. Ramli diikat di batang pohon dadak. Di pohon itu kebetulan sarang semut merah. Bisa dibayangkan bagaimana menderitanya Ramli yang merasa bagak tadi, dengan menghiba orangtua Ramli datang ke Buya. Syukur, penderitaan Ramli tidak berkelanjutan lebih lama. Surat yang membawa Buya ke dalam kejadian-kejadian luar biasa itu, dibakar ketika dalam satu perjalanan Belanda melakukan razia disaat untuk kedua kalinya Belanda masuk ke Indonesia.
B. Membantu
Bung Karno.
Pada tahun 1944
Bung Karno dipindahkan dari Bangkahulu ke Jakarta,untuk berangkat ke Jakarta Bung
Karno dibawa terlebih dahulu ke Padang. Di padang Bung Karno dibantu oleh
Perintis Kemerdekaan Oedin untuk mengurus keberangkatannya.
Perintis
Kemerdekaan Oedin menemui pembesar Jepang, untuk meminjam mobil. Usaha Perintis
Kemerdekaan Oedin berhasil yaitu dapat pinjaman mobil untuk membawa bung karno
ke Palembang dan dari palembang akan terus kejakarta.
C. Akan
mendirikan Hizbullah.
Pada tahun
1944 Perintis Kemerdekaan Oedin bermaksud akan mendirikan organisasi Hizbullah
bersama sama dengan teman temannya. Maksudnya ini dibicarakan terlebih dahulu
dengan pembesar jepang, dengan hasil bahwa Jepang tidak dapat menetujui
berdirinya Hizbullah.
Pada saat itu
isteri Perintis Kemerdekaan Oedin sedang hamil tua karena keadaan isterinya
sudah hamil tua beliau pulang ke kuraitaji. Setelah beberapa hari dirumah
isterinya maka isterinya melahirkan anak laki laki. Oleh karena usahanya gagal
untuk mendirikan organisasi maka nama organisasi itu dinamakannya pada anak yang
baru lahir. Setelah beberapa hari anak beliau lahir maka beliau berangkat
kembali ke padang panjang. Sesampai di padang panjang bertemu dengan temannya
AR Sutan Mansur, dan dikatakannya bahwa dikuraitaji sudah ada Hizbullah. AR
Sutan Mansur mendesak apakah benar saudara sudah mendirikan Hizbullah di
kuraitaji ? Perintis Kemerdekaan Oedin menjawab : “betul dikuraitaji sudah ada
hizbullah”, yaitu anak saya yang baru lahir dinamakan Hizbullah.
Sesudah 17
Agustus 1945
Perintis
Kemerdekaan Oedin tidak saja sebagai perintis tetapi juga pejuang kemerdekaan
dan pengisi kemerdekaan. Sebagai pejuang kemerdekaan banyak mempunyai kegiatan
hal ini dapat dilihat dari kegiatan kegiatan sebagai berikut :
Pada tanggal
10 Nopember 1945 Perintis Kemerdekaan Oedin bersama Bagindo Aziz Chan
menghadiri kongres pemuda, beliau hadir sebagai wakil pemuda Muhammadiyah
Minangkabau. Kongres diadakan di Yogyakarta. Hadir dalam kongres antara lain
Bung karno dan Bung Hatta. Kongres dihadiri oleh lebih kurang 300 orang pemuda
Indonesia. Pada akhir kongres dipimpin oleh Perintis Kemerdekaan Oedin dan
kongres dapat berjalan dengan lancar dengan pokok pembicaraan menghadapi
masalah “Surabaya”. Suatu akan menutup kongres jam 5 pagi Perintis Kemerdekaan Oedin berpantun :
Lancang kuning
berlayar malam/angin ribut haripun kelam/kalau nahkoda paham tak
dalam/dipinggir pantai kapal tenggelam/.
Tanggal 11
Nopember 1945 di Yogyakarta diadakan rapat akbar pada umumnya dihadiri oleh
wanita. Pada kesempatan ini Perintis Kemerdekaan Oedin berpidato yang isinya
menggerakan kaum wanita untuk ikut berjuang dengan memberikan sumbangan berupa
nasi bungkus. Sebagai hasil pidatonya adalah kaum wanita menyumbangkan nasi
bungkus untuk dibawa ke Surabaya.
