Allah swt berfirman dalam Al Quran surat Al Isra’ ayat 80 yang artinya :
"Dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong".
Ayat di atas senantiasa mengingatkan manusia jika mendapatkan kekuasaaan hendaknya menjadikannya sebagai doa. Kekuasaan yang menolong tentu saja kekuasaan yang membawa keberkahan, kebaikan, keselamatan dan kesejahteraan segenap warga, tidak saja yang pro, termasuk juga kepada yang kontra.
Sebuah kekuasaan yang kalau dilihat dari perspektif zaman modern ini, ia akan mengambil bentuk dalam format kekuasaan yang adil, terbuka dan demokratis. Kekuasaan yang demikianlah yang akan mampu membangkitkan harapan dan membentangkan kepercayaan yang luas dari ummat atau warga. Kekuasaan yang terjauh dari sikap arogansi, ketertutupan, kezaliman dan tirani.
Bagi setiap orang yang dikaruniai kekuasaan, hendaknya ia selalu bersikap rendah hati (tawadhu’), tahu diri (introspeksi) bahwa kekuasaan yang sedang singgah di tangannya hanyalah Amanah dari Allah swt, bukan milik pribadi. Karena itu usia sebuah kekuasaan selalu lebih pendek dari yang diperkirakan manusia.
Sungguhpun demikian, selalu saja terjadi ironi dalam kekuasaan itu, antara lain bila kekuasaan itu sudah di tangan, membuat orang yang memegangnya begitu cepat mabuk dan lupa diri. Orang lebih sering menikmati kekuasaan sebagai milik mutlak pribadinya dari pada sebagai Amanah dari Allah swt. Jika saja seseorang menyadari benar bahwa kekuasaan yang dititipkan Allah swt kepada yang bersangkutan pada hakikatnya “untuk menolong” masyarakat, tentu orang itu tidak akan mudah memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri.
Allah swt berfirman dalam Al quran surat Al Mukminun ayat 8 yang artinya :
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya".
Dilanjutkan dengan FirmanNya disurat yang sama ayat 10-11 :
10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,
11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.
Karena itulah Nabi Muhammad saw pernah mengingatkan ummatnya supaya melihat kekuasaan sama, misalnya dengan melihat bangkai yang menjijikan. Maksudnya agar semua orang dapat bersikap ekstra hati-hati. Misalnya tidak mudah tergoda atau terpesona oleh daya tariknya sekali kekuasaan itu mengasyikan maka pada waktu yang bersamaan iapun telah siap untuk bau. Bagai bangkai di sisa hidupnya.
Karenanya tidaklah mengherankan, bia seseorang di awal kekuasaannya adil, terbuka dan demokratis, tetapi lama kelamaan justru bersikap represip, zalim dan tirani, semua itu dia lakukan tidak lain demi mempertahankan kekuasaan agar yang sedang digenggam itu tidak jatuh ke tangan orang lain. Sejarah kekuasaan di planet bumi ini selalu seperti itu, yakni pola mempertahankan diri di menara gading kekuasaan.
Andai setiap orang yang memegang kwkuasaan menyadari hakekat kekuasaan semata-mata bagaikan mandi di pancuran, bergiliran, tidak akan ada yang berdusta, berbohong atau sampai menggunakan meriam, tank atau bom atau bahkan mengerahkan pasukan berani mati demi mempertahankan kekuasaannya. Jika memperolehnya secara illegal, begitu pula menggunakannya serta mempertahankannya, alangkah nistanya harga diri seorang penguasa.
Kekuasaan itu betapapun kuat dan hebatnya, pasti akan hancur juga seiring dengan perputaran zaman, dan selalu akan digantikan oleh kekuasaan lainnya. Bias lebih baik dari pendahulunya dan itulah doa dan harapan kita. Tak ada salahnya bila orang orang tua berpesan dengan sangat sederhana, “jika ingin jatuh, jatuhhlah seperti kueni, tidak seperti nangka”.
Jadi kalau sadar akan hal ini, semestinya setiap penguasa siapapun dia, pasti akan berlomba-lomba memaknai kekuasaannya sebagai bagian dari tanggung jawab keimanannya kepada Allah swt untuk menolong ummat manusia dan warga. Kekuasaan yang mampu memberikan kepada mereka apa yang menjadi hak-hak mereka dan menahan dari mereka apa-apa yang bukan hak dan beban mereka. Itu sajalah kekuasaan yang dapat menolong. Selebihnya…………..?. Justru akan menjadi beban, baik sekarang maupun akan datang.
Allah swt berfirman dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 26 :
26. Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Pada akhirnya, mengupayakan sebuah kekuasaan yang dapat menolong adalah sebuah keharusan. Keharusan mana baru akan klop dan tercapai jika ada pula pihak yang dengan suka rela menolong, berarti sama dengan menyelamatkan sebuah upaya penyelamatan kemanusiaan yang dimiliki para warga. Disinilah letak tanggung jawab seorang yang memiliki nurani murni, bukan karena memberi sedikit dan mengharap banyak. Sesuatu yang berawal dari keikhlasan maka iapun akan bermuara pada kedamaian dan ketentraman bagi smua. Insya allah.
