Lencana Facebook

Jumat, 20 Januari 2012

Seminggu di Padang

Jum’at sore, 23 Desember 2011, iseng kutanya di Paranoma travel, ada tidak tiket promosi pesawat Medan-Padang untuk 25 Desember dan atau 26 Desember. Pegawainya setelah mencek mengatakan ada, lion pukul 05.30, rp 380 rb sementara sriwijaya rp 400 ribu untuk pukul 16.00 wib. Terimakasih, jawabku seraya meninggalkan Panorama travel yang terletak di komplek pertokoan Ramayana Binjai tersebut. Dirumah, niatku ke Padang kusampaikan ke isteriku, tentang keinginanku pergi ke Padang. Ada dua alasan yang kuajukan,
1. Mengurus tanah “peninggalan” di Gunung Panggilun, Padang.
2. Mencari reverensi tulisan untuk melengkapi data pembuatan biografi Buya Oedin.
Alhamdulillah, isteriku mengizinkan dengan harapan mudah-mudahan urusan tanah selesai dan ada “jatah” buat kami. Sabtu sore, aku ke Panorama Travel, waduuhhh, sudah tutup. Aku segera ke travel lain, yakni Formula Travel. Waduhhh, tiketnya meledak rp 525.000,- GILAAAAAAAAAAA.
Apa boleh baut, ehh apa boleh buat, ambillah. Berangkat tanggal 26 Desember, Senin dengan Sriwijaya air. Karena kegoblokan dan mau maunya digoblokin, jam 14.00 sudah chek in. Padahal pesawatnya take off pukul 16.00. walah walahhhhh.
Sebelum berangkat, aku sempat nitip hadiah ultah buat bungsuku, Fajrul Azmi Syahputra yang berultah tanggal 27 Desember lalu. Sekedar uang jajan. Demikian juga untuk abangnya Teguh Maliki Ramadhan dan Dika alias Fadlun Rahmandika. Demikian juga untuk mamanya, sekedar tambahan beli cemilan sore-sore. Pukul 17.05 Sriwijaya air mendarat dengan manis di Bandara Internasional Minangkabau. Uni, kakakku dari Kisaran, ngebell. Rumahnya kemasukan lagi tamu tak diundang. Dari Bandara Internasional Minangkabau, kuputuskan ke Pariaman dulu, tempat Fadillah. Dengan Damri Bandara aku keluar sampai kesimpang yang ternyata tidak begitu jauh (Pengalaman untuk yang akan datang) dan dari simpang naik Alisma ke Pariaman. Fadilah menjemput aku di Simpang Tabuik. Makan malam dulu, ikan bakar dan beli kue bika, langsung ke Padang Kunik, Padusunan, rumah Fadilah. Istirahat.
Selasa pagi, 27 Desember angin kencang dan hujan melanda lokasi tempat tinggal Fadillah, ada badai katanya. Di Batam (menurut Tuti Sri Rahayu), malah ada rumah pinggir laut yang rubuh. Niat naik kereta api Pariaman – Padang, batal. Menjelang siang bareng Fadillah ke rumah anak Engku Kasim Munafy melacak informasi. Awalnya mau ke rumah Buya Johar Muis, mengklarifikasi sambutan Beliau saat Mak Unchu (Sumarman Oedin) meninggal, “Bung Karno pernah menjadi Sekretaris Buya dalam rapat internal Muhammadiyah di Bengkulu”. Ternyata beliau di Jakarta. Dari anak engku Kasim Munafy, aku dapat nomor HP buya Johar. Setelah sms-an, aku telepon Beliau. Sekilas beliau menjelaskan sedikit hubungan Buya Oedin dan Bung Karno. Setelah makan siang, bareng Fadillah berangkat dan singgah dulu ke DPD PKS Pariaman, niatnya naik kereta api pukul 16.00 dari Pariaman ke Padang. Ternyata ada yang mau ke Padang naik mobil pribadi dan perlu juga teman bicara. Akhirnya aku barengan dengannya. Aktifis juga rupanya, pernah di PWM Muhammadiyah Majelis Dikdasmen, sayangnya beliau tak pernah mendengar tentang Buya Oedin. Aduhhh. Setelah diperlihatkan beberapa referensi, beliau termangu. Menjelang pukul 18.00 sore, sampai di Wisma Indah, akhirnya sampai ke rumah Tachi. Unchu lagi belajar, Tachi lagi baca al qur’an. Malam, bakda isya aku mampir ke rumah Leni, sepupu sahabat istimewaku es em pe, Tuti Sri Rahayu. Menurut informasi, mamanya Tuti lagi di sana. Sayang, enggak ketemu karena Beliau istirahat. Sebelumnya menjelang Isya, isteriku ngingatin bahwa hari itu si Bungsu Ultah. Langsung ku sms. Malam itu, istirahat dengan damai, lantai dua.