Perintis Kemerdekaan Oedin berada di Yogyakarta selama 1 minggu. Selama 1 minggu itu Perintis Kemerdekaan Oedin setiap jam 1 siang selalu dijemput Panglima Soedirman untuk makan siang. Pada waktu Perintis Kemerdekaan Oedin akan pulang diberi tugas oleh Panglima Soedirman sebagai Penasihat Panglima Sumatera di Bungkit Tinggi. Penunjukkan itu dengan surat yang dibuat sendiri Panglima Soedirman.
Perintis Kemerdekaan Oedin berada di Yogyakarta selama 1 minggu. Selama 1 minggu itu Perintis Kemerdekaan Oedin setiap jam 1 siang selalu dijemput Panglima Soedirman untuk makan siang. Pada waktu Perintis Kemerdekaan Oedin akan pulang diberi tugas oleh Panglima Soedirman sebagai Penasihat Panglima Sumatera di Bungkit Tinggi. Penunjukkan itu dengan surat yang dibuat sendiri Panglima Soedirman.
Sesampai di
Bukittinggi Perintis Kemerdekaan Oedin menemui panglima di Bukit tinggi dan
memperlihatkan surat yang diberikan oleh panglima Soedirman. Pembesar militer
di Bukit tinggi yang bertemu berkata : “sudah dapat pangkat saja” dan dijawab
oleh Perintis Kemerdekaan Oedin :”saya
tidak tahu, ini yang buat adalah
panglima Soedirman”. Pada tahun 1946 Perintis Kemerdekaan Oedin dipanggil oleh
Dr. Jamil agar datang ke Padang menemuinya. Sewaktu pertemuan Perintis
Kemerdekaan Oedin dengan dokter Jamil maka Dr jamil menunjuk Oedin sebagai
Kepala Dewan Polisi Sumatera Tengah di Padang. Kemudian pindah ke Bukittinggi
karena sekutu sudah mengadakan penyerangan.
Kemudian di
Bukittinggi Bung Hatta membentuk Front Pertahanan Nasional. Dalam sidang
pembentukkan maka terpilih sebanyak 5 orang yaitu :
1. Hamka
sebagai ketua
2. Chatib
Sulaiman sebagai wakil ketua
3. Oedin
sebagai pemimpin laskar
4. KariHalin
/ Karim Halim sebagai wakil pemuda
5. Rasuna
said sebagai wakil wanita.
Pada tanggal 1
januari 1947 Perintis Kemerdekaan Oedin terpilih sebagai anggota komite
nasional indonesia pusat (KNIP). Pada hari itu juga langsung berangkat ke
Malang untuk menghadiri sidang KNIP. Sidang membicarakan perjanjian
linggarjati. Selesai sidang maka Perintis Kemerdekaan Oedin langsung pulang ke
Bukittinggi. Dalam tahun 1947 itu juga Bung karno datang ke Padang. Perintis
Kemerdekaan Oedin dibawa bung karno ke Pariaman, solok dan maninjau.
Sewaktu Bung
karno akan berangkat ke Jakarta Perintis Kemerdekaan Oedin ikut mengantar ke Tabing.
Dipelabuhan udara Tabing Bung Karno berkata kepada Oedin, saya dengar saudara
menolak jadi Bupati. Dan dijawab oleh Oedin iya, karena di hati saya tidak ada
keinginan. Kemudian Bung Karno memerintahkan kepada Perintis Kemerdekaan Oedin
agar dari lapangan ini terus ke kantor Gubernur di Bukittinggi.
Di kantor Gubernur
Perintis Kemerdekaan Oedin dibujuk agar mau jadi Bupati. Atas nasehat Dokter
Rahim maka jabatan Bupati diterima. Tetapi panggilan Bupati ditolak dan ditukar
sebagai pegawai tinggi yang ditugaskan di Kabupaten Pariaman. Kemudian dipindahkan
ke Batusangkar sebagai Patih, dan ke Rengat sebagai Bupati kemudian ke Pesisir
Selatan sebagai Bupati.
Penutup
Demikianlah
riwayat perjuangan Perintis Kemerdekaan Oedin yang berasal dari Kuraitaji Kabupaten
Padang Pariaman Provinsi Sumatera barat. Beliau bukan saja sebagai Perintis
Kemerdekaan tetapi juga sebagai pejuang
dan pengisi kemerdekaan bangsa indonesia.
Mudah mudahan
penulisan ini ada manfaatnya bagi generasi sesudah beliau.
Lubuk
Alung, juli 1980.
Penulis
..