Binjai, Zulkaedah 431 H
"Dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong".
Ayat di atas senantiasa mengingatkan manusia jika mendapatkan kekuasaaan hendaknya menjadikannya sebagai doa. Kekuasaan yang menolong tentu saja kekuasaan yang membawa keberkahan, kebaikan, keselamatan dan kesejahteraan segenap warga, tidak saja yang pro, termasuk juga kepada yang kontra.
Sebuah kekuasaan yang kalau dilihat dari perspektif zaman modern ini, ia akan mengambil bentuk dalam format kekuasaan yang adil, terbuka dan demokratis. Kekuasaan yang demikianlah yang akan mampu membangkitkan harapan dan membentangkan kepercayaan yang luas dari ummat atau warga. Kekuasaan yang terjauh dari sikap arogansi, ketertutupan, kezaliman dan tirani.
Bagi setiap orang yang dikaruniai kekuasaan, hendaknya ia selalu bersikap rendah hati (tawadhu’), tahu diri (introspeksi) bahwa kekuasaan yang sedang singgah di tangannya hanyalah Amanah dari Allah swt, bukan milik pribadi. Karena itu usia sebuah kekuasaan selalu lebih pendek dari yang diperkirakan manusia.
Sungguhpun demikian, selalu saja terjadi ironi dalam kekuasaan itu, antara lain bila kekuasaan itu sudah di tangan, membuat orang yang memegangnya begitu cepat mabuk dan lupa diri. Orang lebih sering menikmati kekuasaan sebagai milik mutlak pribadinya dari pada sebagai Amanah dari Allah swt. Jika saja seseorang menyadari benar bahwa kekuasaan yang dititipkan Allah swt kepada yang bersangkutan pada hakikatnya “untuk menolong” masyarakat, tentu orang itu tidak akan mudah memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri.
Allah swt berfirman dalam Al quran surat Al Mukminun ayat 8 yang artinya :
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya".
Dilanjutkan dengan FirmanNya disurat yang sama ayat 10-11 :
10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,
11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.
Karena itulah Nabi Muhammad saw pernah mengingatkan ummatnya supaya melihat kekuasaan sama, misalnya dengan melihat bangkai yang menjijikan. Maksudnya agar semua orang dapat bersikap ekstra hati-hati. Misalnya tidak mudah tergoda atau terpesona oleh daya tariknya sekali kekuasaan itu mengasyikan maka pada waktu yang bersamaan iapun telah siap untuk bau. Bagai bangkai di sisa hidupnya.
Karenanya tidaklah mengherankan, bia seseorang di awal kekuasaannya adil, terbuka dan demokratis, tetapi lama kelamaan justru bersikap represip, zalim dan tirani, semua itu dia lakukan tidak lain demi mempertahankan kekuasaan agar yang sedang digenggam itu tidak jatuh ke tangan orang lain. Sejarah kekuasaan di planet bumi ini selalu seperti itu, yakni pola mempertahankan diri di menara gading kekuasaan.
Andai setiap orang yang memegang kwkuasaan menyadari hakekat kekuasaan semata-mata bagaikan mandi di pancuran, bergiliran, tidak akan ada yang berdusta, berbohong atau sampai menggunakan meriam, tank atau bom atau bahkan mengerahkan pasukan berani mati demi mempertahankan kekuasaannya. Jika memperolehnya secara illegal, begitu pula menggunakannya serta mempertahankannya, alangkah nistanya harga diri seorang penguasa.
Kekuasaan itu betapapun kuat dan hebatnya, pasti akan hancur juga seiring dengan perputaran zaman, dan selalu akan digantikan oleh kekuasaan lainnya. Bias lebih baik dari pendahulunya dan itulah doa dan harapan kita. Tak ada salahnya bila orang orang tua berpesan dengan sangat sederhana, “jika ingin jatuh, jatuhhlah seperti kueni, tidak seperti nangka”.
Jadi kalau sadar akan hal ini, semestinya setiap penguasa siapapun dia, pasti akan berlomba-lomba memaknai kekuasaannya sebagai bagian dari tanggung jawab keimanannya kepada Allah swt untuk menolong ummat manusia dan warga. Kekuasaan yang mampu memberikan kepada mereka apa yang menjadi hak-hak mereka dan menahan dari mereka apa-apa yang bukan hak dan beban mereka. Itu sajalah kekuasaan yang dapat menolong. Selebihnya…………..?. Justru akan menjadi beban, baik sekarang maupun akan datang.
Allah swt berfirman dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 26 :
26. Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Pada akhirnya, mengupayakan sebuah kekuasaan yang dapat menolong adalah sebuah keharusan. Keharusan mana baru akan klop dan tercapai jika ada pula pihak yang dengan suka rela menolong, berarti sama dengan menyelamatkan sebuah upaya penyelamatan kemanusiaan yang dimiliki para warga. Disinilah letak tanggung jawab seorang yang memiliki nurani murni, bukan karena memberi sedikit dan mengharap banyak. Sesuatu yang berawal dari keikhlasan maka iapun akan bermuara pada kedamaian dan ketentraman bagi smua. Insya allah.
Binjai, Zulkaedah 431 H