Rabu pagi, bakda shubuh kami jalan keliling bareng Tachi dan Unchu. Mencari ikan segar melalui nelayan yang baru pulang melaut. Tidak banyak, karena musim badai. Air laut beberapa hari ini pasang dan meluap sampai ke jalan di depan rumah. Rumah yang ditempati Tachi ini asyiiik. Dekat dengan laut, dekat dengan Universitas Bung Hatta. Setelah dapat ikan, kami sarapan. Ternyata ikannya enggak bisa dimasak, masalahnya tabung gasnya kosong. Oleh tachi ikan itu diserahkan saja ke anak kos di rumah itu. Setelah mandi, aku langsung ke Perpustakaan, naik angkot. Ternyata lokasi perpustakaannya sudah pindah. Perpustakaan lama rata dihantam gempa tempo hari. Kuputuskan ke PWM, mencari buku Muhammadiyah dari Masa ke Masa di Sumatera Barat yang tanpa sengaja kubaca di Elsa Elsi (?) Blog tulisan tentang Buya Marjohan. Di PWM Sumatera Barat, awalnya aku tidak menemukan apa yang kuharapkan. Ternyata buku itu sudah tidak ada lagi gantinya buku Muhammadiyah di Minangkabau tulisan Buya Marjohan dan Buya R. Khatib Pahlawan Kayo. Buku itu ada, dan penerbitnya Suara Muhammadiyah Yogya. Langsung kuhubungi Mbak Wiji di Yogya. Dari Beliau aku dapat nomor telepon Buya Marjohan. Setelah sms-an dan berhubungan aku dapat nomor telepon Buya Khatib yang akhirnya aku dapat juga email Beliau. Di toko buku komplek Mesjid Taqwa Muhammadiyah di Padang itu, fadil menelepon aku. Janjian ketemu di BPN. Dia barengan sama Unchu dan Tachi. Dari toko buku ini, aku membeli satu buku tulisan Buya Marjohan dengan Buya R. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammadiyah di Minangkabau. Di situ ada juga tulisan tentang Buya Oedin.
Achirnya ketemuan kami di BPN. Setelah mendapat informasi yang signifikan, disepakati tanah akan diurus lewat teman kuliah Unchu, Syaiful Azri yang juga Notaris. Dari BPN, melihat lokasi tanah dan makan siang di komplek Pasar Alai Padang. Makannya nikmat sekali. Berasnya beras solok. Selesai makan siang, kembali ke Wisma Indah. Selesai istirah sebentar, aku barengan ke perpustakaan di komplek GOR Agus Salim, Padang. Fadilah dan Tachi ke Pasar, sementara Unchu main badminton.
Di perpustakaan, beberapa referensi kubaca. Ada satu buku yang banyak menyebut nama Oedin, yakni buku tulisan Buya HAMKA, Perjalanan Hidupku. Menjelang masuk waktu Ashar dan jam kunjungan perpustakaan berachir, kubell Fadil. Masih sama Tachi dia. Janjian ketemu di Mesjid Taqwa Muhammadiyah Pasar Raya Padang. Setelah menikmati cendol durian, kami pulang bareng. Tachi turun duluan. Mau beli cabe dia. Aku turun kedua dan Fadil langsung ke Pariaman.
Kamis pagi, tachi dan unchu ke Bukititnggi. Aku diajak, niatnya ke Perpustakaan di Padang Panjang. Ada teman smp disitu. Nurfahmi Wiastuti. Kutelepon dia, niatnya biar ketemu. Sayangnya dia mau ke Pekanbaru. Aku batal ikut. Tinggalah aku sendirian. Selesai sarapan, aku kembali ke Perpustakaan. Dari satu buku tentang Pariaman, aku berkenalan dengan penulisnya. Bahkan malam itu juga silaturahmi ke rumahnya di Siteba, berboncengan dengan anak kos di rumah Tachi. Beliau Bagindo Armaidi Tanjung, S.SOS. Tulisan beliau tentang Kota Pariaman, tapi tak satupun nama Oedin masuk. Demikian juga buku Beliau Sejarah Perjuangan Rakyat Padang Pariaman dalam Perang Kemerdekaan 1945-1950, tidak satupun nama Buya Oedin ada, kecuali cuma keterlibatan Beliau di Fron Pertahanan Nasional bareng HAMKA, Rasuna Said, Karim Halim dan Chatib Suleiman. Dari beliau saya dapat souvenir 4 buku tulisan beliau. Pulang dari Siteba, singgah di lesehan pinggir jalan, makan Ketan dengan Durian. Duriannya besar sekali, harganya saja rp. 40 ribu setelah ditawar akhirnya deal rp. 30 rb. Makan berdua tidak habis. Pulang istirahat terganggu karena Tachi dan Unchu belum pulang. Sore harinya, Iseng, kutanyakan ke travel di komplek Wisma Indah, PT Kanos Minang tours and Travel, tiket promo Padang-Medan. Rp 352.000 naik Sriwijaya. Tanpa pikir panjang lansung aku booking. Berangkat tanggal 01 Januari 2012. Tidak terasa satu tahun juga aku di Padang. Sebelumnya, sempat menikmati jus pokat favoritku ditemani sepiring mie goreng hangat, menikmati serunya sore-sore ditepi laut.
Jum’at pagi, mengejar kereta api pagi ke Pariaman. Bakda shubuh, Wisma Indah tepi laut kutelusuri. Dengan angkot ke stasiun kereta api di Tabing. Dari Tabing naik kereta api ke Kuraitaji. Duduk dimeja ruangan resto yang nyaman, semeja dengan H. Murlis Muhammad, SH.Mhum, salah seorang staf di Dinas Perikanan dan Kelautan (?) di Pariaman. Ternyata beliau juga penulis dan mantan camat 2 periode dan 2 lokasi. Orangnya smart. Sampai di lubuk alung, ku bell Marjohan teman se es em pe di SMP Negeri 3 Pariaman. Di stasiun kereta api Kuraitaji, Marjohan tidak ada. Aku buang air kecil di kamar mandi Mesjid Sejarah Muhammadiyah Kuraitaji, Marjohan ngebell aku dan menyusul ke mesjid. Barengan kami sarapan katupek gulai jangek. Marjohan sempat ngebell Nia Daniati nya SMP 3 Pariaman versi Marjohan yakni Tuti Sri Rahayu. Dari situ, terus ke rumah si Apuak Jasril. Sempat ngebell Afnan. Menjelang siang, kami bubaran. Marjohan panen. Aku janji ketemu Fadil di Mesjid tapi lauik setelah aku singgah ke perpustakaan di tapi lauik itu dan MEMINJAM buku karangan Bagindo, Sejarah Perjuangan Rakyat Padang Pariaman. Agak lama juga menunggu Fadil. Bakda sholat Jum’at, makan bareng dengan teman teman Fadill, anggota Dewan dari PKS disebelah kantor DPD PKS Pariaman. Tak disangka, aku dapat sms dari Buya Khatib menanggapi email yang kukirim kemaren. Beliau bercerita sekilas tentang Buya Oedin dan referensinya ada di rumah Beliau. Setelah kuhubungi, ternyata rumah Beliau di Tabing, di belakang Asrama Haji Tabing. Aku janji besok ketemu di rumah beliau, karena aku akan naik kereta api pagi ke Padang. Sampai menjelang Maqrib di sana. Istirahat di rumah Fadill.
Sabtu pagi, selesai sarapan naik ojeg ke Kuraitaji. Niatnya naik kereta api ke Padang. Di balai kuraitaji, kulihat mobil Pak Camat. Kubell. Ternyata dia ngeteh di warung depan mesjid sejarah Muhammmadiyah. Akupun ikut nimbrung. Setelah minum teh plus sarapan kedua, aku langsung ke stasiun kereta api. Munardi kutelepon, janji mau nyusul ke stasiun, ternyata tidak ada. Hampir pukul 11.00 kereta api sampai ke Tabing, naik angkot, turun di depan gerbang asrama haji dan setelah bertanya, langsung mampir ke rumah Buya Khatib. Dari beliau, aku mendapat buku tulisan beliau dan referensi perjuangan Buya Oedin yang ditulis Drs. Paman, NIP 1700003453 berjudul ”Sejarah Perjuan Oedin Selaku Perintis Perjuangan Kemerdekaan”. Menurut Buya Khatib, penulis draf ini terakhir sebagai Kepala Dinas Sosial di Tanah Datar (?). draf dimaksudkan untuk kelengkapan data diakuinya sepak terjang Beliau Buya Oedin sebagai Perintis Perjuangan Kemerdekaan RI untuk daerah Pariaman khususnya dan Sumatera Tengah umumnya. SK tersebut telah turun. Setelah berfoto yang diambil isteri beliau yang juga dosen, aku pamit dan berjanji memulangkan buku yang dipinjaminya nanti sore.





Buya Khatib menuliskan sesuatu di buku yang Beliau berikan ke aku dan menandatangi buku tersebut.-










Aku dan Buya Khatib, dipojok depan rumah Beliau, 31 Desember 2011. Foto diambil isteri Beliau disela kesibukannya melayani mahasiswi yang perlu bimbingan Beliau.-Isteri beliau mengaku bahwa dia adalah Kader Safinah Oedin, Tante Ning (adik ibuku). Beliau kaget dan tidak menyangka kalau Tante Ning sudah meninggal.









Fotoku hari terakhir di bibir laut sekitar Wisma Indah Padang, beberapa saat setelah azan Maqrib berkumandang.-






. Sesampai di Wisma Indah, aku sibuk cari rental di sekitar Kampus Bung Hatta, ternyata tidak ada yang mau menerima ketikan. Akhirnya aku foto copy saja rangkap dua, satu untuk Tachi. Waktu dirumah, saat Tachi dan Unchu keluar untuk beli oleh-oleh, sebagian bahan sudah kuketik ke blog aku, eh ketika di save ternyata tidak nyambung internetnya. Kesel banget gue. Dengan honda revo anak kost, kukembalikan bahan-bahan yang kupinjam. Ada juga niat ke rumah ibu Septimaharni, guru favorit kami waktu di SMP. Sudah menjelang ke rumah beliau, aku balik arah. Masalahnya, nggak enak juga bersilaturrahmi tangan kosong. Menjelang magrib, akhir tahun 2011 itu aku sengaja sholat maqribnya dilambatkan, demi menikmati sunset akhir tahun di belakang Universitas Bung Hatta. Sayang, mataharinya malu-malu. Dia bersembunyi dibalik awan yang tipis. Malam menyelimuti muara sungai sekitar Wisma Indah. Ada beberapa orang yang memancing. Ada beberapa pasangan muda yang menikmati senja menjelang malam itu. aku beli sate. Lumayan nikmatnya. Puas menikmati hembusan angin menjelang malam, selesai sholat maqrib dijamak dengan isya, pulang, makan malam, nonton tv dan sliping. Tuti Sri Rahayu menikmati malam akhir tahun diatas perahu sambil menonton gebyarnya kembang api akhir tahun di Singapura. Suara hingar bingar mercun dan kembang api tidak menghalangi tidur istirahku malam akir dan awal tahun baru itu.
Minggu, 1 januari 2012, selesai sholat malam dan sambung shubuh, aku sambung lagi istirahnya. Dengan berjala kaki, aku sarapan ketupat gulai paku favoritku dan membelikan 2 bungkus untuk Tachi dan Unchu. Aku kembali istirah dan istirah. Menjelang pukul 11.00 tachi dan unchu standby, menghantarku ke Bandara Internasional Minangkabau. Sebelum ke Bandara, Tachi mengarahkan Unchu ke Lamun Ombak, Rumah Makan dan Resto, untuk makan siang. Pas betul waktunya, karena aku niat minta singgah ke rumah makan untuk beli nasi bungkus agar dinikmati di bandara. Di rumah makan lamun ombak kawasan jalan Khatib Sulaiman, kami makan lesehan. Ehemmm, makan siang pertama diawal tahun. Lamun Ombak. Sempat kuimpikan beberapa waktu sebelumnya, bisa tidak makan di sini, di Lamun Ombak. Lokasinya cukup banyak. Akhirnya bisa juga. Alhamdulillah.

Foto di rumah makan/Resto Lamun Ombak, Padang.-
Bandara Internasional Minangkabau menyambutku. Selesai chek inn, BAB dan sholat zhuhur kamak dengan ashar. Pukul 14.10 masuk pesawat. Barengan dengan aku, sepasang pasutri yang belum lama married, mitra Fadillah di PKS, karyawan Bank Syariah Mandiri. Orangtuanya laki-laki pengurus Muhammadiyah yang waktu Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh, busnya kecelakaan. Isterinya guru bahasa Jerman di SMAN 3 Pariaman, Kuraitaji. Pesawat Sriwijaya air landing di Bandara Polonia Medan pukul 17.10 wib, naik honda rbt, naik sudaco dan sampai kembali ke Binjai.

Binjai, 09 Januari 2012
Drs. Fuad

Minggu, 08 Januari 2012

Sedikit Keterangan Tentang Foto 4 orang


Foto ini dibuat sekitar tahun 1950bsesudah berakhirnya sidang “Konfrensi Meja Bundar” (KMB) antara negara RI dan Belanda untuk kembalinya pemerintahan RI. Agresi Belanda ke-2 sebagai hasil KMB. Dimasa berhentinya tembak menembak itulah kami berempat pergi ke Padang untuk berfoto sebagai satu kenangan sehabis melalui masa darurat Agresi Belanda ke dua itu.
4 orang dalam foto itu ialah :
1. Saya Kasim Munafy yang sejak usia 13 tahun telah menurutkan aksi Gerakan Muhammadiyah yang mulai 25 oktober 1929 didirikan di Kuraitaji atas usaha alm. Kakanda H. Sd M. Ilyas (Nomor 2 dari kiri). Pada tahun 1929 didirikannya Muhammadiyah di Kuraitaji itu saya masih berumur 13 tahun dan duduk belajar di Sekolah GOEBERNEMEN (Sekolah Sambungan) dan telah masuk gerakan Kepanduan “HIZBULWATHAN” dibawah naungan Muhammadiyah. Saya masuk dalam kelompok (Regu Pengenal) membawahi 8 orang anggota pengenal (Usia 12-13 tahun). Dalam perkembangan selanjutnya setelah tamat belajar Schakel Muhammadiyah Pariaman (1934) saya diminta oleh pengurus Sekolah Aisyiyah Kuraitaji untuk menjadi guru bantu di sekolah tersebut yang waktu itu dipimpin oleh Alm. M Louth Hasan sebagai Kepala Sekolah. Dikantor Cabang Muhammadiyah Kuraitaji sepulang dari mengajar saya diberi tugas sebagai Schrijver (juru tulis pembantu) untuk menguruskan surat surat Persyarikatan. Dua tahun kemudian (mulai 1936) saya ditetapkan menjabat sebagai guru bahasa Belanda di sekolah Tsanawiyah yang dibangun juga oleh ‘Aisyiyah Cabang Kuraitaji dan bertempat juga di gedung sekolah ‘Aisyiyah (ketika itu berlokasi di tepi jalan raya, Simpang Basoka sekarang). Pada tahun 1939 saya diminta pindah ke Palembang menjabat sebagai kepala Standaar School Muhammadiyah ranting Kertapati, atas perintah orang tua “ande” karena Beliau sangsi kalau terembet bahaya perang Jepang-Belanda yang mulai tahun itu sudah tersa mulai memanas. Sampai dengan suasana Agresi Belanda ke-2 (1950) saya telah mempunyai pendirian untuk hidup sebagai orang swasta (untuk tidak menjadi pegawai). Apa dalam kegiatan militer atau sipil. Yang menjadi pokok patokan untuk mendirikan cara hidup ialah “Jangan Suka Memakan Jasa Orang Lain” sebab ada obrolan di pelanta yang mengingatkan “Kalau terbiasa mengandalkan jasa orang lain, maka lidah akan terhimpit”. Maka ditetapkan pendirian untuk berwiraswasta “dalam Mhammadiyah”. Secara bertahap disamping menjadi guru Muhammadiyah saya juga menduduki kursi Kepemimpinan dalam Persyarikatan Unggulan Alm. K. H. A. Dahlan ini. Sejak dari pimpinan Group (Ranting), Pimpinan Cabang dan terus menjabat sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Padang Pariaman (mulai tahun 1952) dalam musyawarah di Surau Tepi Air Pariaman sebelum menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Purwokerto 91953). Jabatan sebagai Ketua Daerah ini berakhir sudah harus diletakkan karena pengaruh umur. Secara resmi dinyatakan dalam Musyawarah Daerah 91992) dan resmi dilepaskan tahun 1993 bersamaan dengan juga melepaskan kerja sebagai Guru Muhammadiyah di MtsN. Pada waktu menulis catatan ini jabatan sebagai Ketua Pembangunan Gedung dan Mesjid Sejarah Muhammadiyah (merangkap sebagai Ketua Badan Takmir Mesjid) serta memegan bagian Wakaf dan Kehartabendaan PDM Padang Pariaman masih dapat dilaksanakan. Alhamdulillah, dua bangunan Muhammadiyah Kuraitaji (Mesjid mulai 1952 dan Gedung Madrasah mulai tahun 1932) saya dapat dipercayakan sebagai Ketua Pembangunan. Agaknya inilah hikmahnya dulu sehabis masa Perang Kemerdekaan saya tidak mau menjabat sebagai Pegawai Negeri itu. Dihari tua saya dapatmengujudkan berdirinya dua bangunan Muhammadiyah di desa Kuraitaji sebagai tempat kelahiran saya.
2. Alm. Kakanda H. Sd. M. Ilyas asal Kuraitaji seorang yang berjasa mendirikan Muhammadiyah (1929: yang pertama untuk daerah Padang Pariaman) setelah mempelajari seluk beluk persyarikatan Agama Islam ini langsung ke tempat mula berdirinya Yogyakarta. Sebelum masuk tahun tahun kemerdekaan, Persyarikatan ini sudah berkembang hampir kesemua pelosok daerah Kabupaten (termasuk ke daerah XII Koto wilayah tiku dan Sei. Geringging/ Batu Besar-cacang-koto muaro) dan negeri negeri dalam wilayah VII Koto (Sei. Sarik, Tandikat-Batu kalang dll). Sayangnya, khusus Daerah kecamatan Sei.Geringging keseluruhannya, Muhammadiyah ini pada umumnya tak hidup organisasi lagi, mungkin karena pengaruh lingkungan atau kekurangan kader angkatan muda. Alm. H. Sd. M. Ilyas meninggal di Jakarta. Beliau meninggalkan dua isteri dengan anak cucu yang cukup banyak yang pada umumnya mendapat pendidikan cukup baik dan berhasil menuju hidup aman tenteram. Waktu menulis kenangan ini kedua isteri beliau masih hidup (Dibawah perawatan anak cucu). Isteri pertama (Ummi H. Rohana) adik dari Dr. Tarmidzi Taher (menteri agama). Rumah tua dari H. Ummi Rohana telh diperbaharui oleh seorang Pengasuh (?)/Pengusaha wanita, usaha dari anak-anaknya. Rumah tua dari Ummi H. Nur’aini berdekatan dengan Gedung MtsN Kuraitaji, yang dipercayakan cukup baik, sedang Beliau dengan anak cucunya menetap di Jakarta.
3. Almarhum engku Oedin asal Kuraitaji, kakak ipar dari H. Sd. M. Ilyas (saudara tua dari H. Rahana SDM). Beliau dikenal juga sebagai seorang dari pemimpin Muhammadiyah Minangkabau yang konon tidak menamatkan bangku sekolah desapun (Hanya sampai di kelas II sekolah desa (Volkschool zaman Belanda). Namun beliau dikenal sebagai seorang yang cerdas dan tangkas dalam bicaranya, pandai bersilat lidah serta memahami persoalan politik. Tenaga beliau dapat dimanfaatkan Muhammadiyah dalam menghadapi politik kolonial Belanda. Beliau diminta oleh Konsul PB Muhammadiyah untuk duduk dalam kepemimpinan Muhammadiyah Minangkabau sejak masa Belanda. Dalam gerakan Pemuda Muhammadiyah Minangkabau beliau mempunyai jabatan yang sama dengan Panglima Besar Soedirman, ialah sebagai Wakil Majelis Pimpinan Pemuda Muhammadiyah (Beliau untuk Sumatera Barat dan Pak Dirman untuk daerah Magelang). Maka tidak heran waktu Indonesia di proklamirkan/merdeka dan beliau diangkat menjadi Panglima Besar TNI, maka Pak Dirman mengangkat Oedin sebagai Penasehat TNI untuk wilayah Sumatera. Dalam suasana perang Jepang beliau termasuk diantara bintang bintang Muhammadiyah Minangkabau yang mendampingi Alm. Buya AR sutan Mansur di Padang Panjangmelayarkan bahtera Muhammadiyah Minangkabau itu. Ketika itu PadangPanjang tersebut sebagai pusat Kegiatan Konsulat Muhammadiyah Minangkabau. Sejak selesainya agresi Belanda ke-2, Oedin banyak berperan dalam Muhamamdiyah untuk Republik Indonesia. Misalnya :
- Khusus diberangkatkan ke Jakarta dengan pesawat Tentera Belanda terpanggil untuk hadir disidang KNIP Malang untukmembicarakan hasil Konfrensi Meja Bundar dengan Belanda menerima pembentukan Negara Indonesia Serikat.
- Kembali dari sidang KNIP Malang Beliau mendapat surat kuasa dari Panglima Besar Soedirman untuk tugs sebagai Penasehat TNI seluruh Sumatera.
- Beliau juga menerima surat kuasa dari Pimpinan Pusat Partai Masyumi yang ketika itu masih berkantor di Yogyakarta untuk mendirikan Masyumi seluruh Sumatera.
- Dalam bidang pemerintahan beliau juga mendapat SK sebagai pegawai tinggi diperbantukan kepada Gubernur Sumatera (yang ketika itu berkedudukan di Bukittinggi), memegang dua kedudukan sebagai secretaris:
1. Sebagai sekretaris Dewan Pertahanan Partai yang ketuanya Beliau sendiri.
2. Sebagai sekretaris Masyumi Sumatera Tengah yang berkantor di muka stasiun Kereta Api Bukittinggi.
- Selesai sidang KNIP di Malang, Oedin ditetapkan sebagai Pegawai Negeri menjabat Patih Indragiri dan kemudian dipindahkan ke Sei, Penuh. Jabatan ini dipegang Beliau sampai datangnya masa kemelut PRRI.
3. Almarhum Syailendra seorang Pemuda asal Kp. Apar-Pasar Usang Batang Anai, tamatan INS Kayutanam. Aktif dalam gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Beliau terpilih untuk sebagai pimpinan partai Masyumi padang pariaman dan juga duduk sebagai wakil partai masyumi dalam DPRD Padang Pariaman. Pernah bersama beliau sebagai rombongan Pemerintah Daerah melakukan torne ke Mentawai selama16 hari. Kami bersama Bupati Padang Pariaman (Harun Arrasyid), kepala jawatan dan anggota DPD wakil wakil partai lebih kurang 50 orang dengan satu kapal khusus selama 16 hari itu menjelajahi kepulauan mentawai dengan 4 kecamatannya. Demikianlah pada tahun 1957 itu, penulis mulai mengetahui secara agak jelas bagaimana kedudukan penduduk kepulauan Mentawai yang termasuk dalam Daerah Padang Pariaman itu. Dalam perjalanan penelitian di Mentawai itu penulis berada dalam rmbongan Kepala Kesehatan Daerah yang dikepalai oleh Dr. KAVARELLI (asal Italia Kota Roma) beserta rombongannya Menteri Kesehatan Iskandar asal Kayutanam dan Bidan Nurma asal kepala Hilalang. Dalam perjalanan ke Mentawai ini penulis sengaja memakai pakaian seragam kepanuan Muhammadiyah (Hizbul Wathan) sebagai satu alat perangsang masyarakat untuk ajar kenal dengan kegiatan Muhammadiyahdari penghayatan di Mentawai ini. Hal ini kemudian penulis terapkan pada kehidupan pribadi ialah memungut anak-anak Mentawai untuk diasuh/ajar dalam pendidikan Muhammadiyah khususnya. Mulai tahun 1984 penulis memengut gadis Mentawai nama Rosmin asal Desa Sigitsi (Sipora), mulai duduk di kelas IV SD Negeri Kuraitaji, terus ke MTsN dan SMAN Pariaman. Akhirnya Rosmin dipindahkan kebawah asuhan PP/LDK Muhammadiyah Jakarta mulai tahun 1993, tinggal bersama keluarga ananda H. Anhar Burhanudin MA yang juga ketua LDK Pusat di Jakarta itu. Gadis Mentawai kedua yang penulis pungut ialah Aniarti juga dari desa Sigisi tinggal bersama penulis tiga tahun belajar di MtsN Kuraitaji. Setamat dari MtsN tidak mau belajar lagi, akhirnya pada tahun 1994 diantar ke Mentawai untuk kawin. Ia tinggal bersama pegawai asrama Mentawai di Sipora-di desa Tuepejat. Suaminya asal Mentawai juga (Pagai Selatan) bekerja sebagai penjaga asrama anak-anak Mentawai di Tuepejat/Sipora.
Demikianlah sekedar penjelasan.
Kuraitaji 10 zhulhijjah 1415 H/10 Mei 1995. Penulis Kasim Munafy

Kamis, 05 Januari 2012

Baralek Gadang

Oedin
Sungai Penuh
Sungai Penuh 10 April 1955
WA’ALAIKUM SALAM W.W
Gembira nian kami menerima surat sudara, kami batja berulang-ulang dan berganti-ganti, maklumlah karena sudah lama kita tidak bergurau, terbawa dari keadaan kita masing-masing. Diantara jang gembira itu termasuklah One, karena dalam surat sudara masih membajangkan keadaan dimasa jang lampau, sedang kami sebenarnja dalam seminggu sekurang kurangnja sekali akan ada djuga memperkatakan soal jang dahulu itu, guna djangan lupa kepada diri dan teman/sudara, kawan jang dekat, jang dahulu selapuk seketiduran di Pilubang, P. Pandjang, begitu djuga di Rambai.
Sudara Zas, kalau kita lihat dari sudut zaman pantjaroba sekarang ini, zaman manusia banjak lupa daratan, zaman gembak gembor, akan ada orang jang berkata, bahwa mendjadi pegawailah jang sangat baek, jang sangat beruntung, karena dia mendapat hidup mewah, hidup tjukup, senang, dan banjak lagi sebutan seribu satu kalimat, sehingga kelihatannja banjak sudara2 kita jang telah masuk kedalam, dan jang akan masukpun masih ada. Tapi kalau saja terangkan kepada sudara bagaimana perasaan kita jang sedang di dalam ini, mungkin djuga sudara tidak begitu pertjaja, karena saja kelihatannja masih bertahan ditempat jang sekarang, tapi baek djuga saj uraikan serba sedikit.
Sudara, alam pegawai memang berlainan dengan alam jang lain,dia mendjadi satu tradisi sendiri, didalamnja ada perasaan jang harus dipunjai oleh setiap orang mendjadi pegawai, umpama sadja, pegawai ingin naik pangkat, pegawai ingin tambah gadji, ingin mewah, ingin senang dan merasa lebih dari jang lainnja. Kalau seorang pegawai jang tidak mempunja dasar hidup dan kurang rasa agama bagi mereka, akan tjepat sekalilah dia terperosok kedalam djurang jang dalam, dan karenanja dia lupa akan dirinja, jang ber-achir mereka terdjerumus. Saja sekarang termasuk orang jang merugi, sebab tidak banjak lagi mempunjai waktu berbuat seperti jang dahulu terhadap Moehammadijah, sedang saja tidak lebih hanja orang Moehammadijah itulah, kalau pegawai lain berlagak dengan sekolah ini itu, saja hanja menjebut bahwa saja dari Moehammadijah, saja bersjukur djuga rumah tangga saja masih sebagaimana biasa, do’a dari sudara sangat saja harapkan, semoga saja tetap berpegang teguh kepada pedoman besar kita jang selama ini kita pegang teguh, jaitu AGAMA.
Oleh sebab itu, saja menghargakan pendirian sudara sekarang ini, sudara masih dapat berbuat sebagai sediakala, masih terus difron menunaikan wadjib sebagai seorang ridjal Islam,semoga sdr dapat terus sebagai sekrang ini, mudah-mudahan.
Hal keluarga, Sa’adah sekarang tidak bersekolah lagi, dan sudah mulai difikirkan supaja dianja berumah tangga, nanti tentu sudara akan dibawa berunding dalam pelaksanaannja. Sedang adiknja Safinah sekarang masih sekolah SGA negeri di Pajakumbuh, sekarang duduk di kelas II, mudah-mudahan tahun ini naik kelas. Disamping adik Safinah Fachruddin sekarang sekolah di Padang SMEA negeri, tinggal di Padang di rumah etek Noreka Pilubang, anak2 jg lain sedang di SMP Sei, Penuh.
Sudara, saja masih atjap djuga ke Pilubang, melihat famili kita di sana, Mak Leka masih dalam keadaan sehat, begitu djuga amak kita jang lain2. Tjuma amak rempeng jang agak sakit2, sudah kurang kuat beliau berdjalan, tapi tjutju jang akan dikasuh sudah ada, djadi sudah ada jang akan perintang hati. Jang agak turun corsnja ijalah etek Kema di Pasi, sadjak injik tidak ada lagi maka langanglah rumah nan gadang “SADJAK ILANG AJAM PANAIK, INDAK DJANDJANG BALULUK LAI”, sudara terntu akan maklum.
Mak Untju sekarang di Sei.Penuh pula, mendjadi Djaksa, dan kelihatannja masih segar, tapi telah tua djuga. Maka sangat baeknja kalau sudara dapat datang ke Sei. Penuh, tjoba sudara beri tahukan kepada saja, nanti saja ichtiarkan ke Padang, sama2 kita ke Kerintji, One gembira mendengar itu.
Perhubungan dengan Organisasi Moehammadijah Sumatera Tengah memang agak kurang, konperensi jang baru2 ini saja tidak lagi mendapat undangan, ada saja dengar suara dilarang oleh putjuk pimpinannja mengundang saja, sebabnja saja tahu, karena saja tidak setudju membitjarakan soal politik dalam Moehammadijah, kalau akan berpolitik silahkan dalam Masjumi. Pada tahun jang liwat 1954 saja mendapat undangan Konperensi, saja datang, ataranja banjak jang berobah, karena saja tidak setudju. Kedjadian jang demikian itu tidak pula akan merobah hubungan kakak dengan adik, hanja pendapat sadja jang berlain, sebagai jang telah berlaku djuga pada masa kita di Padang Pandjang.
Waktu dizaman Djepang, Madjlis Konsol telah dua kali ba’iah dengan beliau engku St. Mansur, bahwa segala Madjlis Konsol dimana sadja dia bertempat, dimana sadja mereka tinggal, harus mendjudjung tinggi Moehammadijah, di Ranting, Groep tjara lama, Tjabang, hendaklah mengurus Moehammadijah djuga, itulah jang saja turut, dan sampai sekarang masih bisa saja laksanakan.
Kemudian kabar tentang anak sudara si Sjam, saja gembira mendengar dirinja sudah di Djokja, semoga ters dia beladjar sehingga kita beranak orang pandai pila nanti, mak-lah awak tidak sekolah, amak dja seperti awak pulo, di-ambo itulah nan taraso, awak indak sekolah, mangadji tjaro oerang pun tidak, kok lai-laii, anaklah jang akan menebus atau memburu jang tinggal itu.
Sekianlah, dan kami menunggu kedatangan
sudara di Sei. Penuh.
Salam kami sekeluarga.
Diaturkan
Kepada sudara ZAS Moehammadijah
Bengkulu.
Oedin dan keluarga
Sei. Penuh
Sei. Penuh 14 April 1956
Wa’alaikum Salam w.w
Kepada jth.
Saudaraku Zainul ‘Abidin Sju’ib dan
Keluarga di Bengkulen
Saudara Zaz jth.
Surat saudara yang bertanggal 20 Maret/7 Sja’ban selamat kami terima tanggal 5 April 1956, tepat waktunja dengan pembubaran panitia perajaan perkawinan anak kita Sa’adah Oedin, waktu itu adinda Kasim Munafy masih di Sei. Penuh, kami batjalah surat itu berulang-ulang, isinja memang tepat benar pada sasarannja.
Saudara !, pada hari Ahad tanggal 1 April itu tertjurah djuga air mata saja, memang tidak dapat saja menahan, pagi kira djam 8 orang Pasar Sei. Penuh datang beramai ramai dengan sengadja hendak menjerahkan bingkisan, waktu upatjara penjerahan itu saja tertangis, saja teringat kepada zaman jang lampau, waktu kita sedang dilamun keadaan jang menghebat, saja tidak menjangka keadaan akan terdjadi seperti jang berlansung pada hari Minggu itu, ramai orang bukan kepalang, segenab lapisan masjarakat berdatangan, Belanda keboen Kajoe Aro lengkap datang semuanja, pendeknja sehari-harian itu tidak dapat duduk karena melajani orang dan tamu jang datang.
Selain dari kawan dan sahabat jang datang merajakan hari jang bersedjarah itu, djuga kawat kawat banjak pula jang diterima, dua puluh empar lembar jang telah sampai, datangnjapun segenap pihak, dari Gubernur Malukupun ada kawatnja mengatakan berhalangan datang, dari Djakarta, dari Djokja, dari Medan, Pekan Baru dan sekitar Sumatera Tengah, kalau surat djangan dikata lagi, semuanja kawat dan surat itu mengutjapkan selamat bagi anak kita itu, sjukurlah.
Dari Padang Pandjang datanglah engku Dt. Sinaro Pandjang dan sudara A. Malik Ahmad dengan Rohana, Mhd. Nur Sa’ad dari Priaman, djuga sanak sudara dari Batusangkar, semuanja sebelum alat telah berada di Sei. Penuh, dan kembalinja sehari sesudah alat selsai, hanja jang tidak saja terima dari Beliau E. A. R. St. Mansur, mungkin beliau banjak urusan, tapi dari tuan Junus Anis ada, dari Kasma Singodemedjopun ada, mudah-mudahan dilain hari. Guna mendjadi gembiranja sudara baek saja terangkan juga, sehari itu memotong, 1.kerbau,2.djawi.4.kambing, ajam beberapa lusin, pendeknja keluar air mata itu karena sjukur kepada Toehan Allah, semoga ni’matnja ini ditetapkannja, amin.
Sebagai tambahan, anak kita dari Pilubang berdua dengan amai djuga datang, beliaupun turut bersjukur, dan djuga tidak mengira jang demikian itu.
Sekarang selesai satu kewadjiban, anak kita Sa’adah telah mempunyai djundjungan hidup, pagi2 hari Djum’at dua hari sebelum perajaan dia telah saja nasehati, dia menangis mendengar nasehat itu, saja katakan kepadanja, bahwa ajahnja tidak akan menangis lagi, sebab air matanja sudah kering, karena sering menangis sewaktu dia masih ketjil. Kemudian datang pula surat dari sudara, ber-ulanglah saja menangis, sebab isinja tepat nian, bertambah sadar saja kepada kedjadian itu.
Demikianlah verslah ringkas, semoga menambah rapat perhubungan ananda Sa’adah dengan Pa’itoknja.
Salam dan ma’af kami.
Oedin

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops